PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat kurangnya insulin absolut (DM Tipe 1) atau relatif (DM Tipe 2) dengan kelainan primer pada metabolisme karbohidrat dan sekunder pada protein dan lemak.
Jumlah penderita DM didunia pada tahun 1994 sebesar 110,4 juta, tahun 1998:150 juta, dan diperkirakan pada tahun 2000:175.4 juta, tahun 2010:279,3 juta dan tahun 2020:300 juta (Mc Carty, 1994; Askandar Tjokroprawiro, 1998). Prevalensi DM di Indonesia sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia diatas 15 tahun (Perkeni, 1998). Berdasarkan atas prevalensi 1,5%, dapatlah diperkirakan bahwa jumlah minimal penderita DM di Indonesia pada tahun 1994 adalah 2,5 juta, tahun 1998:3,5 juta, tahun 2000:4 juta, tahun 2010:5 juta, dan tahun 2020:6,5 juta.
Pengelolaan DM tipe 2 haruslah selalu mengingat akan hiperglikemia, resitensi insulin dan dislipidemia yang merupakan faktor untuk terjadinya komplikasi makrovaskuler maupun mikrovaskuler.
Thiazolidinediones merupakan aktivator Peroxisome Ploriferator-Activated Receptorgamma (PPAR gama) yang poten yang mempunyai efek baik pada metabolisme karbohidrat maupun lemak, disamping dapat menghambat pembentukan TNF alfa dan inhibitor plasminogen aktifator -1 (PAI-1). Pioglitazone yang merupakan golongan Thiazolidinedione secara klinis mempunyai efek menurunkan gula darah puasa, HbA1C, kadar insulin puasa, resistensi insulin, dan menurunkan trigliserida serta meningkatkan kadar kolesterol HDL merupakan terapi yang ideal untuk DM Tipe 2.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat kurangnya insulin absolut (DM Tipe 1) atau relatif (DM Tipe 2) dengan kelainan primer pada metabolisme karbohidrat dan sekunder pada protein dan lemak.
Jumlah penderita DM didunia pada tahun 1994 sebesar 110,4 juta, tahun 1998:150 juta, dan diperkirakan pada tahun 2000:175.4 juta, tahun 2010:279,3 juta dan tahun 2020:300 juta (Mc Carty, 1994; Askandar Tjokroprawiro, 1998). Prevalensi DM di Indonesia sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia diatas 15 tahun (Perkeni, 1998). Berdasarkan atas prevalensi 1,5%, dapatlah diperkirakan bahwa jumlah minimal penderita DM di Indonesia pada tahun 1994 adalah 2,5 juta, tahun 1998:3,5 juta, tahun 2000:4 juta, tahun 2010:5 juta, dan tahun 2020:6,5 juta.
Pengelolaan DM tipe 2 haruslah selalu mengingat akan hiperglikemia, resitensi insulin dan dislipidemia yang merupakan faktor untuk terjadinya komplikasi makrovaskuler maupun mikrovaskuler.
Thiazolidinediones merupakan aktivator Peroxisome Ploriferator-Activated Receptorgamma (PPAR gama) yang poten yang mempunyai efek baik pada metabolisme karbohidrat maupun lemak, disamping dapat menghambat pembentukan TNF alfa dan inhibitor plasminogen aktifator -1 (PAI-1). Pioglitazone yang merupakan golongan Thiazolidinedione secara klinis mempunyai efek menurunkan gula darah puasa, HbA1C, kadar insulin puasa, resistensi insulin, dan menurunkan trigliserida serta meningkatkan kadar kolesterol HDL merupakan terapi yang ideal untuk DM Tipe 2.
KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS
Pada saat ini klasifikasi yang dipakai di Indonesia berdasarkan Konsensus Perkeni 1998, adalah sesuai dengan klasifikasi etiologi yang dikeluarkan oleh American Diabetes Association (ADA), yang membagi DDM menjadi :
1. Diabetes Tipe 1
2. Diabetes Tipe 2
3. Diabetes Tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat / zat kimia
f. Infeksi virus
g. Sebab Imunologi yang jarang
h. Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
4. Diabetes Mellitus Gestational
DIABETES MELLITUS TIPE 2
DM tipe 2 merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat kurangnya insulin secara relatif. Manifestasi lain yang didapatkan pada penderita DM adalah hiperinsulinemia dan dislipidemia.
Seperti kita ketahui bahwa defek metabolik utama pada DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi insulin pada jaringan perifer (terutama pada otot dan jaringan lemak), kegagalan fungsi sekresi insulin oleh pankreas dan peningkatan pengeluaran glukosa oleh hepar. Terjadinya resistensi insulin di jaringan perifer ini akan mengakibatkan menurunnya uptake serta penggunaan glukosa oleh otot dan jaringan lemak (DeFronzo, 1988), disamping itu resistensi insulin juga akan meningkatkan pengeluaran glukosa hepar (Saltiel, 1996). Untuk mengatasi adanya resistensi insulin maka pankreas akan mensekresi lebih banyak insulin (DeFronzo, 1988), dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya hiperinsulinemia. Haffner (1999), pada penelitianya mendapatkan bahwa 92 % penderita DM tipe 2 menunjukkan adanya resistensi insulin ini.
Resistensi insulin merupakan kelainan metabolik utama pada DM tipe 2 yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap kelainan metabolik dan kardiovaskuler, termasuk obesitas, hipertensi dan dislipidemia (DeFronzo, 1997; Turner, 1998). Dislipidemia merupakan komplikasi kronis yang paling banyak didapat pada penderita DM tipe 2, yakni sekitar 67% dan kelainan kardiovaskuler secara kumulatif merupakan kelainan kedua terbanyak (63%) setelah dislipidemia (Askandar, 1993).
Kelaianan metabolisme lemak yang sering didapatkan pada penderita DM adalah peningkatan kadar trigliserida, kadar kolesterol HDL yang rendah, peningkatan kadar small dense LDL, dan peningkatan kadar kolesterol total (Reaven,1993), dan keadaan ini memberikan kontribusi dalam perkembangan kelainan kardiovaskuler (Laakso, 1993; Stern, 1995).
Seperti kita ketahui bahwa defek metabolik utama pada DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi insulin pada jaringan perifer (terutama pada otot dan jaringan lemak), kegagalan fungsi sekresi insulin oleh pankreas dan peningkatan pengeluaran glukosa oleh hepar. Terjadinya resistensi insulin di jaringan perifer ini akan mengakibatkan menurunnya uptake serta penggunaan glukosa oleh otot dan jaringan lemak (DeFronzo, 1988), disamping itu resistensi insulin juga akan meningkatkan pengeluaran glukosa hepar (Saltiel, 1996). Untuk mengatasi adanya resistensi insulin maka pankreas akan mensekresi lebih banyak insulin (DeFronzo, 1988), dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya hiperinsulinemia. Haffner (1999), pada penelitianya mendapatkan bahwa 92 % penderita DM tipe 2 menunjukkan adanya resistensi insulin ini.
Resistensi insulin merupakan kelainan metabolik utama pada DM tipe 2 yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap kelainan metabolik dan kardiovaskuler, termasuk obesitas, hipertensi dan dislipidemia (DeFronzo, 1997; Turner, 1998). Dislipidemia merupakan komplikasi kronis yang paling banyak didapat pada penderita DM tipe 2, yakni sekitar 67% dan kelainan kardiovaskuler secara kumulatif merupakan kelainan kedua terbanyak (63%) setelah dislipidemia (Askandar, 1993).
Kelaianan metabolisme lemak yang sering didapatkan pada penderita DM adalah peningkatan kadar trigliserida, kadar kolesterol HDL yang rendah, peningkatan kadar small dense LDL, dan peningkatan kadar kolesterol total (Reaven,1993), dan keadaan ini memberikan kontribusi dalam perkembangan kelainan kardiovaskuler (Laakso, 1993; Stern, 1995).
STRATEGI PENGELOLAAN DM TIPE 2
Penelitian UKPDS menunjukkan bahwa kontrol gula darah yang ketat, disertai pengelolaan hipertensi, dapat menurunkan risiko komplikasi mikrovaskuler dan komorbiditas yang menyertainya (UKPDS, 1998).
Secara keseluruhan pengelolaan penderita DM terdiri dari (Perkeni, 1998):
1. Pengaturan makan (Diet)
2. Penyuluhan
3. Latihan Fisik
4. Pemberian obat-obatan berkhasiat hipoglikemia
Adapun strategi pengelolaannya haruslah mengingat pada kelainan dasar pada DM tipe 2 dan dapat memperbaiki hiperglikemia, hiperinsulinemia dan dislpidemia, sehingga dengan demikian dapat mencegah terjadinya komplikasi baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler.
Berdasarkan pada hal diatas, maka pengelolaan penderita DM tipe 2 haruslah dirancang untuk dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan perifer. Dengan menggunakan pendekatan diatas, maka kerusakan yang berkaitan dengan hiperglikemia, hiperinsulinemia dan dislipidemia dapatlah dibatasi atau dicegah.
Saat ini dipasaran didapatkan berbagai macam obat hipoglikemik oral dari berbagai golongan. Berdasarkan cara kerjanya obat hipoglikemik oral dapat dibagi dalam (Askandar, 1998):
1. Menurunkan absorbsi kerbohidrat 2. Meningkatkan sekresi insulin
3. Menurunkan sekresi glokusa hepar
4. Meningkatkan uptake glukosa di perifer
Adapun obat anti-hiperglikemia oral yang ideal haruslah memenuhi syarat :
1. Dapat mengontrol gula darah
2. Tidak ada risiko hipoglikemia
3. Mempunyai dampak yang menguntungkan terhadap parameter lipid
4. Aman dan dapat ditoleransi dengan baik
5. Cara pemberian sederhana
6. Dapat digunakan oleh semua penderita DM tipe 2
7. Dapat menurunkan morbiditas / mortalitas kardiovaskuler dan
mikrovaskuler
Dalam praktek sehari-hari obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi (Askandar, 1998) :
1. Golongan Sulfonuilurea
2. Golongan Thiazolidinediones (aktivator Peroxisome
Ploriferator-Activated Receptor gamma [PPAR gamma])
3. Golongan Biguanide
4. Golongan alfa-glukosidase inhibitor
5. Golongan alfa-amilase inhibitor
PEROXISOME PLORIFERATOR-ACTIVATED RECEPTORS (PPAR)
Peroxisome Ploriferator-Activated Receptor (PPAR) merupakan faktor transkripsi yang diaktivasi oleh suatu ligan dan menjadi bagian dari superfamili reseptor nuklear. Pada dewasa ini telah diidentifikasi tiga gen PPAR (alfa, beta, dan gamma), yang masing-masing menunjukkan pola yang berbeda dalam ekspresinya pada jaringan (Vameca, 1999). PPARs diketahui memegang peran penting pada homeostasis energi, lipid, dan glukosa. PPAR alfa memegang peran pada efek hipolipidemik dari fibrat dengan modulasi transkripsi gen yang terlibat pada metabolisme lipid dan lipoprotein (Torra, 1999), sedangkan PPAR gamma merangsang diferensiasi seluler dan mengatur adipogenesis dan kerja insulin. Jadi PPARs berperan penting pada gangguan metabolisme, seperti dislipidemia dan resistensi insulin yang terjadi pada obesitas dan DM tipe 2 (Brun ,1997; Spiegelman, 1999).
PPAR alfa dan PPAR gamma merupakan regulator kunci pada homeostasis energi, kontrol berat badan, metabolisme lipid dan glukosa serta pengendalian inflamasi, yang kesemuanya ini umumnya terdapat pada penyakit yang berkaitan dengan bertambahnya usia, seperti resistensi insulin, obesitas, dislipidemia, DM tipe 2 dan bermuara pada aterosklerosis. Pengalaman klinik selama beberapa tahun telah membuktikan bahwa aktivator PPAR alfa seperti fibrat dapat memperbaiki dislipidemia secara efektif (Torra, 1999) dan aktivator PPAR gamma dapat meningkatkan sensitivitas insulin, dengan demikian dapat menurunkan hiperglkemia. Akhir-akhir ini agonis terjadap PPAR terbukti juga dapat memperbaiki gangguan metabolik maupun vaskuler, seperti resistensi insulin dan inflamasi vaskuler (Brun ,1997; Spiegelman, 1999) .
PPAR alfa dan PPAR gamma merupakan regulator kunci pada homeostasis energi, kontrol berat badan, metabolisme lipid dan glukosa serta pengendalian inflamasi, yang kesemuanya ini umumnya terdapat pada penyakit yang berkaitan dengan bertambahnya usia, seperti resistensi insulin, obesitas, dislipidemia, DM tipe 2 dan bermuara pada aterosklerosis. Pengalaman klinik selama beberapa tahun telah membuktikan bahwa aktivator PPAR alfa seperti fibrat dapat memperbaiki dislipidemia secara efektif (Torra, 1999) dan aktivator PPAR gamma dapat meningkatkan sensitivitas insulin, dengan demikian dapat menurunkan hiperglkemia. Akhir-akhir ini agonis terjadap PPAR terbukti juga dapat memperbaiki gangguan metabolik maupun vaskuler, seperti resistensi insulin dan inflamasi vaskuler (Brun ,1997; Spiegelman, 1999) .
GOLONGAN THIAZOLIDINEDIONES
Thiazolidinediones merupakan aktivator Peroxisome Ploriferator-Activated Receptor gamma (PPAR gamma) yang poten. Adapun PPAR gamma banyak didapatkan pada (Henke, 1998):
1. Jaringan lemak
2. Otot rangka
3. Hati
4. Jantung
5. Ginjal
PPAR gamma mempunyai peran fisiologi dalam (Henke, 1998):
1. Uptake glukosa
2. Glukoneogenesis
3. Glikogenesis dan glikolisis
4. Uptake asam lemak
5. Lipogeneis
6. Diferensiasi lemak.
Adapun yang tergolong dalam thiazolidinediones adalah:
1. Ciglitazone
2. Pioglitazone
3. Englitazone
4. Troglitazone
5. Rosiglitazone
6. Darglitazone
Mekanisme kerja thiazolidinedione
Golongan thiazolinidinedione merupakan agonis PPAR gamma. PPAR gamma berbentuk heterodimer dengan retinoid X receptor dalam nukleus (PPAR gamma-RXR). Ikatan antara thiazolidinedione dan PPAR gamma akan diikuti dengan aktivasi regulatory DNA sequences (response elements) oleh PPAR gamma-RXR complex. Aktivasi dari response element ini akan memulali transkripsi gen – gen spesifik (misalnya yang berperan dalam metabolisme lipid dan karbohidrat) (Vameca, 1999).
Adapun kontrol metabolik Thiazolinediones pada DM tipe 2 adalah melalui penigkatan uptake dan penggunaan glukosa di jaringan otot, peningkatan penyimpanan lemak, penurunan lipolisis dan penurunan asam lemak bebas dari jaringan lemak, serta penigkatan uptake glukosa dan penurunan sintesis VLDL di jaringan hepar (Saltiel, 1996).
Pioglitazone
Pioglitazone yang merupakan golongan thiazolidinedione mempunyai efek pada ekspresi gen terhadap (Sugiyama, 1990; Kobayashi, 1992; Murase, 1998):
1. Metabolisme glukosa, melalui :
- Peningkatan Glut-1 dan Glut-4
- Peningkatan glucose-6 phosphate dehydrogenase
- Peningkatan glukokinase
- Penurunan phosphoenolpyruvate carboxykinase
- Peningkatan UCP2+ dan UCP3+ mithochondrial coupling
2. Metabolisme lemak, melalui :
- Peningkatan Lipoprotein lipase
- Peningkatan fatty acid synthase
- Peningkatan phosphoenolpyruvate carboxykinase
- Penurunan stearocyl CoA desaturase
- Peningkatan fatty acid binding protein
3. Diferensiasi jaringan lemak :
- Peningkatan masa jaringan lemak coklat
- Peningkatan insulin-mediated differentiation of 3T3-L1
Thiazolidinediones merupakan aktivator Peroxisome Ploriferator-Activated Receptor gamma (PPAR gamma) yang poten. Adapun PPAR gamma banyak didapatkan pada (Henke, 1998):
1. Jaringan lemak
2. Otot rangka
3. Hati
4. Jantung
5. Ginjal
PPAR gamma mempunyai peran fisiologi dalam (Henke, 1998):
1. Uptake glukosa
2. Glukoneogenesis
3. Glikogenesis dan glikolisis
4. Uptake asam lemak
5. Lipogeneis
6. Diferensiasi lemak.
Adapun yang tergolong dalam thiazolidinediones adalah:
1. Ciglitazone
2. Pioglitazone
3. Englitazone
4. Troglitazone
5. Rosiglitazone
6. Darglitazone
Mekanisme kerja thiazolidinedione
Golongan thiazolinidinedione merupakan agonis PPAR gamma. PPAR gamma berbentuk heterodimer dengan retinoid X receptor dalam nukleus (PPAR gamma-RXR). Ikatan antara thiazolidinedione dan PPAR gamma akan diikuti dengan aktivasi regulatory DNA sequences (response elements) oleh PPAR gamma-RXR complex. Aktivasi dari response element ini akan memulali transkripsi gen – gen spesifik (misalnya yang berperan dalam metabolisme lipid dan karbohidrat) (Vameca, 1999).
Adapun kontrol metabolik Thiazolinediones pada DM tipe 2 adalah melalui penigkatan uptake dan penggunaan glukosa di jaringan otot, peningkatan penyimpanan lemak, penurunan lipolisis dan penurunan asam lemak bebas dari jaringan lemak, serta penigkatan uptake glukosa dan penurunan sintesis VLDL di jaringan hepar (Saltiel, 1996).
Pioglitazone
Pioglitazone yang merupakan golongan thiazolidinedione mempunyai efek pada ekspresi gen terhadap (Sugiyama, 1990; Kobayashi, 1992; Murase, 1998):
1. Metabolisme glukosa, melalui :
- Peningkatan Glut-1 dan Glut-4
- Peningkatan glucose-6 phosphate dehydrogenase
- Peningkatan glukokinase
- Penurunan phosphoenolpyruvate carboxykinase
- Peningkatan UCP2+ dan UCP3+ mithochondrial coupling
2. Metabolisme lemak, melalui :
- Peningkatan Lipoprotein lipase
- Peningkatan fatty acid synthase
- Peningkatan phosphoenolpyruvate carboxykinase
- Penurunan stearocyl CoA desaturase
- Peningkatan fatty acid binding protein
3. Diferensiasi jaringan lemak :
- Peningkatan masa jaringan lemak coklat
- Peningkatan insulin-mediated differentiation of 3T3-L1
pre-adipocyte
- Peningkatan diferensiasi dari 3T3-F442A pre-adipocyte
4. TNF alfa dan inhibitor plasminogen aktifator -1 (PAI-1):
- Penurunan TNF alfa -stimulated PAI-1 gene expression
- Penurunan sekresi PAI-1
- Penurunan produksi TNF alfa
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Pioglitazone secara klinis mempunyai efek:
1. Menurunkan gula darah puasa
2. Menurunkan HbA1C
3. Menurunkan kadar insulin puasa
4. Menurunkan resistensi insulin
5. Meningkatkan kolesterol HDL
6. Menurunkan trigliserida
RINGKASAN
DM Tipe 2 merupakan bentuk DM yang paling banyak didapatkan. Kelainan dasar pada DM tipe 2 terdiri dari hiperglikemia, hiperinsulinemia/ resitensi insulin dan dislipidemia yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler.
Abnormalitas metabolik pada DM tipe 2 antara lain disebabkan oleh adanya penurunan ambilan glukosa di jaringan perifer,peningkatan produksi glukosa hepar dan kegagalan fungsi sel beta pankreas.
- Peningkatan diferensiasi dari 3T3-F442A pre-adipocyte
4. TNF alfa dan inhibitor plasminogen aktifator -1 (PAI-1):
- Penurunan TNF alfa -stimulated PAI-1 gene expression
- Penurunan sekresi PAI-1
- Penurunan produksi TNF alfa
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Pioglitazone secara klinis mempunyai efek:
1. Menurunkan gula darah puasa
2. Menurunkan HbA1C
3. Menurunkan kadar insulin puasa
4. Menurunkan resistensi insulin
5. Meningkatkan kolesterol HDL
6. Menurunkan trigliserida
RINGKASAN
DM Tipe 2 merupakan bentuk DM yang paling banyak didapatkan. Kelainan dasar pada DM tipe 2 terdiri dari hiperglikemia, hiperinsulinemia/ resitensi insulin dan dislipidemia yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler.
Abnormalitas metabolik pada DM tipe 2 antara lain disebabkan oleh adanya penurunan ambilan glukosa di jaringan perifer,peningkatan produksi glukosa hepar dan kegagalan fungsi sel beta pankreas.
Pengelolaan DM tipe 2 meliputi pengaturan makan, penyuluhan, latihan fisik dan obat-obatan yang berkhasiat hipoglikemi (anti-hiperglikemia). Pengelolaan DM tipe 2 ini haruslah senantiasi mengingat kelainan dasar seperti tersebut diatas.
Pioglitazone, suatu obat anti-hiperglikemia oral merupakan golongan Thiazolidinesiones, yakni suatu aktivator PPAR gamma yang poten yang bekerja melalui ekpresi gen yang mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak tanpa merangsang sekresi insulin pankreas. Secara klinis pioglitazone mempunyai keuntungan dibandingkan obat hipoglikemik oral lainnya karena disamping dapat menurunkan gula darah puasa, HbA1C, dan insulin puasa, juga dapat memperbaiki resitensi insulin, menurunkan trigliserida serta meningkatkan kadar kolesterol HDL.
Daftar Pustaka
1. DeFronzo RA (1998). The Triumvirate; beta-cell, Muscle,
Liver: A Collusion Responsible for NIDDM. Diabetes
37,667-687
2. Laakso M, Seppo L, Pentilla I, Pyorala K (1993). Lipids and
2. Laakso M, Seppo L, Pentilla I, Pyorala K (1993). Lipids and
Lipoprotein Predicting Coronary Heart Disease Mortality and
Morbidity in Patients with Non-Insulin-Dependent Diabetes.
Circulation 88(4) : 1421-1430.
3. Stern MP (1995). Diabetes and Cardiovascular Disease. The
3. Stern MP (1995). Diabetes and Cardiovascular Disease. The
“Common Soil” Hypothesis. Diabetes 44, 369-374.
4. Reaven GM, Ida Chen YD et al. (1993). Insulin Resistance and
4. Reaven GM, Ida Chen YD et al. (1993). Insulin Resistance and
Hyperinsulinemia in Individual with Small, Dense, Low Density
Lipoprotein Particles. J Clin Invest 92, 141-146
5. Saltiel AR, Olefsky JM (1996). Thiazolidinediones in the
5. Saltiel AR, Olefsky JM (1996). Thiazolidinediones in the
Treatment of Insulin Resistance and Type 2 Diabetes.
Diabetes 45, 1661-1669.
6. Haffner SM (1999). Insulin Sensitivity in Subjects with Type
6. Haffner SM (1999). Insulin Sensitivity in Subjects with Type
2 Diabetes. Diabetes Care 22, 562-568
7. DeFronzo RA (1997). Insulin Resistance : A Multifaceted
7. DeFronzo RA (1997). Insulin Resistance : A Multifaceted
Syndrome Responsible for NIDDM, Obesity, Hypertension,
Dyslipidemia, and Atherosclerosis. Neth J Med 50, 191-197.
8. Turner NC, Clapham JC (1998). Insulin Resistance, Impaired
8. Turner NC, Clapham JC (1998). Insulin Resistance, Impaired
Glucose Tolerance and Non-Insulin-Dependent Diabetes,
Pathologic Mechanisms and Treatment : Current Status and
Therapeutic Possibilities. Prog Drug Res 51, 33-94.
9. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group (1998). Intensive
9. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group (1998). Intensive
Blood-Glucose Control with Sulphonilureas or Insulin
Compared with Conventional Treatment and Risk of
Complications in Patients with Type 2 Diabetes
(UKPDS 33). Lancet 352, 837-853
10. Askandar Tjokroprawiro (1998). Obat Hipoglikemik Oral :
(UKPDS 33). Lancet 352, 837-853
10. Askandar Tjokroprawiro (1998). Obat Hipoglikemik Oral :
Perkembangan Mutakhir Menuju Millenium Baru. Kongres
Nasional IV Persadi, Denpasar 22 –25 Oktober 1998.
11. Vameca J, Latruffe N (1999). Medical Significance of
11. Vameca J, Latruffe N (1999). Medical Significance of
Peroxisome Ploriferator-Activated Receptors. Lancet
354, 141-148
12. Torra JP, Gervois P, Stael B (1999). Peroxisome Ploriferator-
12. Torra JP, Gervois P, Stael B (1999). Peroxisome Ploriferator-
Activated Receptor Alpha in Metabolic Disease,
Inflammation, Atherogenesis, and Aging. Curr Opin Lipidol 10,
151-159
13. Brun RP, Kim JB, Hu E, Spiegelman BM (1997). Peroxisome
13. Brun RP, Kim JB, Hu E, Spiegelman BM (1997). Peroxisome
Ploriferator-Activated Receptor Gamma and the Control
of Adipogenesis. Curr Opin Lipidol 8, 212-218
14. Spiegelman BM. PPAR gamma : Adipogenic Regulator and
14. Spiegelman BM. PPAR gamma : Adipogenic Regulator and
Thiazolidinedione Receptor. Diabetes 47, 507 – 514.
15. PERKENI (1998). Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di
15. PERKENI (1998). Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di
Indonesia
16. Henke BR, Blanchard SG, Brackeen MF (1998).
16. Henke BR, Blanchard SG, Brackeen MF (1998).
N-(2-benzoylphenyl)-1-Tyrosine PPAR gamma Agonist :
Discovery of Novel Series of Potent Antihyperglycemic and
Antihyperlipidemic Agent. J Med Chem 41, 5020-5036
17. Sugiyama Y, Taketomi S, Shimura Y,Ikeda H, Fujita T (1990).
17. Sugiyama Y, Taketomi S, Shimura Y,Ikeda H, Fujita T (1990).
Effects of Pioglitazone on Glucose and Lipid
Metabolism. Drug Res 40, 263-267
18. Murase K, Odaka H, Suzuki M (1998). Pioglitazone
18. Murase K, Odaka H, Suzuki M (1998). Pioglitazone
Time-Dependently Reduces Tumor Necrosis Factor – Alpha
level in Muscle and Improves Metabolic Abnormalities in
Wistar Fatty Rats. Diabeetologia 41, 257 – 264
19. Kobayashi M, Iwanishi M, Egawa K, Shigeta Y (1992).
19. Kobayashi M, Iwanishi M, Egawa K, Shigeta Y (1992).
Pioglitazone Increase Insulin Sensitivity by
Activating Insulin Receptor Kinase. Diabetes 41, 476 – 483
20. McCarty D, Zimmet P (1994). Diabetes 1994 to 2010: Global
20. McCarty D, Zimmet P (1994). Diabetes 1994 to 2010: Global
Estimate Projections. International Diabetes
Institute, Melbourne - Australia
0 komentar:
Posting Komentar