Terapi Sulih Hormon (HRT) pada Osteoporosis Pasca Menopause

Oleh: Dr. med. Ali Baziad SpOG  - KFER
Subbagian Imunoendokrinologi Reproduksi
Bagian Obstetri dan Ginekologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta



Abstrak

    Osteoporosis pada wanita pasca menopause umumnya disebabkan oleh kekurangan hormon estrogen. Osteoporosis ditandai dengan hilangnya masa tulang sehingga tulang mudah patah. Karena penyebabnya hormon estrogen, maka pengobatan dan pencegahannya adalah dengan pemberian hormon estrogen. Telah terbukti bahwa pemberian estrogen dapat mencegah patah tulang hingga 60%. Pada wanita pasca menopause terapi sulih hormon (HRT) merupakan pengobatan dan pencegahan yang utama. Estrogen memicu pengeluaran kalsitonin, membantu resorbsi kasium, memicu sintesis vitamin D3, menghilangkan keluhan klimakterik, dapat diberikan jangka panjang dan memicu sintesis benang-benang kolagen yang membuat tulang menjadi elastis. Osteoporosis adalah “silent disease”, sehingga perlu deteksi dini agar dapat mencegah patah tulang kemudian hari.

1. PENDAHULUAN

  Menopause pasti akan dialami oleh kaum wanita. Menopause ditandai dengan tidak berfungsinya ke dua ovarium, sehingga terjadi penurunan produksi hormon estrogen (E). Akibat kekurangan hormon estrogen, timbullah berbagai masalah kesehatan.

  Salah satu masalah kesehatan jangka panjang yang disebabkan karena kekurangan hormon Estrogen adalah terjadinya kekroposan tulang, atau yang lebih dikenal dengan Osteoporosis.



  Osteoporosis adalah penyakit rapuh tulang yang ditandai dengan hilangnnya masa tulang, sehingga tulang mudah patah dan tidak tahan terhadap tahanan. Sebenarnya pada manusia, baik laki-laki maupun wanita sudah merupakan kodrat kalau masa tulang suatu saat akan menyusut. Hanya saja pada wanita proses penyusutannya lebih besar, karena tulang wanita sangat dipengaruhi oleh hormon Estrogen. Pada wanita penyusutan masa tulang  terjadi sekitar 3 % setahun pada periode pramenopause dan akan berlanjut terus hingga 5 - 10 tahun pascamenopause. Sepanjang hidup seorang wanita, total masa tulang yang menyusut sekitar 40 -50 %.

2. FISIOLOGI PEMBENTUKAN TULANG

   Tulang merupakan suatu organ yang terus menjalani proses pembaruan (remodelling). Struktur tulang terdiri dari Osteosit, Osteoblas, Osteoid, mineral dan kollagen. Osteoid merupakan struktur tulang yang paling aktif dalam mempertahankan keseimbangan mineral.  sedangkan osteoblas merupakan sel yang  membantu proses pembentukan tulang. Matrik tulang terdiri dari mukopolisacharida, dengan benang-benang kollagen. Mukopolisacharida dan benang-benang kollogen ini merupakan suatu masa, yang membuat tulang menjadi elastis. Tipe kollagen tulang sama dengan tipe kollagen yang berada di kulit. Perlu sekali lagi ditegaskan disini, bahwa tulang tidak hanya terdiri dari mineral, melainkan juga terdiri dari kollagen. Hal ini penting nantinya untuk mendiagnosis Osteoporosis.

3. DATA EPIDEMIOLOGI

   Usia harapan hidup wanita terus menigkat dari tahun ke tahun, sehingga kejadian osteoporosis pun meningkat. Di Amerika Serikat saja dalam satu tahun terjadi lebih dari 1,5 juta patah tulang pada wanita pasca menopause. Dari angka ini, kurang lebih 250.000 merupakan patah tulang Leher Femur, dan lebih  dari 500.000 patah tulang Vertebra. Di Jerman, sebanyak 7 juta penduduknya menderita Osteoporosis, dimana wanita 2- 3 kali lebih tinggi daripada laki-laki. 35 % wanita pascamenopause di Jerman menderita Osteoporosis dan 50 % Osteopenia. Di Indonesia belum ada angka yang pasti, namun dari data yang diperoleh dari beberapa rumah sakit Bedah Tulang swasta di Jakarta, ternyata patah tulang yang terjadi pada wanita pasca menopause terbanyak di sebabkan oleh Osteoporosis.


   Lebih dari 50 % penderita patah tulang femur hidupnya akan bergantung pada orang lain, sehingga biaya kesehatan yang harus dikeluarkan suatu negara akan sangat besar. Di Amerika Serikat saja biaya yang harus di keluarkan  10 - 13,8 milyard Dollar/tahun untuk merawat patah tulang akibat Osteoporosis.

4. DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS

   Mengetahui secara dini, apakah seorang wanita menderita Osteoporosis atau tidak, adalah hal yang sangat penting. Tujuannya adalah untuk dapat mencegah jangan sampai berkembang menjadi Osteoporosis berat, atau patah tulang dikemudian hari. Biar bagaimanapun pencegahan tentu jauh lebih baik daripada pengobatan.


   Secara dini mengetahui hilangnnya masa tulang dapat dilakukan dengan mengenal faktor risiko seorang wanita yang dapat diperoleh dari anamnesis. Salah satu  faktor risiko terpenting adalah kekurangan Estrogen (menopause). Faktor risiko lain adalah: menopause prekok (menopause dini) , hipogonadismus primer, amenorea sekunder jangka panjang, olah raga berat, osteoporosis di keluarga, kurus (BMI <19 kg/m2), terlambat menars, nulipara, kurang bergerak, makanan kurang kalsium, atau  vitamin D, konsumsi kopi dan alkohol berlebihan, makanan banyak mengandung fosfat (kokakola, daging), DM tipe 1 (IDDM), hipertiroid/hiperparatiroid, hiperkortisol, pengobatan kortikosteroid jangka panjang,  terapi dengan   tiroksin jangka panjang, terapi dengan antikonvulsiva, kemoterapi, terapi dengan GN-RH analog, terapi dengan heparin jangka panjang.


   Cara lain untuk deteksi dini Osteoporosis adalah dengan menilai pengurangan kadar mineral tulang ( densitas tulang) dengan alat Densitometer (DEXA), atau dengan Computertomografi kwantitatif (QCT). Ke dua cara ini selain mahal, juga memiliki risiko radiasi (ringan). Keuntungan ke dua alat ini adalah dapat dengan obyektif menilai pengurangan kadar mineral tulang, dan dapat mengetahui tulang-tulang mana saja dari tubuh yang telah mengalami penurunan densitas (masa ) tulang. Jenis alat yang paling banyak dipakai adalah DEXA. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan dengan DEXA adalah berupa T dan Z-skor. T-skor adalah skor yang memfasilitasi klasifikasi wanita ke dalam risiko untuk berkembang menjadi Osteoporosis, sedangkan Z-skor adalah menentukan perbedaan nilai simpang baku (SD)pasein dibandingkan wanita seusia yang sama tanpa osteoporosis, yang dapat digunakan untuk meramal risiko patah tulang. T-skor -1 (-1<T), masa tulang normal. -2,5 <T<-1 artinya masa tulang rendah, T<-2,5 artinya Osteoporosis. T <-2,5 dan telah terjadi fraktur artinya Osteoporosis berat. Nilai Z-skor <-1, berarti wanita tersebut memiliki risiko terkena Osteoporosis.


   Cara sederhana, murah dan tanpa risiko radiasi adalah dengan Ultrasonografi. Dilakukan pengukuran pada kalkaneus, atau pada tulang tibia. Namun cara ini tidak dapat melihat secara langsung pada tulang. Hasil interpretasi yang didapat hanya berupa nilai T atau Z-skor saja.


   Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa tulang selain terdiri dari minerlal, juga terdiri dari kollagen.Di kulit wanita terdapat kollagen yang tipenya sama dengan tipe kollagen yang terdapat pada tulang. Jika kollagen di kulit telah berkurang jumlahnya, maka kollagen di tulang juga telah berkurang jumlahnya. Dewasa ini telah tersedia alat Ultrasonografi Transdermal yang dapat mengukur ketebalan kulit. Minipisnya kulit berhubungan erat dengan berkurangnnya jumlah kollagen kulit. Alat USG transdermal ini dibuat dengan alat pencacah bersolusi tinggi (20 MHZ). Pada monitor USG terlihat 3 warna, yaitu warna hijau, kuning dan merah. Bila terlihat titik hitam berada pada warna kuning, artinya wanita tersebut berisiko terkena Osteoporosis, sedangkan bila berada pada warna merah, wanita tersebut sudah menderita Osteoporosis.


  Semua wanita yang memiliki risiko terkena osteoporosis dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dengan salah satu alat yang telah dijelaskan di atas, agar dapat diketahui, apakah wanita tersebut baru mulai menderita Osteoporosis, atau sudah menderita Osteoporosis.


     Diagnosis secara laboratorik berupa pemeriksaan  marker tulang dalam serum kurang bermanfaat untuk mendiagnosis Osteoporosis. Alasannya adalah, bahwa setiap individu metabolisme tulangnya berbeda-beda, dan pengeluarannya ke dalam darah mengikuiti irama cikardian, artinya pada saat metabolisme tulang tinggi, baru kadarnya terdeteksi di dalam darah. Pemeriksaan marker tulang hanya bermanfaat untuk pengawasan pengobatan., namun kadarnya yang tinggi atau rendah tidak dapat mengambarkan ketebalan tulang, atau juga tidak dapat meramalkan ada atau tidaknya risiko patah tulang pada seorang wanita. Pemeriksaannya sangat rumit, seperti makanan tidak boleh banyak mengandung gellatin dan kalsium.

5.  PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN

    Pada wanita menopause harus sedini mungkin diberikan hormon pengganti Estrogen, yaitu  satu tahun setelah haid terakhir, atau kalau wanita tersebut mulai mengalami haid tidak teratur, tetapi telah mengalami keluhan klimakterik. Estrogen diberikan 10-20 tahun , agar memasuki usia > 65 tahun tulangnya tetap kuat. Pada wanita yang masih memiliki rahim , Estrogen harus di kombinasikan dengan Progesteron (P), yang dikenal dengan istilah Hormone Replacement Therapy (HRT), atau istilah dalam bahasa Indonesia Terapi Sulih Hormon (TSH).


   Setahun setelah pemberian hormon pengganti sudah terlihat adanya peningkatan masa tulang, dan kadar mineral tulang meningkat sampai 50 %.Patah tulang lengan bawah dan tulang belakang dapat diturunkan sampai 60-90%.Bila hormon pengganti dihentikan tiba-tiba, maka kadar mineral tulang akan berkurang lagi.Keuntungan pemberian hormon pengganti selain dapat mencegah Osteoporosis, juga dapat mencegah terjadinya  penyakit jantung koroner, penyakit Alzheimer, strok dan kanker usus.


    Pada wanita yang terdapat kontraindikasi pemberian hormon pengganti, atau pada wanita atas alasan tertentu hormon pengganti harus dihentikan segera, maka untuk mencegah Osteoporosis dapat diberikan Kalsium, Vitamin D3, Kalsitonin, atau Bifosfonat . Kalsitonin hanya dapat diberikan 1 -2 tahun saja.


   Dewasa ini telah tersedia sejenis obat yang juga sangat efektif mencegah Osteoporosis, yaitu Raloxifine. Obat ini tidak memiliki efek terhadap payudara dan endometrium, sehingga sangat kecil kemungkinan terkena kanker payudara dan kanker endometrium.

6.  KESIMPULAN

   Osteoporosis merupakan kelainan yang disebabkan oleh penurunan masa tulang, dan suatu kelainan yang dapat di cegah sedini mungkin.  Osteoporosis adalah “silent disease”, sehingga wanita datang dalam keadaan terlambat, dan umumnya telah terjadi patah tulang. Diagnosis dini dengan Densitometer perlu dilakukan untuk dapat mencegah patah tulang dikemudian hari. Para dokter harus menyadari, bahwa Osteoporosis merupakan kelainan yang prosesnya terus berlanjut sepanjang sisa hidup wanita . Pemberian Terapi Sulih Hormon (TSH) ternyata dapat  mencegah Osteoporosis, juga dapat mencegah terjadinya  penyakit jantung koroner, penyakit Alzheimer, strok dan kanker usus.
 
7.KEPUSTAKAAN

1. Van Kuijk C, Genatn HK. Detection of Osteopenia.In:  Lobo

   RA:Treatment of the Postmenopausel Women. Basic and 
   Clinical Aspects. Second edition . Lippincott Williams
   &Wilkins. Phladelphia, Baltimore, New York, 1999: 287-291.
2. Kuhl H. Osteoporose. In: Klimakterium, Postmenopause und 

   Hormonsubstitution. Unimed Verlag AG, 1999:82-84.
3. Conference Report Consensus Development Conference : 

   prophylaxis and treatment of osteoporosis. Br med J
   1987;295:914-16.
 


   Artikel di bacakan pada SYMPOSIUM ON OSTEOPOROSIS AND OBESITY “The New Epidemic Diseases in Developing Countries” Bertempat di Makassar. Acara diadakan oleh perkumpulan endokrinologi Indonesia ( PERKENI )

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dokter Network Angk 97