Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang yang sering dijumpai, dan ditandai dengan penurunan densitas massa tulang sampai dibawah batas ambang fraktur. Osteoporosis pada perempuan pasca menopause sering berhubungan dengan berbagai fraktur seperti kompresi fraktur vertebra, Colles fraktur dan fraktur kolum femoris. Pada kelompok perempuan ini, hubungan antara penurunan densitas massa tulang dan peningkatan risiko fraktur cukup jelas.
Bila ditinjau menurut kelompok usia, laki-laki dewasa muda lebih sering mengalami fraktur dibandingkan perempuan. Tetapi diatas usia 40-50 tahun keadaan menjadi terbalik dimana perempuan lebih sering mengalami fraktur yang dikaitkan dengan kejadian osteoporosis.
Selama ini perhatian terhadap osteoporosis pada laki-laki tidak sebaik perhatian terhadap osteoporosis pada perempuan. Kemungkinan karena prevalensinya tidak steinggi pada perempuan. Studi epidemiologis yang ada menunjukkan bahwa 1/7 kasus kompresi fraktur vertebra akibat osteoporosis terjadi pada laki-laki. Demikian pula fraktur kolum femoris yang mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta dan biaya yang besar, ¼ sampai 1/5 terjadi pada laki-laki.
Proses Penuaan Pada Laki-laki
Pada tahun 1980, angka harapan hidup orang Indonesia laki-laki adalah 50,9 dan perempuan 54 tahun. Angka tersebut makin meningkat menjadi 62,9 tahun untuk laki-laki dan 66,7 tahun untuk perempuan pada tahun 1995. Walaupun terdapat perbaikan dari angka harapan hidup tersebut, tampaknya tetap saja bahwa laki-laki merupakan seks yang lemah, dengan harapan hidup 5 tahun lebih pendek dibandingkan perempuan.
Proses menua adalah proses multifaktorial yang akan diikuti oleh penurunan fungsi-fungsi fisiologis organ tubuh yang progresif dan menyeluruh, serta penurunan kemampuan mempertahankan komposisi tubuh dan respon terhadap stress.
Peran hipo-estrogenemia pada patogenesis menopause dan proses penuaan perempuan tampaknya sudah jelas. Sedangkan kaitan antara androgen dan proses penuaan laki-laki masih controversial. Keberadaan menopause pada laki-laki (andropause) masih diperdebatkan. Berbeda dengan perempuan, pada laki-laki tidak ada perubahan yang drastic seperti halnya perubahan pola haid pada perempuan usia setengah baya. Pada laki-laki usia lanjut, penurunan kadar hormon androgen terjadi secara perlahan dan polanya sangat bervariasi dari satu individu ke individu yang lain. Perubahan ini berakibat pada perubahan fingsi seksual, fisik dan kapasitas hidup.Gejala-gejala seperti rasa cemas, depresi, daya ingat menurun, sukar berkonsentrasi, mudah lelah sulit tidur, rasa panas dimuka, berkeringat hilang timbul, disfungsi seksual juga didapatkan pada keadaan ini.
Dengan proses penuaan laki-laki memperlihatkan penurunan massa otot dan massa tulang serta juga kekuatan otot. Penurunan massa densitas tulang tersebut merupakan predisposisi bagi laki-laki lansia untuk menderita osteoporosis dan fraktur. Selain itu pada proses menua terjadi perubahan distribusi lemak tubuh dari perifer menjadi sentral.
Osteoporosis Pada laki-laki
Rendahnya insiden osteoporosis pada laki-laki, diduga karena laki-laki mempunyai massa tulang puncak yang lebih tinggi, serta tingkat kehilangan massa tulang kortikal yeng lebih rendah. Disamping itu penurunan massa tulang trabekular pada laki-laki, lebih bersifat penipisan daripada perforasi, sehingga arsitektur tulang masih tetap dipertahankan. Laki-laki juga tidak mengalami menopause seperti pada perempuan sehingga tidak mengalami fase penurunan massa tulang yang cepat.
Patogenesis terjadinya penurunan massa tulang pada laki-laki belum jelas betul. Kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya pembentukan massa tulang dan bukan akibat meningkatnya resorpsi massa tulang.
Penyebab utama osteoporosis pada laki-laki adalah hipogonadisme, hiperkortilisme dan minum alcohol yang berlebihan. Penyebab lainnya ialah hipertiroidisme dan keganasan. Semua ini berperan pada sekitar 60% osteoporosis pada laki-laki. Sisanya dianggap sebagai osteoporosis idiopatik.
Hubungan antara hipogonadisme dan osteoporosis pada laki-laki, telah terbukti pada berbagai keadaan hipogonadisme seperti : sindrom Klinefelter, hipogonadisme hipogonadotropik, hipogonadisme hiperprolaktinemia. Terjadinya osteopeni pada laki-laki dengan hipogonadime ini, lebih disebabkan oleh pencapaian densitas massa tulang yang rendah dan bukan sebagai akibat penurunan massa tulang yang terjadi lebih awal. Hipogonadisme juga dianggap sebagai factor risiko osteoporosis pada laki-laki dengan kompresi fraktur tulang vertebra; dan kemungkinan sebagai factor risiko pada fraktur kolum femoris pada laki-laki lansia.
Perlu diingat sekali lagi bahwa proses penuaan adalah proses multifaktorial dan penurunan hormon-hormon seks hanya merupakan salah satu aspek. Perubahan endokrin lain dalam proses penuaan ialah : penurunan hormon pertumbuhan (GH), IGF-1 dan peningkatan hormon insulin sebagai akibat insulin resisten yang mewarnai proses menua.
Etah S et al dalam penelitiannya melaporkan bahwa pada laki-laki (24 pasien) dengan osteoporosis idiopatik kadar IGF-1 menurun, dan mungkin berperan pada penurunan densitas massa tulang vertebra. Rendahnya kadar IGF-1 dapat mencerminkan penurunan pembentukan tulang yang diperlihatkan dengan bone-histomophometry. IGF-1 agaknya berperan pada deferensiasi sel osteoblas dan diproduksi local pada tulang. Tulang merupakan sumber IGF-1 kedua setelah hati.
Faktor-faktor Risiko Osteoporosis Pada Laki-laki :
a) Etnik Caucasia, Asia
b) Asupan kalsium yang rendah
c) Kurus
d) Gaya hidup dengan aktivitas fisik kurang
e) Gangguan fungsi gonad
f) Obat, khususnya kortikosteroid
g) Penyakit kronik, immobilisasi
h) Perokok
i) Post reseksi usus
j) Riiwayat keluarga dengan fraktur osteoporosis
k) Intake Na, kafein, protein, fosfat yang berlebih dalam waktu lama
Mengingat patogenesis osteoporosis pada laki-laki belum seluruhnya jelas dan belum ada pengobatan yang betul-betul efektif dapat mencegah fraktur osteoporosis pada laki-laki, upaya pencegahan menjadi sangat penting. Upaya pencegahan tersebut adalah sebagai berikut :
a)Asupan kalsium yang cukup: 1000 mg/hari untuk usia pra remaja dan
1500 mg/hari pada lansia
1500 mg/hari pada lansia
b)Perhatikan asupan vitamin D terutama bila kurang terpapar pada sinar matahari.
c)Latihan fisik yang teratur
d)Diagnosa dan pengobatan dini bila ditemukan gejala defisiensi androgen
e)Hindari alcohol dan merokok
f)Kenali risiko tinggi
g)Perkecil kemungkinan jatuh
Kesimpulan
1) Meskipun prevalensi osteoporosis pada laki-laki lansia lebih sedikit daripada perempuan, dampak biaya dan kematian akibat fraktur osteoporotik khususnya fraktur kolum femoris cukup besar.
2) Patogenesis terjadinya osteoporisis laki-laki lansia belum seluruhnya jelas. Androgen, IGF-1 dan GH berperan terhadap terjadinya osteoporosis idiopatik tersebut.
3) Pencegahan dan dignosis dini sangat penting dalam pengelolaan osteoporosis laki-laki.
Daftar Kepustakaan
1) Eastell R. et al. Management of male osteoporosis : report of the UK Consensus Group. QJM 1998;91:2, 71-92.
2) Etah S. et al. Insulin-like growth factor-1 in men with idiopathic osteoporosis. J Clin Endocrinol Metab 1997;82: 2799-2805.
3) Jackson JA. Osteoporosis in Men. Dalam : Favus MJ editor. Primer on the Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. Edisi kedua. New York: raven Pers; 1993, p. 255-258.
4) Jacqueline R. center et al. Mortality after all major types of osteoporosis fracture in men and women: an observational study. Lancet 1999; 353:878-882.
5) Orwol ES. Epidemiology and diagnosis of osteoporosis in men. Dalam: Oddens B dan vermeulen A editors. Androgen and the aging male. New York : The Parthenon Publishing Group; 1996, p. 15-37.
6) Seeman E. Do men suffer with osteoporosis? Aust Fam Physician 1997;26:2, 135-43.
7) Setiyohadi B. Pendekatan Klinis Osteoporosis. Makalah Siang klinik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta.
8) Venneulen A. Declining androgen with age: an Overview. Dalam: Oddens B dan vermeulen A editor. Androgen and the aging male. New York: The Parthenon Publishing Group; 1996, p. 3-14.
9) Young Chan Kim. Hormone Deficiency in Aging Men. Dalam: Young-Chan Kim, Hui Meng Tan editor. APSIR Book on Erectile Dysfunction. Edisi pertama. Malaysia : APSIR Pasific Cosmos; 1999, p. 179-198.
0 komentar:
Posting Komentar