Strategi baru penatalaksanaan diabetik dislipidemi National Cholesterol Education Program – Adult Treatment Panel III

Oleh : Prof. Dr. John MF Adam, SpPD-KE
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo/FKUNHAS
Makassar


PENDAHULUAN

   Walaupun angka kejadian dan kematian penyakit arteri koroner (PAK) di negara barat sudah banyak menurun, sampai saat ini kematian oleh karena penyakit kardiovaskuler pada pria > 45 tahun dan wanita > 65 tahun masih menduduki tempat pertama . Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia khususnya di kota besar, penyakit arteri koroner (PAK) sudah merupakan penyebab kematian utama. Berbagai usaha ditujukan untuk pencegahan penyakit arteri koroner, pencegahan mana ditujukan kepada faktor-faktor yang merupakan resiko untuk PAK, yang telah terbukti dapat menurunkan angka kejadian dan kematian akibat penyakit arteri koroner (PAK).

   Beberapa usaha pencegahan merupakan tindakan intervensi khususnya terhadap hiperlipidemia baik dengan perubahan pola hidup (non-farmakologis) maupun dengan obat penurun kolesterol telah terbukti dapat mengurangi angka kejadian dan kematian PAK. Pencegahan dengan obat golongan statin baik berupa pencegahan primer maupun pencegahan sekunder telah terbukti sangat bermanfaat dapat menurunkan angka kejadian dan kematian PAK . Walaupun banyak faktor resiko penyakit arteri koroner yang sudah dikenal, kolesterol tetap masih merupakan inti dari proses aterosklerosis. Oleh karena itu usaha pencegahan selain hipertensi dan pencegahan terhadap merokok, sasaran pencegahan yang paling banyak mendapat perhatian adalah bagaimana menurunkan kadar kolesterol.

PEDOMAN PENCEGAHAN
   
  Sejak lama diketahui adanya hubungan antara tingginya kadar kolesterol serum dan angka kematian akibat penyakit arteri koroner (PAK) . Beberapa penelitian epidemiologis dalam skala besar telah membuktikan bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol serum hanya sebesar 1 mg sudah dapat menurunkan resiko penyakit arteri koroner (PAK) sebesar 2 kali. Walaupun kadar kolesterol yang lebih banyak menjadi perhatian, tidaklah berarti bahwa lipid serum yang lain tidak berperan pada kejadian penyakit arteri koroner (PAK). Penelitian Prospective Cardiovascular Munster (PROCAM)  dan Helsinki Heart Study  bahwa tingginya kadar trigliserid juga berperan terhadap kejadian penyakit arteri koroner. Sebaliknya rendahnya kadar HDL-kolesterol juga merupakan faktor resiko PAK. Penelitian Veterans Affairs High-Density Lipoprotein Cholesterol Intervention Trial Study Group (VA – HIT)  telah membuktikan bahwa dengan hanya meningkatkan HDL-kolesterol sebesar 6% tanpa perubahan kadar LDL-kolesterol pada mereka dengan kadar LDL-kolesterol yang “normal” dapat menurunkan angka kejadian dan kematian PAK. Oleh karena itu dalam melakukan pencegahan PAK dilihat dari sisi lipid serum maka bukan hanya kadar LDL-kolesterol tetapi juga kadar trigliserid dan HDL-kolesterol.

  Oleh karena pembentukan plaque ateroma selalu berawal dari perubahan LDL-kolesterol (LDL-kolesterol teroksidasi) maka pedoman pengobatan pencegahan selalu dipakai sebagai sasaran terapi (target goal) adalah kadar LDL-kolesterol dengan memperhatikan seberapa banyak faktor resiko yang terdapat pada seseorang penderita. Terdapat dua konsensus pedoman pencegahan penyakit arteri koroner (PAK) yang pada dasarnya tidak mempunyai perbedaan penting yaitu di EROPA yang dikenal dengan European Atherosclerosis Society (EAS) dan di Amerika Serikat yang dikenal dengan National Cholesterol Education Program – Adult Treatment Panel (NCEP-ATP). Pada artikel ini hanya akan dibahas mengenai NCEP – ATP III, secara khusus penatalaksanaan dislipidemi diabetik pada orang dewasa.

NATIONAL CHOLESTEROL EDUCATION PROGRAM (NCEP)

   National Cholesterol Education Program – Adult Treatment Panel I dikeluarkan pada tahun l988 pada dasarnya hanya memberikan dasar pencegahan primer PAK pada mereka dengan kadar    LDL-kolesterol > 160 mg/dl atau pada mereka dengan “borderline” tinggi (130 – 159 mg/dl) pada mereka dengan faktor resiko  2 atau lebih. Pada tahun l993 NCEP – ATP II diperkenalkan , dimana perbedaan utama dengan NCEP – ATP I ialah menekankan pentingnya dilakukan pencegahan sekunder pada mereka yang pernah mendapat PAK sebelumnya dimana kadar LDL-kolesterol harus < 100 mg/dl. Pada bulan Mei 2001, dipublikasikan hasil NCEP – ATP III. Pada artikel ini akan di bahas beberapa perubahan dari NCEP – ATP III

Faktor resiko PAK

   Langkah pertama untuk pencegahan penyakit arteri koroner (PAK) ialah menentukan seberapa banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang (selain kadar LDL-kolesterol) untuk menentukan sasaran kadar LDL-kolesterol yang akan dicapai. Pada tabel 1 adalah faktor resiko yang digunakan untuk menentukan sasaran kadar LDL-kolesterol yang diinginkan pada orang dewasa > 20 tahun.
















Tiga jenis kelompok resiko PAK

   Berdasarkan jumlah faktor resiko diatas yang ditemukan pada seorang penderita, maka NCEP – ATP III membagi tiga kelompok resiko PAK (tabel 2).














       Perbedaan utama dengan NCEP – ATP III ialah dimasukkannya “CHD risk equivalents” (mereka yang disamakan adanya PAK) yaitu mereka yang diperkirakan dapat mengalami PAK sebesar > 20% dalam kurun waktu 20 tahun (tabel 3).
 










   Suatu hal yang penting pada NCEP – ATP III yaitu disamakannya penderita diabetes melitus dengan mereka yang pernah  PAK, dengan kata lain bahwa harus dikelola sebagai pencegahan sekunder yaitu LDL-kolesterol harus < 100 mg/dl.

Perubahan kadar lipid serum

  Beberapa perubahan penting kadar lipid serum, terutama HDL-kolesterol yang rendah yang  dahulunya < 35 mg/dl sekarang berubah menjadi < 40 mg/dl. Demikian juga dengan klasifikasi LDL-kolesterol dan trigliserid yang menggunakan istilah sangat tinggi (very high).














Non HDL-kolesterol

   VLDL yang dibentuk dihati akan dilepaskan ke plasma. Di dalam plasma kandungan trigliserid akan mengalami hidrolisis oleh enzim “lipoprotein lipase” (LPL) dan VLDL sisa disebut VLDL remnant.  VLDL remnant akan mengalami dua jalur metabolik yaitu a) sebagian akan ditarik kembali oleh hati, dan b) sebagian lagi setelah kandungan trigliserid akan berkurang dan dirubah menjadi IDL (intermediate density lipoprotein), dimana IDL nanti akan berubah menjadi LDL dengan bantuan suatu enzim yang disebut  “hepatic lipase”. Dengan kata lain LDL-kolesterol adalah hasil akhir dari proses “pembersihan trigliserid” dari  VLDL. Nasib LDL- kolesterol kemudian akan mengikuti dua jalur yaitu ke hati ditangkap oleh reseptor LDL-kolesterol dan sebagian ke jaringan ekstrahepatis dan akan mengalami oksidasi terutama di pembuluh darah. Baik VLDL remnant maupun IDL keduanya mempunyai kandungan kolesterol yang banyak (oleh karena trigliserid telah mengalami hidrolisis) dan mempunyai sifat aterogenik.

  Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kadar apolipoprotein B lebih menentukan resiko PAK dibandingkan dengan hanya mengukur LDL-kolesterol. Seperti diketahui apolipoprotein B terdapat pada VLDL remnant, IDL, LDL dan Lp(a). 

   Telah dibuktikan bahwa pada penderita dengan kadar trigliserid yang tinggi seperti pada penderita diabetes melitus, sintesa VLDL di hati meningkat dan  VLDL plasma meningkat. Dengan demikian kadar VLDL remnant dan IDL juga akan meningkat. Oleh karena baik VLDL remnant maupun IDL juga bersifat aterogenik yang sama dengan LDL- kolesterol  maka pada penderita dengan kadar trigliserid yang tinggi menentukan kadar LDL-kolesterol saja tidak tepat. Grundy mengusulkan pengukuran kadar non – HDL kolesterol yaitu total-kolesterol kurang HDL-kolesterol (total kol – HDL
kol ) sebagai sasaran terapi baru mengganti LDL-kolesterol pada mereka dengan kadar trigliserid plasma yang tinggi termasuk penderita diabetes melitus. NCEP – ATP III mengusulkan, apabila seseorang penderita mempunyai kadar trigliserid > 200 mg/dl (antara 200 – 500 mg/dl), maka kadar non – HDL kolesterol perlu dihitung dan mendapat perhatian . Kadar non – HDL kolesterol adalah total-kolesterol kurang HDL-kolesterol, dan mempunyai nilai 30 mg/dl diatas kadar LDL-kolesterol. Sebagai contoh LDL-kolesterol 100 mg/dl sama dengan  non – HDL kolesterol 130 mg/dl

STRATEGI PENATALAKSANAAN DISLIPIDEMI
DIABETIK

Sasaran terapi LDL-kolesterol atau non – HDL kolesterol ?

   Dibandingkan dengan populasi non-diabetes, secara khusus pada penderita diabetes melitus tipe 2, dislipidemi yang menonjol adalah meningginya kadar trigliserid dan menurunnya kadar HDL-kolesterol, sedang kadar LDL-kolesterol sama dengan non-diabetik. Pada penderita diabetes melitus, oleh karena sintesa VLDL di hati yang meningkat, maka didalam darah akan ditemukan lebih banyak VLDL remnant dan IDL. Oleh karena itu beberapa peneliti  dan juga NCEP-ATP III mengusulkan, non HDL-koletserol perlu dipertimbangkan bila kadar trilgiserid > 200 mg/dl. Ballantyne dkk  pada penelitian ACCESS (Atorvastatin ComparativeCholesterol Efficacyand Safety study) menyimpulkan bahwa apabila hanya kadar LDL-kolesterol yang menjadi sasaran terapi (terutama pada penderita dengan resiko tinggi PAK termasuk diabetes melitus) sebagian dari penderita  tidak mencapai sasaran non HDL-kolesterol yang diinginkan. Selain itu ternyata ada korelasi erat antara kadar non HDL-kolesterol dengan kadar apolipoprotein B. Oleh karena itu walaupun belum merupakan standar umum, statement  NCEP-ATP III  “ When triglyceride levels are > 200 mg/dl, non - HDL cholesterol becomes the secondary target of cholesterol – lowering therapy”.









   Dengan  melihat tabel diatas maka jelas pada penderita diabetes melitus sasaran kadar LDL-kolesterol yang ingin dicapai adalah  LDL-kolesterol < 100 mg/dl pada mereka dengan kadar trigliserid plasma < 200 mg/dl dan pada mereka dengan kadar trigliserid > 200 mg/dl maka sasaran adalah non – HDL kolesterol < 130 mg/dl.

PERAN STATIN UNTUK MECAPAI SASARAN LIPID
YANG DIINGINKAN

  Mengobati seseorang dengan hiperlipidemia tidaklah cukup hanya menurunkan kadar LDL-kolesterol, trigliserid, ataupun meningkatkan HDL-kolesterol. Penting sekali adalah tercapainya sasaran kadar lipid serum (target levels) yang diinginkan. Sebagai contoh seorang penderita diabetes melitus dengan kadar LDL-kolesterol 180 mg/dl dan trigliserid 250 mg/dl, dengan pemberian obat penurun lipid tidak sekadar hanya ingin mencapai kadar LDL-koleserol
< 100 mg/dl tetapi juga kadar trigliserid < 150 mg/dl dan kalau mungkin HDL-kolesterol > 40 mg/dl.

  Penelitian di Eropa yang dikenal dengan penelitian European Action on Secondary Prevention through Intervention Reduce Events (EUROASPIRE) , menemukan ternyata dari 3569 penderita yang harus mendapat pencegahan sekunder hanya 32% yang mendapat obat Dari jumlah tersebut  sebesar 49% tidak terkendali baik dengan kadar total kolesterol yang masih tinggi yaitu    > 220 mg/dl. Hasil penelitian serupa di Amerika Serikat yang dikenal dengan Lipid Treatment Assessment Project (L-TAP) , didapatkan hanya 38% dari 4888 yang mencapai sasaran yang diinginkan oleh NCEP. Menjadi pertanyaan ialah apa penyebab kegagalan mencapai sasaran LDL-kolesterol yang diinginkan?. Terdapat dua hal penting yaitu apakah dokter tidak menyesuaikan dosis obat dengan kadar LDL-kolesterol, ataukah obat yang digunakan kurang kuat untuk menurunkan kadar LDL-kolesterol.

Kadar LDL-kolesterol, trigliserid, ataukan HDL-kolesterol?  
  
   Sampai saat ini sasaran lipid serum yang menjadi tujuan pengobatan intervensi adalah LDL-kolesterol. Tidak dapat disangkal bahwa dengan menurunkan kadar LDL-kolesterol dapat menurunkan angka kejadian dan kematian PAK . Penelitian Helsinki Heart Study membuktikan sebaliknya bahwa obat gemfibrozil dengan menurunkan trigliserid sebesar 35% dan meningkatkan HDL-kolesterol 11% dapat menurunkan angka infark miokard dan kematian PAK sebesar 34%. Penelitian VA – HIT  dengan gemfibrozil sebagai pencegahan sekunder dengan hanya meningkatkan HDL-kolesterol 6% tanpa menurunkan kadar LDL-kolesterol pada mereka dengan kadar LDL-kolesterol yang dianggap normal, ternyata hampir sama hasilnya yang ditemukan pada penelitian CARE . Oleh karena itu timbul pertanyaan apakah hanya LDL-kolesterol yang menjadi sasaran intervensi,  bagaimana dengan trigliserid dan HDL-kolesterol?

Profil lipid mana yang paling sering ditemukan

    Bila kita melihat hasil pemeriksaan lipid seseorang terutama bagi mereka yang memerlukan tindakan pencegahan sekunder (pasca PAK dan diabetes melitus), ternyata sebagian besar  penderita akan mempunyai kadar lipid berupa hiperlipidemia campuran (combined hyperlipidemia) yaitu LDL-kolesterol dan trigliserid yang tinggi dengan / tanpa HDL-kolesterol rendah. Menjadi pertanyaan obat mana yang sesuai untuk hiperlipidemia campuran. Ada tiga jenis obat penurun lipid yang dapat menurunkan LDL-kolesterol dan trigliserid, dan menaikkan HDL-kolesterol yaitu statin, fibrat dan asam nikotinik.Pada tabel 6 diperlihatkan cara kerja ketiga obat tersebut.
 

















    Obat asam nikotinik oleh karena banyak efek samping seperti hiperglikemi puasa, hiperurikemi, dan sakit kepala sehingga sampai saat ini kurang banyak digunakan. Dengan demikian pilihan hanya pada golongan statin dan fibrat. Kita ketahui bahwa statin terutama bekerja menurunkan kolesterol sedang fibrat lebih banyak menurunkan trigliserid. Tergantung pada keadaan dislipidemi penderita, dan sasaran kadar lipid yang ingin dicapai maka pilihan  golongan statin atau fibrat dapat disesuaikan.  Penelitian akhir memberikan  kesan bahwa golngan fibrat dapat meningkatkan kadar apolipoprotein A1, dengan demikian dapat meningkatkan kadar HDL-kolesterol. Sebaliknya obat statin khususnya generasi ketiga seperti atorvastatin selain sangat efektif menurunkan LDL-kolesterol juga berkemampuan meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar trigliserid.

RINGKASAN        

  Dibandingkan dengan NCEP-ATP II, terdapat beberapa perubahan pada NCEP-ATP III. Perubahan tersebut antara lain perubahan kadar lipid serum, terutama kadar HDL-kolesterol yang rendah berubah dari < 35 mg/dl menjadi < 40 mg/dl. Kadar trigliserid normal menjadi < 150 mg/dl, dan menyarankan perlu digunakan perhitungan non-HDL kolesterol bagi mereka yang kadar trigliserid > 200 mg/dl. Selain itu perubahan penting lainnya ialah dimasukkannya “CHD risk equivalents” seperti diabetes melitus dan penyakit pembuluh darah arteri perifer yang disamakan dengan penderita pasca infark miokard artinya harus mendapat pencegahan sekunder, dengan konsekuensi kadar LDL-kolesterol < 100 mg/dl.

   Dengan semakin ketatnya kadar lipid serum yang harus dicapai dalam tindakan intervensi penyakit arteri koroner (PAK), maka sebagian besar penderita khususnya mereka untuk pencegahan sekunder termasuk penderita diabetes melitus akan sulit mencapai sasaran lipid serum yang diinginkan. Obat golongan statin khususnya generasi ketiga seperti atorvastatin dengan dosis yang lebih besar telah terbukti selain menurunkan kadar LDL-kolesterol juga dapat menurunkan trigliserid dan meningkatkan HDL-kolesterol. Seperti diketahui sebagian besar dari penderita pasca infark miokard dan penderita diabetes melitus mempunyai profil lipid serum berupa hiperlipidemia kombinasi. Pada penderita demikian agaknya statin khususnya generasi ketiga merupakan pilihan pertama untuk mencapai sasaran yang diinginkan oleh NCEP, terkecuali bila kadar trigliserid > 400 mg/dl. Pada penderita dengan kadar trigliserid > 200 mg/dl seperti pendetrita diabetes melitus pada umumnya, perlu dipertimbangkan menggunakan kriteria non-HDL kolesterol sebagai sasaran yang diinginkan.

Daftar Pustaka

1.  Farnier M, Dovignon J. Current and future treatment of 

    hyperlipidemias: The role of statins.  Am J Cardiol 
    1998;82:3J-10J.
2.  Sheperd J, Cobb SM, Ford I, Isles CG, Lorimer AR, MacFarlane 

    PW McKillop JH, Packard CJ. Prevention of  coronary heart
    disease with pravastatin in men with hypercholesterolemia. 
    N Engl J Med 1995;333:1301-07.
3.  Sacks FM, Pfeffer MA, Moye LA, Rouleau JL, Rutherford JD, 

    Cole TG, Brown L, Warnica JW, Arnold JMO, Wun C,Davis BR,
    Braunwald E. For the cholesterol and recurrent events trial
    investigators. The effect of  pravastatin on coronary events
    after myocardial infarction in patients with average
    cholesterol levels. N  Engl J Med 1996;335:1001-1009.
4.  Farnier M, The Cerivastatin Study Group. Cerivastatin in the

    treatment of mixed hyperlipidemia: The RIGHT Study. Am J 
    Cardiol 1998;82:47J-51J.
5.  Manninen V, Tenkanen L, Koskinen P, Huttunen JK, Mänttäri M,

    Heinonen OP, Frick MH. Joint effects of serum  triglycerides
    and LDL cholesterol and HDL cholesterol concentrations on
    coronary heart disease risk in the  Helsinki Heart Study –
    implications for treatment. Circulation 1992;85:37-45.
6.  Rubins HB, Robins S, Collins D, Fye CL, Anderson JW, Elam MB,

    Faas FH, Linares E, Schaefer EJ, Schectman G, Wilt TJ, Wittes
    J. For the Veterans Affairs High-Density Lipoprotein 
    Cholesterol Intervention Trial Study   Group. Gemfibrozil for
    the secondary prevention of coronary heart disease in men low
    levels of high-density lipoprotein cholesterol. N Engl J Med
    1999;341:410-418.
7.  Expert Panel on Detection, Evaluation and Treatment of High

    Blood Cholesterol in Adults. Summary of the second report of 
    the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert 
    Panel on Detection, Evaluation, and   Treatment of High Blood
    Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel II). JAMA 
    1993;269:3015-23.
8.  Expert Panel on Detection, Evaluation and Treatment of High

    Blood Cholesterol in Adults. Executive Summary of  the Third
    Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP)
    Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High
    Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel II). JAMA 
    2001;285:2486-47.
9.  Betterridge JD. Lipid disorders in diabetes mellitus.In Text

    book of Diabetes, Pickup JC, Williams G , 2 ed  edition,
    Blackwell Science Ltd, Oxfortd 1997: 55.1-5.31.
10. Grundy MS. Consensus Statement: The Role of Therapy With

    “Statins” in Patients With Hypertriglyceridemia. Am J Cardiol
    1998;81:1B-6B.
11. Ballatyne MC, Andrews CT, Hsia AJ, Kramer HJ, Shear C, for

    the ACCES Study Group. Correlation of Non-High- Density
    Lipoprotein Cholesterol With Apolipoprotein B: Effect of 5
    Hydroxymethylglutaryl Coenzyme A Reductase Inhibitors on
    Non-High-Density Lipoprotein Cholesterol Levels.
12. EUROASPIRE Study Group. A European Society of Cardiology

    survey of secondary prevention of coronary heart disease:
    principal results. European Action on Secondary Prevention
    through Intervention to Reduce Events. Eur Heart J 1997;18
    (Suppl 10):1569-82.
13. Pearson TA, Laurora I, Chu H, Kafonek S. The lipid treatment

    assessment project (L-TAP): a multicenter survey  to evaluate
    the percentages of dyslipidemic patients receiving lipid-
    lowering therapy and achieving low-density lipoprotein
    cholesterol goals. Arch Intern Med 2000;160 (Suppl 4):459-67.


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dokter Network Angk 97