Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUP. DR. Wahidin Sudirohusodo/FK UNHAS
Makassar
Pendahuluan
Sampai saat ini telah dikenal berbagai obat antihiperglikemik oral (AHO) pada pengobatan diabetes melitus (DM) namun jarang diutarakan manfaatnya bila obat-obat tersebut dikombinasi. Pada umumnya obat obat antihiperglikemik oral (AHO) bekerja untuk meningkatkan sekresi insulin (insulin secretagogue) atau meningkatkan sensitifitas jaringan perifer terhadap insulin (non secretagogue).
Melihat cara kerja obat ini yang berbeda maka sangat rasional bila obat ini diberikan dalam bentuk kombinasi akan mempunyai efek yang lebih besar ketimbang diberikan secara tersendiri-sendiri (terapi tunggal).
Pengobatan DM tipe 2 meliputi perencanaan makan , latihan fisik, penyuluhan , obat AHO dan insulin. Bukti klinis dari berbagai klinik menunjukkan bahwa hanya 10 % pasien yang berhasil dengan perencanaan makan , latihan fisik dan penyuluhan dan hanya 10 % berindikasi pemberian insulin sedang sisanya 80% membutuhkan pengobatan dengan obat antihiperglikemik oral (AHO).
Sampai saat ini telah dikenal berbagai obat antihiperglikemik oral (AHO) pada pengobatan diabetes melitus (DM) namun jarang diutarakan manfaatnya bila obat-obat tersebut dikombinasi. Pada umumnya obat obat antihiperglikemik oral (AHO) bekerja untuk meningkatkan sekresi insulin (insulin secretagogue) atau meningkatkan sensitifitas jaringan perifer terhadap insulin (non secretagogue).
Melihat cara kerja obat ini yang berbeda maka sangat rasional bila obat ini diberikan dalam bentuk kombinasi akan mempunyai efek yang lebih besar ketimbang diberikan secara tersendiri-sendiri (terapi tunggal).
Pengobatan DM tipe 2 meliputi perencanaan makan , latihan fisik, penyuluhan , obat AHO dan insulin. Bukti klinis dari berbagai klinik menunjukkan bahwa hanya 10 % pasien yang berhasil dengan perencanaan makan , latihan fisik dan penyuluhan dan hanya 10 % berindikasi pemberian insulin sedang sisanya 80% membutuhkan pengobatan dengan obat antihiperglikemik oral (AHO).
Pemakaian sulfonilurea sebagai terapi tunggal masih dilakukan pada pengobatan DM dengan AHO akan tetapi telah diketahui bahwa pemberian sulfonilurea memberi kegagalan primer atau sekunder yang pada penelitian menunjukkan 5-10 % setiap tahunnya pemakai sulfonilurea mengalami kegagalan. Tercatat kadar glukosa rata-rata akan kembali ke nilai awal setelah 5 tahun pengobatan dan tidak jarang pada pasien DM tipe-2 yang baru ditegakkan dengan kadar glukosa darah puasa > 200 mg% tidak mencapai kontrol euglikemik dengan pengobatan monoterapi saja. Diperlukan insulin sebagai tambahan untuk mencapai kontrol euglikemik. Biasanya sebelum ditambahkan insulin, pengobatan AHO lain yang mempunyai mekanisme kerja berbeda dengan AHO pertama diberikan secara kombinasi. Setiap kombinasi 2 obat antihiperglikemik oral (AHO) diharapkan akan memberi efek sinergistik atau tambahan dalam menurunkan glukosa darah dengan efek samping yang kurang dan outcome yang lebih baik.
Penelitian secara prospektif di UK (UKPDS) memperlihatkan dengan jelas adanya progresivitas penyakit pada 4209 pasien yang diteliti dengan terapi konvensional diet dan pengobatan tunggal intensif AHO. Pengobatan tunggal AHO pada DM tipe 2 yang gemuk biasanya dimulai dengan metformin sedang pada mereka yang berat badannya normal atau tidak gemuk pengobatan dimulai dengan sulfonilurea. Pengobatan kombinasi pada DM tipe 2 yang gemuk maupun tidak gemuk pada prinsipnya sama yang penting kedua obat mempunyai mekanisme kerja berbeda. Untuk hal tersebut maka dalam artikel ini akan diutarakan mengenai pengobatan kombinasi obat antihiperglikemik oral (AHO), akan tetapi sebelumnya dijelaskan mengenai pembagian dan mekanisme kerja berbagai jenis obat AHO.
Regulasi glukosa darah dan patogenesis DM tipe-2
Mekanisme regulasi glukosa darah dan patogenesis hiperglikemia DM tipe 2 sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti karena sampai saat ini belum diketahui proses mana yang lebih dahulu terjadi. Berbeda dengan DM tipe-1 dimana penyebabnya sebagian besar disebabkan oleh proses autoimun dan hanya sebagian kecil tidak diketahui penyebabnya.
Dalam keadaan normal tubuh senantiasa mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas-batas normal. Ada 3 organ yang berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa plasma yaitu sel beta pankreas dengan menghasilkan insulin untuk menurunkan glukosa darah, hati meningkatkan glukosa plasma dengan proses glukogenolisis dan glukoneogenesis dan otot menurunkan glukosa plasma dengan meningkatkan ambilan terhadap glukosa.
Pada keadaan puasa kebutuhan glukosa berasal dari hati yang disebut produksi glukosa hati (glukosa endogen) sedang pada keadaan setelah makan maka glukosa berasal dari makanan (glukosa eksogen). Pada keadaan sesudah makan sebagian besar glukosa plasma akan masuk jaringan seperti sel otot, hati, sel lemak dan sebagian masuk dalam jaringan yang tidak peka insulin seperti otak, usus, sel darah merah.
Insulin adalah merupakan faktor utama dalam mempertahankan kadar glukosa darah berkisar 70-120 mg/dl. Insulin berfungsi merangsang asupan glukosa di perifer khususnya sel otot, hati dan insulin menekan sintesis atau pelepasan glukosa oleh hati dengan kata lain insulin menekan proses glukoneogenesis dan glukogenolisis. Pada DM tipe-2 proses mana yang lebih dahulu terjadi apakah gangguan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau menurunnya kepekaan jaringan perifer (resistensi insulin) belum diketahui dengan pasti . Namun pada DM tipe-2 yang gambaran klinisnya sudah jelas kedua kelainan tersebut ditemukan bersamaan.
Dalam keadaan normal tubuh senantiasa mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas-batas normal. Ada 3 organ yang berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa plasma yaitu sel beta pankreas dengan menghasilkan insulin untuk menurunkan glukosa darah, hati meningkatkan glukosa plasma dengan proses glukogenolisis dan glukoneogenesis dan otot menurunkan glukosa plasma dengan meningkatkan ambilan terhadap glukosa.
Pada keadaan puasa kebutuhan glukosa berasal dari hati yang disebut produksi glukosa hati (glukosa endogen) sedang pada keadaan setelah makan maka glukosa berasal dari makanan (glukosa eksogen). Pada keadaan sesudah makan sebagian besar glukosa plasma akan masuk jaringan seperti sel otot, hati, sel lemak dan sebagian masuk dalam jaringan yang tidak peka insulin seperti otak, usus, sel darah merah.
Insulin adalah merupakan faktor utama dalam mempertahankan kadar glukosa darah berkisar 70-120 mg/dl. Insulin berfungsi merangsang asupan glukosa di perifer khususnya sel otot, hati dan insulin menekan sintesis atau pelepasan glukosa oleh hati dengan kata lain insulin menekan proses glukoneogenesis dan glukogenolisis. Pada DM tipe-2 proses mana yang lebih dahulu terjadi apakah gangguan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau menurunnya kepekaan jaringan perifer (resistensi insulin) belum diketahui dengan pasti . Namun pada DM tipe-2 yang gambaran klinisnya sudah jelas kedua kelainan tersebut ditemukan bersamaan.
Pembagian obat antihiperglikemik oral (AHO).
Dalam beberapa tahun terakhir telah ditemukan beberapa jenis AHO sehingga golongan sulfonilurea yang mendominasi AHO mulai berkurang dengan munculnya obat acarbose, repaglinide, nateglinide dan thiazolidinedione.
Menurut mekanisme kerjanya, AHO dapat dibagi dalam 4 golongan :
usus yaitu golongan Alfa glucosidase inhibitor (acarbose)
2. Obat yang kerjanya merangsang sekresi insulin (insulin
secretagogue)
a. Golongan sulfonilurea (Glibenclamide, Gluquidone,
Gliclazide, glipizide, Glimepiride)
b. Golongan nonsulfonilurea ( Repaglinide, Nateglinide,
Meglitinide )
3. Obat yang kerjanya menghambat produksi glukosa di hati
Metformin (glucophag, Formell, Diabex, Glukotide)
4. Obat yang kerjanya meningkatkan ambilan glukosa (glucose
uptake) di jaringan perifer yaitu thiazolidinedione,
metformin dan sulfonilurea.
Bila ditilik mekanisme kerja masing-masing golongan obat tersebut maka sulfonilurea terutama mempunyai kerja meningkatkan sekresi insulin pada sel beta pankreas dengan menghambat dan menutup ATP dependent K channel, sehingga K efflux menurun, terjadi retensi kalium (K) , menyebabkan depolarisasi yang membuka votage Ca ++ channel mengakibatkan influx Ca++ meningkat, merangsang eksositosis granula insulin sehingga akhirnya sekresi insulin meningkat. Selain itu sulfonilurea dapat berfungsi menekan sel-sel alfa menghasilkan glukagon dan merangsang sel delta untuk meningkatkan sekresi somatostatin yang merupakan penghambat glukagon.
Glimepiride adalah golongan sulfonilurea generasi ke 3 yang mempunyai kelebihan dari generasi sebelumnya yaitu selain meningkatkan sekresi insulin, juga meningkatkan asupan glukosa di perifer dengan memacu translokasi GLUT 4 untuk masuknya glukosa dalam sel dan efek hipoglikemik yang minimal dan tidak menyebabkan vasokonstriksi perifer. Golongan obat nonsulfonilurea seperti repaglinide, nateglinide mempunyai tempat reseptor tersendiri atau berbeda dengan tempat reseptor sulfonilurea dan tidak memacu secara langsung eksositosis insulin dalam meningkatkan sekresi insulin. Obat ini dikenal dengan “Prandial Glucose Regulator” sehingga timbul konsep No Meal- No Dose.
Repaglinide adalah AHO yang mempunyai struktur molekuler, mekanisme kerja, dan ekskresi yang unik. Walaupun bukan sulfonilurea akan tetapi obat ini dimasukkan kedalam kelompok insulin secretagogue karena mekanisme kerjanya merangsang sekresi insulin dari sel beta pankreas akan tetapi waktu paruhnya pendek dan sebagian besar tidak diekskresi lewat ginjal serta cepat diabsorbsi.
Berbeda dengan sulfonilurea , metformin mempunyai mekanisme kerja bukan meningkatkan sekresi insulin di sel beta pankreas akan tetapi terutama bekerja menghambat produksi glukosa oleh hati dengan menekan glukoneogenesis dan glikogenolisis. Selain itu metformin bekerja pada daerah jaringan perifer dengan meningkatkan asupan glukosa (glucose-uptake) dan menghambat absorbsi glukosa di usus.
Obat penyekat alfa glukosidase acarbose menurunkan kadar glukosa plasma postprandial dengan memperlambat absorbsi karbohidrat di usus dan menghemat pemakaian insulin.
Thiazolidinediones dalam hal ini troglitazone, rosiglitazone, pioglitazone adalah obat yang diperkenalkan sebagai insulin sensizer karena meningkatkan sensitivitas insulin baik terhadap hati maupun pada organ lainya dan otot skelet.
Glimepiride adalah golongan sulfonilurea generasi ke 3 yang mempunyai kelebihan dari generasi sebelumnya yaitu selain meningkatkan sekresi insulin, juga meningkatkan asupan glukosa di perifer dengan memacu translokasi GLUT 4 untuk masuknya glukosa dalam sel dan efek hipoglikemik yang minimal dan tidak menyebabkan vasokonstriksi perifer. Golongan obat nonsulfonilurea seperti repaglinide, nateglinide mempunyai tempat reseptor tersendiri atau berbeda dengan tempat reseptor sulfonilurea dan tidak memacu secara langsung eksositosis insulin dalam meningkatkan sekresi insulin. Obat ini dikenal dengan “Prandial Glucose Regulator” sehingga timbul konsep No Meal- No Dose.
Repaglinide adalah AHO yang mempunyai struktur molekuler, mekanisme kerja, dan ekskresi yang unik. Walaupun bukan sulfonilurea akan tetapi obat ini dimasukkan kedalam kelompok insulin secretagogue karena mekanisme kerjanya merangsang sekresi insulin dari sel beta pankreas akan tetapi waktu paruhnya pendek dan sebagian besar tidak diekskresi lewat ginjal serta cepat diabsorbsi.
Berbeda dengan sulfonilurea , metformin mempunyai mekanisme kerja bukan meningkatkan sekresi insulin di sel beta pankreas akan tetapi terutama bekerja menghambat produksi glukosa oleh hati dengan menekan glukoneogenesis dan glikogenolisis. Selain itu metformin bekerja pada daerah jaringan perifer dengan meningkatkan asupan glukosa (glucose-uptake) dan menghambat absorbsi glukosa di usus.
Obat penyekat alfa glukosidase acarbose menurunkan kadar glukosa plasma postprandial dengan memperlambat absorbsi karbohidrat di usus dan menghemat pemakaian insulin.
Thiazolidinediones dalam hal ini troglitazone, rosiglitazone, pioglitazone adalah obat yang diperkenalkan sebagai insulin sensizer karena meningkatkan sensitivitas insulin baik terhadap hati maupun pada organ lainya dan otot skelet.
Pengobatan kombinasi
Dari berbagai obat antihiperglikemik oral (AHO) yang dikenal saat ini maka sangat rasional bila dua macam AHO yang mekanisme kerjanya berbeda dikombinasi sehingga diperoleh efek kontrol glikemik yang lebih baik dibanding bila obat diberikan secara tunggal.
Sulfonilurea telah terbukti dalam pemberiannya memerlukan dosis yang semakin meningkat dan tidak mustahil pada suatu ketika dosis obat sudah maksimal akan tetapi kadar glukosa darah belum terkontrol baik (gagal sekunder). Hal ini disebabkan karena ketidak mampuan sel beta untuk lebih meningkatkan sekresi insulin walaupun diberikan dosis maksimal. Disamping itu resistensi insulin lambat laun semakin meningkat.
Pengobatan kombinasi pada awalnya baru dimulai bila salah satu jenis AHO yang diberikan sudah dosis maksimal, namun tidak mampu mengendalikan kadar glukosa plasma, sehingga perlu AHO lain yang mempunyai titik tangkap yang berbeda dengan AHO yang pertama. Baik sulfonilurea maupun metformin pada pemberian jangka lama, ternyata memerlukan dosis semakin meningkat untuk mencapai derajat kontrol glikemik, akan tetapi efek samping obat semakin meningkat pula. Untuk itu diperlukan tambahan AHO lain sebelum dosis maksimal dicapai. Pemberian AHO secara kombinasi dapat diberikan lebih dini dengan dosis yang lebih kecil dengan alasan adanya gangguan sekresi insulin dan gangguan resistensi insulin. Penelitian oleh asosiasi diabetes Amerika (ADA) merekomndasikan indikasi pengobatan kombinasi AHO pada pasien DM tipe-2 dengan HbAic > 8%.
1. Sulfonilurea dengan metformin
2. Sulfonilurea dengan penyekat alfa glukosidase(acarbose)
3. Sulfonilurea dengan repaglinide/nateglinide
4. Sulfonilurea dengan thiazolidinedione
5. Metformin dengan nateglinide
6. Metformin dengan acarbose
7. Metformin dengan thiazolidinediones
8. Nateglinide dengan thiazolidinediones
1. Sulfonilurea dengan metformin
Kombinasi sulfonilurea dengan metformin bekerja saling sinergistik, dapat ditolerir dan memperbaiki kontrol glikemik dan kadar lipid pada DM tipe-2 yang tidak terkendali dengan hanya perencanaan makan dan sulfonilurea.Di Amerika Serikat pemakaian sulfonilurea pada DM tipe-2 umumnya merupakan pilihan pertama AHO, namun ternyata 30 % pasien yang menerima sulfonilurea mengalami kegagalan sejak awal pengobatan sedang 70 % berhasil, namun masih akan mengalami kegagalan rata-rata 4-5% pertahun. Ternyata dengan kombinasi metformin akan memberi efek kontrol glikemik, aman karena mekanisme kerja kedua obat ini berbeda. Metformin menurunkan glukosa darah dengan menurunkan produksi glukosa hati dan meningkatkan asupan glukosa di jaringan perifer sedang sulfonilurea meningkatkan sekresi insulin. Kadar lipid menurun sebagaimana bila metformin diberikan sendiri. Demikian pula bahaya asidosis laktat walaupun meningkat akan tetapi sama dengan apabila diberikan sendiri.
Dalam penelitian uji klinis dengan randomized, double-blind, control study terhadap 632 pasien dengan kadar glukosa darah puasa > 250 mg% dan HbA1c 8,8% memperlihatkan perbaikan dalam 6 bulan bila dengan terapi kombinasi antara glyburide dengan metformin. Demikian pula penelitian UKPDS terhadap 591 pasien yang kontrol jelek dengan pengobatan tunggal setelah ditambahkan metformin memberikan penurunan glukosa darah sebesar 30 % dan HbA1c menurun 0,5% secara sangat bermakna dibanding bila diberikan pengobatan tunggal saja. Dengan terapi kombinassi sulfonilurea dan metformin juga memperlihatkan simptom hipoglikemia menurun, kenaikan berat badan tidak meningkat dibanding dengan pemberian sulfonilurea sendiri. Demikian pula keluhan-keluhan gastrointestinal yang sering ditemukan pada pemberian metformin justru menurun pada pengobatan kombinasi.
Kombinasi sulfonilurea dengan metformin bekerja saling sinergistik, dapat ditolerir dan memperbaiki kontrol glikemik dan kadar lipid pada DM tipe-2 yang tidak terkendali dengan hanya perencanaan makan dan sulfonilurea.Di Amerika Serikat pemakaian sulfonilurea pada DM tipe-2 umumnya merupakan pilihan pertama AHO, namun ternyata 30 % pasien yang menerima sulfonilurea mengalami kegagalan sejak awal pengobatan sedang 70 % berhasil, namun masih akan mengalami kegagalan rata-rata 4-5% pertahun. Ternyata dengan kombinasi metformin akan memberi efek kontrol glikemik, aman karena mekanisme kerja kedua obat ini berbeda. Metformin menurunkan glukosa darah dengan menurunkan produksi glukosa hati dan meningkatkan asupan glukosa di jaringan perifer sedang sulfonilurea meningkatkan sekresi insulin. Kadar lipid menurun sebagaimana bila metformin diberikan sendiri. Demikian pula bahaya asidosis laktat walaupun meningkat akan tetapi sama dengan apabila diberikan sendiri.
Dalam penelitian uji klinis dengan randomized, double-blind, control study terhadap 632 pasien dengan kadar glukosa darah puasa > 250 mg% dan HbA1c 8,8% memperlihatkan perbaikan dalam 6 bulan bila dengan terapi kombinasi antara glyburide dengan metformin. Demikian pula penelitian UKPDS terhadap 591 pasien yang kontrol jelek dengan pengobatan tunggal setelah ditambahkan metformin memberikan penurunan glukosa darah sebesar 30 % dan HbA1c menurun 0,5% secara sangat bermakna dibanding bila diberikan pengobatan tunggal saja. Dengan terapi kombinassi sulfonilurea dan metformin juga memperlihatkan simptom hipoglikemia menurun, kenaikan berat badan tidak meningkat dibanding dengan pemberian sulfonilurea sendiri. Demikian pula keluhan-keluhan gastrointestinal yang sering ditemukan pada pemberian metformin justru menurun pada pengobatan kombinasi.
2. Sulfonilurea dengan penyekat alfa glukosidase(acarbose)
Pemberian tambahan acarbose pada pasien DM tipe-2 yang mendapat sulfonilurea memberi efek tambahan dalam menurunkan kadar glukosa plasma terutama penurunan glukosa darah postprandial dibanding terapi kombinasi sulfonilurea dengan metformin.
Pemberian tambahan acarbose pada pasien DM tipe-2 yang mendapat sulfonilurea memberi efek tambahan dalam menurunkan kadar glukosa plasma terutama penurunan glukosa darah postprandial dibanding terapi kombinasi sulfonilurea dengan metformin.
Pada pasien-pasien yang gagal sekunder dianjurkan memberikan AHO golongan acarbose karena hal ini dapat menunda pemakaian insulin. Terbukti ditemukan penurunan kebutuhan insulin setelah ditambahkan acarbose pada beberapa pasien. Acarbose atau miglitol walapun bukan insulin sensizer akan tetapi membantu kerja insulin dengan cara langsung memperlambat absorpsi glukosa setelah makan dan menurunkan jumlah insulin yang diperlukan pada postprandial. Dengan demikian kombinasi sulfonilurea dengan acarbose akan memeperbaiki gukosa darah puasa dan postprandial. Penelitian secara multisenter, double-blind, cross-over study menunjukkan penurunan glukosa darah , HbA1c lebih baik dibanding dengan sulfonilurea dan plasebo .
3. Sulfonilurea dengan repaglinide
Penelitian secara prospektif, multisenter, selama 1 tahun dengan double blind menunjukkan repaglinide sama efektifnya dengan sulfonilurea pada pengobatan DM tipe-2. Walaupun repaglinide dan sulfonilurea mempunyai mekanisme kerja yang sama yaitu insulin sekretagoque, kedua obat ini dapat dikombinasi dengan alasan mempunyai tempat reseptor yang berbeda pada sel beta pankreas dan tidak memacu sel secara langsung exositosis dari insulin. Dengan demikian secara teoritis repaglinide dapat dikombinasi dengan sulfonilurea, namun masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
4. Sulfonilurea dengan thiazolidinediones
Kombinasi sulfonilurea dengan thiazolidinediones bekerja sinergistik dalam kontrol glikemik pada DM tipe-2 dan terbukti sama efektifnya dengan kombinasi sulfonilurea dengan metformin. Pada uji klinis double-blind dengan kontrol plasebo pada 552 pasien DM tipe-2 yang tidak terkontrol dengan glibenklamide 12 mg perhari diberikan tambahan troglitazone 400 mg perhari dan hasilnya dapat menurunkan kadar glukosa plasma puasa sebesar 15 %.
Penelitian secara prospektif, multisenter, selama 1 tahun dengan double blind menunjukkan repaglinide sama efektifnya dengan sulfonilurea pada pengobatan DM tipe-2. Walaupun repaglinide dan sulfonilurea mempunyai mekanisme kerja yang sama yaitu insulin sekretagoque, kedua obat ini dapat dikombinasi dengan alasan mempunyai tempat reseptor yang berbeda pada sel beta pankreas dan tidak memacu sel secara langsung exositosis dari insulin. Dengan demikian secara teoritis repaglinide dapat dikombinasi dengan sulfonilurea, namun masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
4. Sulfonilurea dengan thiazolidinediones
Kombinasi sulfonilurea dengan thiazolidinediones bekerja sinergistik dalam kontrol glikemik pada DM tipe-2 dan terbukti sama efektifnya dengan kombinasi sulfonilurea dengan metformin. Pada uji klinis double-blind dengan kontrol plasebo pada 552 pasien DM tipe-2 yang tidak terkontrol dengan glibenklamide 12 mg perhari diberikan tambahan troglitazone 400 mg perhari dan hasilnya dapat menurunkan kadar glukosa plasma puasa sebesar 15 %.
5. Metformin dengan nateglinid / repaglinide
Penelitian dari Horton dkk. menunjukkan efek nateglinid bila dikombinasi dengan metformin saling melengkapi dalam memperbaiki kontrol glikemik DM tipe-2. Nateglinid menurunkan hiperglikemik postprandial. Penurunan HBA1c 0,5 % bila hanya dengan terapi nateglinid dan jika hanya metformin menurun 0,8 % sedang bila dikombinasi maka penurunan HbA1c 1,4%.
Penelitian dari Horton dkk. menunjukkan efek nateglinid bila dikombinasi dengan metformin saling melengkapi dalam memperbaiki kontrol glikemik DM tipe-2. Nateglinid menurunkan hiperglikemik postprandial. Penurunan HBA1c 0,5 % bila hanya dengan terapi nateglinid dan jika hanya metformin menurun 0,8 % sedang bila dikombinasi maka penurunan HbA1c 1,4%.
Penelitian terhadap 467 pasien DM tipe-2 yang gagal dengan pengobatan metformin dosis >1500 mg perhari, bila ditambahkan nateglinide 60-120 mg perhari, selama 24 minggu penelitian menunjukkan penurunan bermakna kadar glukosa plasma puasa dan HbA1c. Bila repaglinide dikombinasi dengan metformin HbA1c menurun dari 8,3% menjadi 6,9%(p.<0,002) dan kadar glukosa darah puasa menurun dari 10,2 menjadi 8,0 mmol/l (p<0,001). Sedang apabila kedua obat ini diberikan secara tunggal hasilnya tidak bermakna menurunkan kadar glukosa darah puasa maupun Hb A1c. Selanjutnya Moses memperlihatkan kombinasi metformin dengan repaglinide lebih efektif dibanding bila diberikan secara tunggal
6. Metformin dengan thiazolidinediones
Kombinasi metformin dengan thiazolidindiones saling menyokong khususnya pada pasien DM tipe-2 yang resistensi insulinnya dominan. Metformin menekan produksi glukosa di hati dan thiazolidinediones khususnya troglitazone mempunyai titik tangkap meningkatkan uptake glukosa di otot.
Kombinasi metformin dengan thiazolidindiones saling menyokong khususnya pada pasien DM tipe-2 yang resistensi insulinnya dominan. Metformin menekan produksi glukosa di hati dan thiazolidinediones khususnya troglitazone mempunyai titik tangkap meningkatkan uptake glukosa di otot.
7. Nategklinide dengan thiazolidinediones
Penelitian secara multisenter terhadap 256 pasien DM tipe-2 selama 33 minggu, menunjukkan kombinasi repaglinide dengan troglitazone menurunkan secara bermakna HbA1c dari 8,9 menjadi 7,9% pada pasien yang diterapi dengan repaglinide saja dan dari 8,6 menjadi 7,3 % bila pengobatan kombinasi repaglinide dengan troglitazone pada 14 minggu pengobatan. Sedang apabila pasien mendapat hanya dengan troglitazone hasilnya justru meningkat dari 8,6 ke 8,7 %. Dengan demikian dapat disimpulkan ada efek sinergistik obat kombinasi repaglinide dengan troglitazone sehingga lebih efektif dibanding diberikan secara tunggal. Tidak ditemukan efek hipoglikemia selama penelitian berlangsung.
Penelitian secara multisenter terhadap 256 pasien DM tipe-2 selama 33 minggu, menunjukkan kombinasi repaglinide dengan troglitazone menurunkan secara bermakna HbA1c dari 8,9 menjadi 7,9% pada pasien yang diterapi dengan repaglinide saja dan dari 8,6 menjadi 7,3 % bila pengobatan kombinasi repaglinide dengan troglitazone pada 14 minggu pengobatan. Sedang apabila pasien mendapat hanya dengan troglitazone hasilnya justru meningkat dari 8,6 ke 8,7 %. Dengan demikian dapat disimpulkan ada efek sinergistik obat kombinasi repaglinide dengan troglitazone sehingga lebih efektif dibanding diberikan secara tunggal. Tidak ditemukan efek hipoglikemia selama penelitian berlangsung.
telah dilakukan Penelitian pengobatan kombinasi nateglinide dengan troglitazone dan Hasil akhir setelah penelitian, menunjukkan penurunan kadar glukosa darah puasa dan HbA1c secara statistik sangat bermakna, dibanding jika ke dua obat tersebut digunakan dengan pengobatan tunggal.
Ringkasan
Sampai saat ini telah dikenal berbagai jenis obat antihiperglikemik oral (AHO) yang pada prinsipnya bertujuan pertama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas (golongan obat secretagogue) seperti golongan sulfonilurea dan nonsulfonilurea misalnya repaglinide, nateglinide dan kedua adalah golongan obat untuk meningkatkan sensitivitas insulin di jaringan resistensi insulin seperti metformin, thiazolidinediones. Pengobatan kombinasi dua jenis AHO yang mekanisme kerjanya berbeda titik tangkapnya terbukti menyebabkan kontrol glikemik secara bermakna dibanding bila diberikan secara tunggal. Kombinasi dua macam AHO selain mengurangi efek samping juga dapat menunda pemberian insulin. Kombinasi sulfonilurea dan metformin paling sering dilakukan , namun kombinasi lainnya dapat juga memberi efek yang sama. Meskipun pemberian obat secara kombinasi di sarankan namun Pemberian 3 jenis AHO yang berbeda tempat kerjanya juga tidak dianjurkan. oleh karena selain tidak praktis, efek sampingnya juga lebih besar.Bagi mereka yang gagal dengan kombinasi 2 macam AHO, maka pemberian insulin yang kerjanya sedang dimalam hari sebagai pengobatan tambahan dianjurkan.
1. Chiu KC, Permutt MA. Genetic factors in the pathogenesis of
NIDDM. In textbook of diabetes edit Pickup J,William G. 1st
edit.Blackwell science ltd. Massachussets USA.1997;18.1-18.10.
2. Kruszynska YT. Metabolic disturbances in diabetes mellitus. In
textbook of diabetes edit Pickup J,William G. 1st edit.
Blackwell science ltd. Massachussets USA.1997;29.1-29.5
3. Consoli A.Role of liver in pathofisiology of NIDDM.
Diab.care.1992;15:430-441..
4. DeFronzo RA, Bonadonna RC, Ferranini E. Pathogenesis of
NIDDM. Diab. Care 1992;15:318-368.
5. Sidartawan Soegondo : Penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2
Naskah lengkap Simposium Free radicals in Diabetes and their
interaction with sulphonylureas 24 Maret 2001 Diamicron
Scientific Collection .Jakarta. 2000 ; 1-9.
6. Riddle M . Combining sulfonylureas and other oral agents. The
Am J of Med. Proceedings of a symposium.2000;108(6A):15S-22S.
7. Askandar TJ. Novel OHA : a Prandial Glucose Regulator
(Introduction with Repaglinide.Naskah lengkap Simposium
Diabetes mellitus “New aproach in the treatment of type 2
diabetes 21-22 Oktober 2000 Makassar, Editor:Adam JMF, Sanusi
H, Aman M. Perkeni cabang Makassar.2000; 13-18.
8. Harrower,ADB. Comparison of efficacy, secondary failure rate
and complications of sulfonylureas. J.Diab Comp
1994;8,201-213.
9. Kabayoshi M.Glimepiride : An oral antidiabetic agent. in
Diabetes in the millennium edited by: Turtle,JR., Kaneko T,
Osato S . The Endocrinology and Diabetes Research Foundation
of The University of Sydney .Sydney.2000 : 203-206.
10.Chow CC. Repaglinide for prandial glucose regulation. Medical
progress.2000;27:37- 40.
11. Horton ES, Clinkingbeard C, Gatlin M Foley J, Mallow S, Shen
S . Nateglinide alone and in combination with metformin
improves glycaemic control by reducing mealtime glucose
levels in type 2 diabetes. Diab.Care .2000;23;:1660-1665.
12. Dunn CJ, Faulds D. Nateglinide. Drugs Adis Internqational
Limited,Auckland, Newzealand 2000;60(3):607-615.
13. Stocks,AE . Metformin in Diabetes in the millennium edited
by: Turtle,JR., Kaneko T, Osato S . The Endocrinology and
Diabetes Research Foundation of The University of Sydney
.Sydney.2000 : 207-211.
14. PI Sunyer FX . Acarbose in Diabetes in the millennium
edited by: Turtle,JR., Kaneko T, Osato S . The Endocrinology
and Diabetes Research Foundation of The University of Sydney
.Sydney.2000 : 213-217.
15. Kikuchi M. New antidiabetic drugs: Rapid onset and short
duration insulin secretagogues and new insulinsensitisers
Acarbose in Diabetes in the millennium edited by:
Turtle,JR., Kaneko T, Osato S . The Endocrinology and
Diabetes Research Foundation of The University of Sydney
.Sydney.2000 : 239-2349.
16. Riddle M . Combining sulfonylureas and other oral agents.
The Am J of Med. Proceedings of asymposium.
2000;108(6A):15S-22S.
17. Marbury T, Huang WC, Strange P, Lebovitz H. Repaglinide
versus gliburide : a one year comparison trial . Diabe care &
Clin Pract.1999;434:155-156.
18. Balfour JA, Tavish DM.. Acarbose: An update of its
farmacology and therapeutic use in diabetes mellitus. Drugs
Adis International Limited,Auckland, Newzealand 1993;46:
1025-1054.
19. Bayer. Anti diabetic :Glucobay (acarbose). April 1991; 25-30.
20. ClarkJr CM. Oral therapy in type 2 diabetes: Pharmacological
properties and clinical use of currently available agents.
Diabetes spectrum.1998;11:211-221.
21. Bell,DSH. Converting patientss with type 2 diabetes from
insulin requiring to non-insulin – requiring.Clin Diab.
1997;5: 205-207.
22. Wolffenbuttel HR, Gornist R, Squatrito S , Jones NP,
Patwardhan N: Addition of lowdose Rosiglitazone to
Sulphonylurea therapy improves glycaemic control in type 2
diabetic patients. British Diabetic Association. Diabetic
Medicine. 2000; 17: 40-47.
0 komentar:
Posting Komentar