Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UNHAS
Makassar
PENDAHULUAN
Tujuan pengobatan Diabetes Mellitus (DM) adalah memberikan kesehatan yang semaksimal mungkin dan berusaha meminimalkan komplikasi yang dapat timbul akibat penyakit tersebut.Karena DM adalah merupakan penyakit yang berkepanjangan sehingga sangatlah penting untuk menentukan tujuan pengobatan setiap pasien pada awalnya dan mengevaluasi secara teratur.
Suatu pendekatan umum yang dilakukan dewasa ini adalah memberikan pengobatan yang seminimal mungkin untuk mengatasi hiperglikemia dan keluhan-keluhan yang diakibatkannya sehingga dapat dipertahankan rasa sehat dan nyaman serta mencegah komplikasi terutama komplikasi kronik baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Dalam usaha tersebut maka dikenal 4 pilar utama pengelolaan DM yaitu penyuluhan, perencanaan makan,latihan jasmani dan obat yang berkhasiat hipoglikemik.
Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi dimulai dengan pengaturan makan disertai olahraga yang cukup selama 4-8 minggu . Bila dalam periode tersebut, kadar glukose darah masih tinggi dari normal, baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO). Tercatat hanya 5 % penderita yang mencapai normoglikemia dengan pengaturan makan dan olahraga sedang sisanya 95% tidak memberi hasil yang memuaskan sehingga dapat dimulai dengan pemberian OHO. Pada penderita hiperglikemia berat ,pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) harus dimulai lebih awal.
Dalam Artikel ini akan dibahas peranan obat hipoglikemik oral pada pengobatan DM dalam hal mekanisme kerja OHO, klasifikasi, indikasi dan kontra indikasi, serta jenis-jenis OHO.
Mekanisme kerja obat hipoglikemik oral
Pada dasarnya DM tipe 2 disebabkan oleh defek pada sekresi insulin dan kerja insulin. Ada tidaknya hiperglikemia ditentukan oleh 3 faktor yaitu sel beta pankreas yang mensekresi insulin, Hepatic glucose out put (produksi glukose hati) oleh hati dan sensitivitas jaringan perifer (otot, usus dan hati) terhadap insulin .
Obat hipoglikemik oral mempunyai titik kerja pada salah satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut diatas. Sulfonilurea misalnya mempunyai kerja terutama meningkatkan sekresi insulin, metformin bekerja diperifer pada otot-otot dimana memperbaiki sensitivitas sel terhadap insulin, inhibitor alfa glukosidase bekerja menekan penyerapan glukosa di usus, troglitazon bekerja menekan produksi glukosa oleh hati dan repaglinide bekerja meningkatkan sekresi insulin pada sel beta pankreas.
Tujuan pengobatan Diabetes Mellitus (DM) adalah memberikan kesehatan yang semaksimal mungkin dan berusaha meminimalkan komplikasi yang dapat timbul akibat penyakit tersebut.Karena DM adalah merupakan penyakit yang berkepanjangan sehingga sangatlah penting untuk menentukan tujuan pengobatan setiap pasien pada awalnya dan mengevaluasi secara teratur.
Suatu pendekatan umum yang dilakukan dewasa ini adalah memberikan pengobatan yang seminimal mungkin untuk mengatasi hiperglikemia dan keluhan-keluhan yang diakibatkannya sehingga dapat dipertahankan rasa sehat dan nyaman serta mencegah komplikasi terutama komplikasi kronik baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Dalam usaha tersebut maka dikenal 4 pilar utama pengelolaan DM yaitu penyuluhan, perencanaan makan,latihan jasmani dan obat yang berkhasiat hipoglikemik.
Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi dimulai dengan pengaturan makan disertai olahraga yang cukup selama 4-8 minggu . Bila dalam periode tersebut, kadar glukose darah masih tinggi dari normal, baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO). Tercatat hanya 5 % penderita yang mencapai normoglikemia dengan pengaturan makan dan olahraga sedang sisanya 95% tidak memberi hasil yang memuaskan sehingga dapat dimulai dengan pemberian OHO. Pada penderita hiperglikemia berat ,pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) harus dimulai lebih awal.
Dalam Artikel ini akan dibahas peranan obat hipoglikemik oral pada pengobatan DM dalam hal mekanisme kerja OHO, klasifikasi, indikasi dan kontra indikasi, serta jenis-jenis OHO.
Mekanisme kerja obat hipoglikemik oral
Pada dasarnya DM tipe 2 disebabkan oleh defek pada sekresi insulin dan kerja insulin. Ada tidaknya hiperglikemia ditentukan oleh 3 faktor yaitu sel beta pankreas yang mensekresi insulin, Hepatic glucose out put (produksi glukose hati) oleh hati dan sensitivitas jaringan perifer (otot, usus dan hati) terhadap insulin .
Obat hipoglikemik oral mempunyai titik kerja pada salah satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut diatas. Sulfonilurea misalnya mempunyai kerja terutama meningkatkan sekresi insulin, metformin bekerja diperifer pada otot-otot dimana memperbaiki sensitivitas sel terhadap insulin, inhibitor alfa glukosidase bekerja menekan penyerapan glukosa di usus, troglitazon bekerja menekan produksi glukosa oleh hati dan repaglinide bekerja meningkatkan sekresi insulin pada sel beta pankreas.
Dikenal berbagai jenis obat hipoglikemik oral :
1. Golongan Sulfonilurea (SU)
Generasi 1 :
Tolbutamid, Klorpropamid (Diabenese ),Tolazamid,Asetoheksamid.
Generasi 2 :
Glibenklamid = Gliburid(Daonil), Glipizid (Minidiab),
Gliclazid (Diamicron),Gliquidon (Glurenorm),
Glimepirid (Amaryl).
2. Biguanid :
Metformin (Glucophag, Diabex, Neo Dipar).
3. Inhibitor alfa- glukosidase:
Akarbose ( Glucobay)
4. Tiazolidinedione(Troglitazon).
5. Repaglinid (Prandin)
1. Sulfonil urea
Efek hipoglikemia dari anti diabetik sulfonil urea adalah pertama kali dikemukakan oleh Loubatieres pada tahun 1940 dan selanjutnya berkembang pada tahun 1950 an sehingga sampai sekarang ini tetap dipakai sebagai pilihan utama yang diterima secara luas untuk pasien DM tipe 2 yang tidak berhasil dengan diet dan latihan jasmani. Obat ini bekerja secara primer dengan merangsang sel beta untuk mensekresi insulin.
Sulfoniurea terikat dengan permukaan reseptor pada membran sel beta dan menghambat “ ATP-sensitive potassium Channel” sehingga mencegah keluarnya kalium dan terjadilah depolarisasi membran sel. Depolarisasi membuka voltage- dependent calcium channel akibatnya kalsium ekstra seluler masuk dalam sel dan akhirnya meningkatkan Calcium Cytosolic yang merangsang insulin.
Generasi l dari obat golongan sulfonil urea saat ini sudah jarang dipakai oleh karena efek sampingnya baik kerja pendek maupun kerja panjang seperti Klorpropamid.walaupun tidak ada perbedaan dalam segi efek sistemiknya.
Generasi 2 mempunyai kelebihan yaitu efek kerjanya sedang sehingga dapat diberikan 1 -2 kali perhari.Dosis obat lebih rendah. Dan sangat baik untuk penderita DM yang kurus yang mana sekresi insulin nya menurun (Lihat tabel 1, OHO sulfonil urea).
Sulfoniurea terikat dengan permukaan reseptor pada membran sel beta dan menghambat “ ATP-sensitive potassium Channel” sehingga mencegah keluarnya kalium dan terjadilah depolarisasi membran sel. Depolarisasi membuka voltage- dependent calcium channel akibatnya kalsium ekstra seluler masuk dalam sel dan akhirnya meningkatkan Calcium Cytosolic yang merangsang insulin.
Generasi l dari obat golongan sulfonil urea saat ini sudah jarang dipakai oleh karena efek sampingnya baik kerja pendek maupun kerja panjang seperti Klorpropamid.walaupun tidak ada perbedaan dalam segi efek sistemiknya.
Generasi 2 mempunyai kelebihan yaitu efek kerjanya sedang sehingga dapat diberikan 1 -2 kali perhari.Dosis obat lebih rendah. Dan sangat baik untuk penderita DM yang kurus yang mana sekresi insulin nya menurun (Lihat tabel 1, OHO sulfonil urea).
Golongan sulfonil urea dalam pemberiannya dapat menyebabkan kegagalan primer yaitu sejak awal pasien tidak memberi respons yang memuaskan walaupun sudah ditingkatkan dosisnya ke dosis maksimal. Keberhasilan menurunkan kadar glukosa puasa terbatas hanya 20-30 % pasien. Demikian pula dapat terjadi kegagalan sekunder bila dalam periode yang lama obat ini sudah tidak memberi hasil yang memuasjkan walaupuin diberikan dalam dosis maksimal. Kegagalan sekunder dapat terjadi pada sekitar 10 % pasien pertahun. Untuk itu diperlukan obat OHO tambahan atau insulin untuk memperbaiki kontrol glikemik.
2.Metformin
Metformin adalah golongan dimetil biguanide merupakan OHO yang dipakai untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2, penggunaanya bertujuan untuk menurunkan resistensi insulin dengan memperbaiki sensitivitas insulin terhadap jaringan. Dengan demikian metformin diindikasikan sebagai obat pilihan pertama pada pasien DM tipe 2 gemuk yang mana dasar kelainannya adalah resistensi insulin. Walaupun cara kerja metformin berbeda dengan SU akan tetapi efek kontrol glikemik sama dengan golongan sulfonil urea (SU). Sulfonil urea dapat menyebabkan kenaikan berat badan sedang metformin tidak demikian. Selain itu efek hipoglikemik SU sering ditemukan sedang dengan metformin jarang. Oleh karena itu metformin dikenal bekerja sebagai anti hiperglikemi sedang SU sebagai obat yang bekerja sebagai hipoglikemik.
Metformin dapat diindikasikan sebagai terapi awal atau terapi tambahan pada penderita yang mendapat SU yang tidak memberi hasil memuaskan. Tidak seperti SU ,metformin tidak terikat pada protein plasma, tidak dimetabolisme dan diekskresi dengan cepat oleh ginjal.
Mekanisme kerja metformin menambah up-take(utilisasi) glukose diperifer dengan meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap insulin, menekan produksi glukosa oleh hati, menurunkan oksidasi Fatty Acid dan meningkatkan pemakaian glukose dalam usus melalui proses non oksidatif. Ekstra laktat yang terbentuk akan diekstraksi oleh hati dan digunakan sebagai bahan baku glukoneogenesis. Keadaan ini mencegah terjadinya efek penurunan kadar glukosa yang berlebihan.
Dosis metformin 500-850 mg diberikan bersama makanan pada pagi dan malam hari. Dosis dapat ditingkatkan dengan menambah 1 tablet tiap pemberian dengan interval 1-2 minggu. Dosis total dapat mencapai 3-4 kali 500 mg atau 2-3 kali 850 mg perhari bila diperlukan. Dosis maksimal 3000 mg perhari.( lihat tabel 2, Metformin )
Metformin adalah golongan dimetil biguanide merupakan OHO yang dipakai untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2, penggunaanya bertujuan untuk menurunkan resistensi insulin dengan memperbaiki sensitivitas insulin terhadap jaringan. Dengan demikian metformin diindikasikan sebagai obat pilihan pertama pada pasien DM tipe 2 gemuk yang mana dasar kelainannya adalah resistensi insulin. Walaupun cara kerja metformin berbeda dengan SU akan tetapi efek kontrol glikemik sama dengan golongan sulfonil urea (SU). Sulfonil urea dapat menyebabkan kenaikan berat badan sedang metformin tidak demikian. Selain itu efek hipoglikemik SU sering ditemukan sedang dengan metformin jarang. Oleh karena itu metformin dikenal bekerja sebagai anti hiperglikemi sedang SU sebagai obat yang bekerja sebagai hipoglikemik.
Metformin dapat diindikasikan sebagai terapi awal atau terapi tambahan pada penderita yang mendapat SU yang tidak memberi hasil memuaskan. Tidak seperti SU ,metformin tidak terikat pada protein plasma, tidak dimetabolisme dan diekskresi dengan cepat oleh ginjal.
Mekanisme kerja metformin menambah up-take(utilisasi) glukose diperifer dengan meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap insulin, menekan produksi glukosa oleh hati, menurunkan oksidasi Fatty Acid dan meningkatkan pemakaian glukose dalam usus melalui proses non oksidatif. Ekstra laktat yang terbentuk akan diekstraksi oleh hati dan digunakan sebagai bahan baku glukoneogenesis. Keadaan ini mencegah terjadinya efek penurunan kadar glukosa yang berlebihan.
Dosis metformin 500-850 mg diberikan bersama makanan pada pagi dan malam hari. Dosis dapat ditingkatkan dengan menambah 1 tablet tiap pemberian dengan interval 1-2 minggu. Dosis total dapat mencapai 3-4 kali 500 mg atau 2-3 kali 850 mg perhari bila diperlukan. Dosis maksimal 3000 mg perhari.( lihat tabel 2, Metformin )
Efek samping pemberian metformin adalah gangguan gastro intestinal seperti diare, anoreksia atau rasa tidak enak pada perut. Asidosis laktat jarang ditemukan(0,03 per 1000 pasien pertahun). Biasanya terjadi bila diberikan pada pasien yang kontraindikasi.
Metformin tidak dapat diberikan pada gangguan fungsi ginjal,penyakit jantung , kor pulmonale, riwayat asidosis laktat, infeksi berat, gangguan faal hati, keracunan alkohol, dan pemakaian bahan kontras radiografi intra vena.
3. Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat golongan inhibitor alfa glukosidase (Acarbose) mempunyai mekanisme kerja berbeda dengan sulfonilurea dan metformin, yaitu menghambat kerja enzim alfa glukosidase yang terdapat pada “brush border” dipermukaan membran usus halus. Enzim alfa glukosidase berfungsi sebagai enzim pemecah karbohidrat menjadi glukosa di usus halus. Dengan pemberian acarbose maka pemecahan karbohidrat menjadi glukosa di usus akan menjadi berkurang, dengan sendirinya kadar glukose darah akan berkurang. Banyak uji klinis membuktikan bahwa acarbose sebagai pengobatan tunggal pada DM tipe 2 memberikan hasil memuaskan, bahkan keberhasilannya menyamai sulfonilurea.
Obat ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa darah puasa kurang dari 180 mg %. Hanya mempengaruhi kadar glukosa pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila diminum bersama-sama sulfonilurea atau dengan insulin dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukose murni, jadi tidak dapat dengan gula pasir.
Dosis Acarbose dimulai dengan 50 mg sesaat sebelum makan dan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3 kali 100 mg perhari bila tidak ditemukan keluhan gastro intestinal. Efek samping obat ini berupa gejala perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare. Keluhan ini akan berkurang jika pengobatan tetap dilanjutkan.
4. Tiazolidinedion(Troglitazon)
Troglitazon adalah Obat hipoglikemik oral yang meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin. Obat ini sebagaimana dengan Metformin tidak menyebabkan reaksi hipoglikemia. Telah terbukti pada manusia menghilangkan adanya resistensi insulin, menurunkan hepatic glucose out put, menormalkan gangguan toleransi glukosa, dan mencegah serta memperlambat progresifitas gangguan toleransi glukosa menjadi diabetes. Terbukti pula obat ini dapat memperbaiki kendali glukosa darah, dan hiperinsulinemia.
Dosis Troglitazon umumnya berkisar 400 mg perhari sudah menurunkan kadar glukose darah puasa dan HbA1C. Efek yang tidak diinginkan adalah pusing dan edema, namun ini dapat ditolerir penderita.
5. Repaglined (Prandin).
Obat ini merupakan obat hipoglikemik oral yang diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1998. Berbeda dengan golongan SU maupun golongan OHO lainnya, repaglinid adalah derivat dari asam benzoat yang mempunyai struktur molekul , mekanisme kerja dan ekskresi yang berbeda. Repaglinid dapat diindikasikan pada pasien DM tipe 2 yang tidak berhasil dengan diet dan latihan jasmani. Dapat dikombinasi dengan metformin bila obat ini sendiri tidak berhasil mengontrol glukosa darah.
Mekanisme kerja repaglinid adalah menutup “ATP-sensitive potassium Channel” pada sel beta pankreas. Sehingga terjadi depolarisasi dan menyebabkan perangsangan pengeluaran insulin dari sel-sel beta pankreas. Repaglinid tidak menekan biosintesis proinsulin dan tidak merangsang secara langsung eksositosis insulin sebagaimana golongan SU .
Repaglinid sebagian besar diekskresi oleh hati dan hanya 8 % diekskresi di ginjal. Sehingga bermanfaat terhadap pasien DM dengan disertai gagal ginjal. Dosis repaglinid bervariasi antara 0,5 - 4 mg diberikan 30 menit sebelum makan dan uji klinis membuktikan efek hipoglikemik lebih rendah dibanding SU dan efek yag tidak diinginkan selama pemberian hampir sama dengan sulfonil urea.
Sebagaimana dengan OHO lainnya maka repaglinid tidak dianjurkan pemberiannya pada wanita hamil dan wanita menyusui .
Ringkasan
Berbagai obat hipoglikemik oral telah dikenal saat ini yang pada dasarnya bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah yang pada tahap lanjut mencegah komplikasi yang tidak diinginkan. Sulfonilurea adalah merupakan OHO yang dipakai pada pasien DM tipe 2 kurus, mempunyai mekanisme kerja utama meningkatkan sekresi insulin pada sel beta pankreas dengan menghambat “ATP sensitif potassium Channel” sehingga tidak jarang terjadi reaksi hipoglikemi bila SU tidak diberikan semestinya.
Metformin dapat mengatasi resistensi insulin pada DM tipe 2 gemuk oleh karena efek utamanya meningkatkan pemakaian glukosa di jaringan perifer dan usus. Golongan obat ini harus digunakan berhati-hati bila tidak diberikan sesuai indikasi dapat menyebabkan asidosis laktat.
Golongan inhibitor alfa glukosidase merupakan obat yang diindikasikan bagi pasien DM tipe2 yang kadar glukose darahnya puasanya tidak terlalu tinggi. Mempunyai kerja mencegah absorbsi glukosa diusus.
Metformin tidak dapat diberikan pada gangguan fungsi ginjal,penyakit jantung , kor pulmonale, riwayat asidosis laktat, infeksi berat, gangguan faal hati, keracunan alkohol, dan pemakaian bahan kontras radiografi intra vena.
3. Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat golongan inhibitor alfa glukosidase (Acarbose) mempunyai mekanisme kerja berbeda dengan sulfonilurea dan metformin, yaitu menghambat kerja enzim alfa glukosidase yang terdapat pada “brush border” dipermukaan membran usus halus. Enzim alfa glukosidase berfungsi sebagai enzim pemecah karbohidrat menjadi glukosa di usus halus. Dengan pemberian acarbose maka pemecahan karbohidrat menjadi glukosa di usus akan menjadi berkurang, dengan sendirinya kadar glukose darah akan berkurang. Banyak uji klinis membuktikan bahwa acarbose sebagai pengobatan tunggal pada DM tipe 2 memberikan hasil memuaskan, bahkan keberhasilannya menyamai sulfonilurea.
Obat ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa darah puasa kurang dari 180 mg %. Hanya mempengaruhi kadar glukosa pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila diminum bersama-sama sulfonilurea atau dengan insulin dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukose murni, jadi tidak dapat dengan gula pasir.
Dosis Acarbose dimulai dengan 50 mg sesaat sebelum makan dan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3 kali 100 mg perhari bila tidak ditemukan keluhan gastro intestinal. Efek samping obat ini berupa gejala perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare. Keluhan ini akan berkurang jika pengobatan tetap dilanjutkan.
4. Tiazolidinedion(Troglitazon)
Troglitazon adalah Obat hipoglikemik oral yang meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin. Obat ini sebagaimana dengan Metformin tidak menyebabkan reaksi hipoglikemia. Telah terbukti pada manusia menghilangkan adanya resistensi insulin, menurunkan hepatic glucose out put, menormalkan gangguan toleransi glukosa, dan mencegah serta memperlambat progresifitas gangguan toleransi glukosa menjadi diabetes. Terbukti pula obat ini dapat memperbaiki kendali glukosa darah, dan hiperinsulinemia.
Dosis Troglitazon umumnya berkisar 400 mg perhari sudah menurunkan kadar glukose darah puasa dan HbA1C. Efek yang tidak diinginkan adalah pusing dan edema, namun ini dapat ditolerir penderita.
5. Repaglined (Prandin).
Obat ini merupakan obat hipoglikemik oral yang diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1998. Berbeda dengan golongan SU maupun golongan OHO lainnya, repaglinid adalah derivat dari asam benzoat yang mempunyai struktur molekul , mekanisme kerja dan ekskresi yang berbeda. Repaglinid dapat diindikasikan pada pasien DM tipe 2 yang tidak berhasil dengan diet dan latihan jasmani. Dapat dikombinasi dengan metformin bila obat ini sendiri tidak berhasil mengontrol glukosa darah.
Mekanisme kerja repaglinid adalah menutup “ATP-sensitive potassium Channel” pada sel beta pankreas. Sehingga terjadi depolarisasi dan menyebabkan perangsangan pengeluaran insulin dari sel-sel beta pankreas. Repaglinid tidak menekan biosintesis proinsulin dan tidak merangsang secara langsung eksositosis insulin sebagaimana golongan SU .
Repaglinid sebagian besar diekskresi oleh hati dan hanya 8 % diekskresi di ginjal. Sehingga bermanfaat terhadap pasien DM dengan disertai gagal ginjal. Dosis repaglinid bervariasi antara 0,5 - 4 mg diberikan 30 menit sebelum makan dan uji klinis membuktikan efek hipoglikemik lebih rendah dibanding SU dan efek yag tidak diinginkan selama pemberian hampir sama dengan sulfonil urea.
Sebagaimana dengan OHO lainnya maka repaglinid tidak dianjurkan pemberiannya pada wanita hamil dan wanita menyusui .
Ringkasan
Berbagai obat hipoglikemik oral telah dikenal saat ini yang pada dasarnya bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah yang pada tahap lanjut mencegah komplikasi yang tidak diinginkan. Sulfonilurea adalah merupakan OHO yang dipakai pada pasien DM tipe 2 kurus, mempunyai mekanisme kerja utama meningkatkan sekresi insulin pada sel beta pankreas dengan menghambat “ATP sensitif potassium Channel” sehingga tidak jarang terjadi reaksi hipoglikemi bila SU tidak diberikan semestinya.
Metformin dapat mengatasi resistensi insulin pada DM tipe 2 gemuk oleh karena efek utamanya meningkatkan pemakaian glukosa di jaringan perifer dan usus. Golongan obat ini harus digunakan berhati-hati bila tidak diberikan sesuai indikasi dapat menyebabkan asidosis laktat.
Golongan inhibitor alfa glukosidase merupakan obat yang diindikasikan bagi pasien DM tipe2 yang kadar glukose darahnya puasanya tidak terlalu tinggi. Mempunyai kerja mencegah absorbsi glukosa diusus.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Adam JMF.: Benefit of Acarbose(Glucobay) as an adjuvant
therapy in NIDDM patients with sulfonylurea secondary
faillure.Kumpulan Naskah Lengkap Konas IV Perkeni Edit.Adam
JMF dkk. Ujungpandang 1997.p.118 - 125.
2. Balley,CJ., Turner,RC.: Metformin (Drug Therapy,Review
Articles) New Engl.Jour of Med. 334, p.574-579.,1996.
3. Cheatam W,W.: Repaglinid : A New Oral Blood Glucose
–Lowering Agent. Clinical Diabetes,16,70-72,1998.
4. Hale,PJ.: Diabetes mellitus.Editors: Sheppard,MC.,
Franklyn,JA. In Clinical Endocrinology and Diabetes.
Churchill Livingstone Edinburgh, London,1988,p155 -182
5. Henrichs,HR.: Sulfonilurea /Insulin Combination in Diabetes
mellitus. Following secondary Failure to Tablets.in
Insulin / Sulfonylurea Combination therapy in type II
diabetes. Editors: Bachmann,W., Lotz,N., Mehnert. Karger
Basel, Munchen. 1988,p. 51-67.
6. Iwamoto,Y.,Kosaka,K.,Kuzuya,T. et al: Effects of
Troglitazone. A new Hypoglicemic agent in patients with
NIDDM poorly controlled by diet therapy. Diabetes
Care:19,p.151 - 156,1996.
7. Karam,JH.Salber,PR.,Forsham,H.: Pancreatic hormones and
Diabetes mellitus. In Basic and Clinical Endocrinology 3th
ed., edited by Greenspan,FS. a Lange Medical book1: 991,
p. 617 -620.
8. Lebovitz,HE.: Oral anti diabetic agentin Joslin’s Diabetes
mellitus, 13th ed. edit.by Kahn,CR., Weir,GC. Lea Febiger
Philadelphia. 1994, p.508 -529.
9. Reaven,GM.: Clinician’s Guide to NIDDM : Pathogenesis and
Treatment. Marcel Dekker,Inc.New York, Basel.1989 p.93 -106.
10. Schwartz,S., Raskin,P., Fonseca,V., Graveline,JF: Effect of
Troglitazone in insulin-treated patients with type II
diabetes mellitus.The New Engl.Jour.of Med. 338,
p.861-866,1998
0 komentar:
Posting Komentar