Pendahuluan
Osteoporosis adalah suatu penyakit sistemik pada tulang yang karakteristik ditandai oleh berkurangnya massa tulang dan gangguan mikroarsitektur jaringan tulang yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas dan rentang untuk mengalami fraktur.
Dari berbagai penelitian adanya fraktur akibat osteoporosis sekitar 20 % wanita sebelum 65 tahun dan 40 % setelah umur 65 tahun (16). Fraktur pada osteoporosis karakteristik ditemukan pada korpus vertebra, femur ( cervical dan intertrochanter) dan tulang radius bagian distal (10).
Berbeda dengan osteoporosis primer yang penyebabnya tidak diketahui, osteoporosis sekunder adalah osteoporosis disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit yang diketahui penyebabnya. Osteoporosis sekunder terdapat pada 20-35 % wanita dan 40-55 % pria dengan gejala fraktur sering ditemukan pada vertebra dua atau lebih (16).
Mengingat banyaknya penyebab osteoporosis sekunder maka pada naskah ini hanya akan diutarakan osteoporosis sekunder oleh karena penyakit endokrin yang dikenal dengan nama osteoporosis endokrinopati (2).
Patogenesis osteoporosis
Mekanisme terjadinya fraktur pada osteoporosis biasanya didahului adanya trauma yang sangat minimal kadang-kadang tanpa trauma pada mereka yang mempunyai desnsitas tulang yang rendah. Densitas tulang yang rendah disebabkan oleh karena meningkatnya massa tulang yang hilang dan proses pembentukan (“peak bone mass” ) yang tidak adeguat. Proses hilangnya massa tulang maupun peak bone mass sangat dipengaruhi oleh faktor herediter (1,2,4,5,7).
Sebaliknya hilangnya massa tulang yang berlebihan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, umur, menopause, faktor lokal dan faktor sporadis.
Dalam keadaan normal maka terjadi proses pembentukan dan penghancuran tulang yang senantiasa seimbang sehingga tulang itu akan menjadi keras dan kuat. Proses pembentukan tulang dilaksanakan oleh sel-sel osteoblast dan penghancuran tulang dilakukan oleh sel-sel osteoklast. Berbagai hormon berperan dalam proses pembentukan dan penghancuran tulang tersebut. Hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid (tiroksin) dalam keadaan normal , hormon tumbuh (Growth hormon), hormon testosteron dari testis dan hormon estrogen dari ovarium meningkatkan aktifitas osteoblast (1,2,5,14).
Sebaliknya hormon paratiroid (HPT), glukokortikoid yang dihasilkan kelenjar adrenal dan hormon tiroksin yang meningkat akan meningkatkan aktifitas osteoklast (1).
Bila aktifitas osteoklast lebih besar dari osteoblast maka resorpsi tulang meningkat dan ekskresi kalsium di urine meningkat. Pada keadaan ekskresi kalsium meningkat maka hormon paratiroid meningkat (hiperparatiroidisme sekunder) menyebabkan resorpsi tulang meningkat dan osteoprosis dapat terjadi (1,2,8).
Kebutuhan kalsium diperoleh dari makanan yang dimakan sehari-hari diserap diusus dengan bantuan HP, kalsitonin dan 1,25 (OH)2 D. Bila ada defisiensi HPT, kalsitonin dan 1,25 (OH)2 D maka absorpsi klalsium menurun , proses pembentukan tulang oleh osteoblast menurun menyebabkan osteoporosis dapat terjadi. Dapat disimpulkan bahwa osteoporosis terjadi akibat aktifitas osteoklast yang meningkat atau aktifitas osteoblast menurun (8). Dalam proses remodelling ini ada 3 hormon yang bekerja antara lain hormon paratiroid, kalsitonin dan vitamin D . Ketiga hormon ini bekerja pada tempat kalsium memasuki tubuh yaitu di usus, ginjal (ekskresi kalsium ) dan pada tulang untuk penyimpanan kalsium (10)
Fraktur akibat osteoporosis biasanya dijumpai pada vertebra berupa fraktu-kompresi, panggul, dan radius bagian distal (12,13).
Pada osteoporosis sekunder patogenesis terjadinya kehilangan massa tulang sudah jelas misalnya akibat tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, sindroma cushing,pengobatan dengan kortikosteroid jangka panjang, alkoholisme, mieloma multipel, diabetes melitus, hiperprolaktinemia dan lain-lain (1,10,14).
Faktor–faktor yang berperan pada osteoporosis Genetik
Telah terbukti peranan faktor genetik pada proses osteoporosis. Hal ini terlihat pada orang-orang kulit putih mempunyai kecenderungan osteoporosis dibanding dengan orang kulit hitam. Demikian pula orang Asia lebih banyak menderita osteoporosis. Pada beberapa keluarga tertentu lebih banyak menderita osteoporosis dibanding keluarga lainya yang tidak mempunyai riwayat keluarga osteoporosis. Dari penelitian terlihat pula orang-orang dengan postur tubuh kecil (berat badan < 58 kg) memperlihatkan kecenderungan mengalami osteoporosis pada usia lanjut dibanding dengan orang yang mempunyai postur besar (5, 6)..
Pola hidup
Perokok mempunyai kans untuk mendapat osteoporosis 2 kali lipat dibanding dengan dengan tidak perokok. Demikian pula kurang aktif, sering melahirkan (nullipara), aktifitas fisik yang berlebihan, menarkhe yang terlambat lebih cenderung menderita osteoporosis (6).
Faktor nutrisi
Intoleransi terhadap susu, penduduk yang kurang menkomsumsi kalsium dalam periode lama, alkoholisme dan komsumsi tinggi protein binatang merupakan faktor yang dapat mempercepat osteoporosis (4,6).
Faktor penyakit
Berbagai penyakit dapat menimbulkan osteoporosis antara lain: anoreksia nervosa, tirotoksikosis, sindroma cushing, diabetes melitus, mastositositosis, rematoid artritis, nutrisi parentral yang lama, osteogenesis impperfekta, hiperprolaktinemia, spondilitis ankilosing, anemia hemolitik, hemokromatosis, talasemia, gangguan fungsi saluran cerna dan hepato-biliar (4,6,7) .
Obat-obat
Obat-obat yang dapat menimbulkan osteoporosis antara lain, glukokortikoid, tiroksin, obat kemoterapi, pengobatan dengan agonis atau antagonis gonadotropin, obat anti konvulsan,diuretika, cycloporin, derivat penotiasin, tetrasiklin, antasida yang mengandung aluminium (6,7).
Penyebab Osteoporosis
Berdasarkan penyebabnya maka osteoporosis dibagi :
1.Osteoporosis primer
2.Osteoporosis sekunder
Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, namun demikian beberapa faktor risiko spesifik diduga berperan dalam timbulnya osteoporosis yaitu genetik, hormon reproduktif dan pola hidup(10).. Osteoporosis primer ini dibagi :
1. Osteoporosis tipe 1
2. Osteoporosis tipe 2
3. Osteoporosis juvenile
4. Osteoporosis pada dewasa muda
Pembagian osteoporosis primer sebagaimana tersebut diatas sudah tidak dipakai lagi dalam kepustakaan baru karena osteoporosis tipe 1, maupun tipe 2 pada dasarnya penyebabnya sudah diketahui , walaupun patogenesisnya belum diketahui dengan pasti (2).
Osteoporosis tipe 1
Osteoporosis tipe 1 adalah osteoporosis yang terjadi setelah menopause sehingga disebut juga osteoporosis post-menopause. Osteoporosis ini terjadi dalam 10 tahun awal terjadinya menopause pada wanita ( sekitar 50-60 tahun ). Penyebabnya erat kaitannya dengan produksi hormon estrogen yang menurun drastis pasca menopause (8). Alasan kenapa turnover tulang meningkat dan hilangnya massa tulang yang cepat masih belum diketahui (3). Selama beberapa tahun peranan reseptor estrogen pada jaringan tulang masih diragukan ,namun penelitian terbaru membuktikan bahwa beberapa reseptor hormon seks berlokasi dalam osteblast dari jaringan tulang (3).
Osteoporosis tipe 2
Osteoporosis tipe 2 ditemukan pada laki-laki maupun wanita yaitu pada umur 70 tahun keatas dan fraktur yang terjadi sering pada kolum femoris, humerus bagian proksimal, tibia bagian proksimal, panggul dan mengenai daerah trabekula dan korteks dari tulang (11). Penyebabnya diduga erat kaitanya dengan proses ketuaan yang menyebabkan hormon paratiroid meningkat dan vitamin D3 menurun (12).
Osteoporosis juvenile
Osteoporosis juvenile adalah osteoiporosis yang jarang ditemukan dan penyebabnya tidak diketahui , ditemukan pada masa anak-anak sampai adolosen umumnya berkisar 8 dan 14 tahun . Perjalanan penyakit mendadak dan progresif disertai nyeri tulang dan fraktur setelah trauma yang minimal. Pada umumnya sembuh sendiri dalam 4 atau 5 tahun (8,12).
Osteoporosis usia muda
Disamping itu dikenal osteoporosis pada usia muda, jarang dijumpai dan mengenai umur 20-40 tahun., perlangsungan cepat dan progresif dan menyerang tulang aksial sehingga sering terjadi kolaps total yang menyebabkan gangguan respirasi dan tidak jarang berakibat fatal (8).
Osteoporosis sekunder
Berbagai penyakit sebagaimana diuraikan dapat mempercepat dan menyebabkan osteoporosis. Namun demikian dalam naskah ini hanya akan dibahas penyebab osteoporosis sekunder akibat gangguan / penyakit endokrin atau disebut osteoporosis endokrinopati (2). Adapaun penyakit kelenjar endokrin yang menyebabkan osteoporosis antara lain: sindroma cushing, tirotoksikosis, akromegali, diabetes melitus, hiperprolaktinemia, hiperparatiroidisme, hipogonadisme pada laki-laki (8).
Sindroma Cushing
Tanda-tanda dan gejala-gejala sindroma cushing sebagian besar bersumber dari aksi hormon glukokortikoid. Mobilisasi jaringan penunjang diperiferi menyebabkan gejala kelemahan otot, stria kutaneus, gampang luka memar dan osteoporosis.
Sindroma Cushing umumnya menyebabkan osteoporosis sekunder yang biasanya mengenai tulang vertebra dan menyebabkan kompresi fraktur , fraktur pada panggul dan tulang iga. Adanya peningkatan glukokortikoid pada sindroma cushing maupun akibat pemberian jangka lama glukokortikoid(6-12 bulan) akan menyebabkan penekanan absorpsi kalsium di usus halus, kadar estrogen dalam sirkulasi menurun, meningkatnya ekskresi kalsium oleh ginjal, maturasi osteoblast tertekan, penurunan pembentukan tulang sehingga aktifasi remodelling meningkat dan resorpsi tulang meningkat. Keadaan ini akan mempercepat hilangnya massa tulang (2,14).
Tirotoksikosis
Terjadinya osteoporosis pada tirotoksikosis yang berat jarang ditemukan. Hal ini disebabkan oleh karena akibat tirotoksikosis yang perlangsungannya berat , pasien akan lebih cepat kedokter dan diagnosis lebih mudah sehingga pasien mendapat pengobatan terhadap tirotoksikosisnya sehingga belum sempat terjadi osteoporosis (10,11,12).
Pengobatan tirotoksikosis dengan pbat-obat antitiroid terbukti menurunkan resorpsi tulang, meningkatkan 1,25(OH)2 D dalam plasma dan pembentukan tulang akan meningkat(8).
Berbeda dengan tirotoksikosis yang perlangsungannya ringan atau perlangsungannya tanpa gejala (tirotoksikosis subklinis), perlangsungan dapat bertahun-tahun tanpa diketahui oleh pasien dan proses yang lama ini akan meningkatkan resorpsi tulang, demikian pula ekskresi kalsium dan pospat meningkat dalam urine dan feses sehingga kadar kalsium darah menurun dan menyebabkan sekresi HPT meningkat, resorpsi tulang meningkat, kadar 1,25(OH)2 D menurun dalam plasma , absorpsi kalsium diusus halus juga menurun (8,12). Hal ini akan lebih cepat terjadi pada pasien wanita pasca menopause (10,12)
Tidak berbeda jauh dengan tirotoksikosis subklinis yaitu pasien-pasien yang mendapat pengobatan hormon tiroid untuk terapi pengganti (1,6-1,7 ug / kg BB (15). Walaupun jarang memberi gejala klinis tirotoksikosis yang signifikan namun sudah cukup dapat memperberat hilangnya massa tulang terutama pada daerah korteks tulang pada orang-orang tua atau post-menopause yang pada tahap lanjut akan berakibat fraktur (10, 12,15).Akromegali
Akromegali adalah suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan tulang dan jaringan lunak yang berlebihan akibat kelebihan hormon tumbuh (growth hormon). Penyakit ini jarang dan umumnya disebabkan oleh mikro adenoma hipofisis yang fungsionil. Gejala klinik dapat berupa prognatisme, maloklusi, lidah membesar,muka yang spesifik, lapangan pandang yang terganggu dan osteoporosis .
Dalam keadaan normal hormon tumbuh mempunyai pengaruh positif pada formasi tulang, namun sering dihubungkan antara akromegali /gigantisme dengan osteoporosis (2).
Adanya osteoporosis pada akromegali hanya ditemukan pada akromegali / gigantisme yang berlangsung lama dan berat dan tidak diobati (2). Gejala klinik ditandai dengan balans kalsium negatif, hiperkalsiuria menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder. Adanya panhipopituitarisme dan insufisiensi gonad mungkin sebagai penyebab osteoporosis pada akromegali (12). Pada umumnya keluhan osteoporosis baru terlihat dalam perjalanan stadium lanjut dari akromegali. Dengan perbaikan dan tindakan terhadap akromegali maka osteoporosis tidak terjadi (12).
Diabetes melitus
Adanya osteoporosis pada diabetes melitus (DM) tipe 1 maupun tipe 2 telah dilaporkan oleh Albright dan Reifeinstein pada 1949 yang ditemukan pada DM yang tidak terkontrol. Hal ini disokong oleh beberapa peneliti antara lain Levin yang meneliti osteoporosis pada pasien –pasien DM dengan memakai “photo absorption method” dan menyimpulkan osteoporosis pada DM mulai timbul paling kurang 5 tahun menderita DM (10). Ditemukan penurunan densitas tulang pada Dm tipe 1 sebesar 8 % dan pada DM tipe 2 sebesar 14 %. Insidens osteoporosis pada DM adalah 22 % ditemukan fraktur pada tulang panggul (10). Peneliti lainnya menemukan densitas tulang menurun pada DM tipe 2 pada pasien dengan hiperinsulinemia (10,11). Insulin dapat meningkatkan asupan(up-take) asam amine dan sintesis kolagen oleh sel tulang. Disamping itu pasien DM yang tidak terkendali menyebabkan hiperkalsemia, yang pada tahap berikutnya menyebabkan hormon paratiroid, hipokalsemia dan gangguan metabolisme vitamin D3 . dengan akibat absorbs kalsium di usus berkurang (2,10).
Penurunan densitas massa tulang disebabkan oleh penurunan 1,25 (OH) 2 D, demikian pula absorpsi kalsium diusus menurun, ekskresi kalsium dalam urine meningkat menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder dan pada tahap lanjut akan menyebabkan fraktur. Insidens fraktur panggul pada DM berkisar 1,16 – 3,4 % (10). Penelitian terakhir dalam jumlah kasus yang cukup besar menemukan metabolisme kalsium pada pasien – pasien DM masih normal dan tidak ditemukan gangguan tulang yang signifikan (11).
Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia adalah suatu keadaan dimana kadar prolaktin meningkat dalam darah yang dapat disebabkan oleh proses fisiologi maupun proses patologis. Dalam keadaan patologis sebagian besar hiperprolaktinoma disebabkan oleh adenoma pada hiopfisis anterior yang mengeluarkan hormon prolaktin berlebih. Manifestasi klinis dapat berupa galaktore yang dapat ditemukan pada wanita maupun pria. Pada wanita selain galatore dapat dijumpai amenore,(30 %) dan pada pria dapat berupa impotensi akibat hipogonadisme. Pada wanita manifestasi klinik dapat terjadi osteoporosis akibat defisieensi hormon estrogen dan pada pria akibat hipogonadisme. Lokasi osteoporosis biasanya ditemukan pada vertebra atau pada tualng-tulang radius (8).
Pengobatan ditujukan pada penyebabnya yaitu pada hiperprolaktinemia berupa bromocriptine atau tindakan bedah pada prolaktinoma (7).
Hiperparatiroidisme
Pada hiperparatiroidisme baik primer maupun sekunder merangsang resorpsi tulang terjadi hiperkalsemia yang menyebabakan deposisi kalsium dalam tubuli yang akan berlanjut dengan poliuria, polidipsia, gejala –gejala gastro intestinal, hipotoni (2).
Hiperparatiroidisme akan menyebabkan defisiensi vit D, “bone turn over” dan remodelling akibat resorpsi tulang yang meningkat. Pada tahap lanjut dapat terjadi osteoporosis dan fraktur.
Hipogonadisme pada pria
Hipogonadisme pada pria dapat menyebabkan fraktur vertebra 3-7 % pad, akibat massa tulang pada trabekula dan korteks menurun (8).
Patogenesis terjadinya osteoporosis pada hipogonadisme pada pria belum diketahui dengan pasti , namun diduga akibat efek langsung defisiensi androgen atau estrogen, kadar 1,25 (OH)2 D menurun menyebabkan malabsorbsi kalsium dan kadar kalsitonin menurun(8).
Diagnosis hipogonadisme pada pria dapat diketahui dengan pemeriksaan hormonal yaitu dengan pemeriksaan kadar serum testosteron dan gonadotropin. Pengobatan osteoporosis pada hipogonadisme pria lebih ditujukan pada penyebabnya yaiotu dengan pemberian hormonal (8).
Ringkasan
Osteoporosis sekeunder adalah osteoporoisis yang diketahi penyebabnya. Berbagai keadaan atau penyakit dapat menyebabkan osteoporosis baik dalam keadaan fisiologis maupun patologis. Beberapa penyakit endokrin dapat menyebabkan osteoporosis yaitu diabetes melitus, tirotoksikosis, hiperprolaktinemia, akromegali, sindroma cushing, hiperparatiroidisme, hipogonadisme pada pria.
Pada umumnya terjadinya osteoporosis disebabkna oleh perlangsungan penyakit dasar yang lama yang pada tahp lanjutan menyebabkan,massa tulang menurun, akibat resorbsi tulang meningkat, kadar PTH meningkat, kadar kalsitonin menurun, absorbsi kalsium diusus menurun dan ekskresi kalsium meningkat dalam urine.
Pengobatan osteoporosis ditujukan pada penyakit penyebabnya disamping pada pasien tertentu dimana usia lanjut atau post menopause diperlukan obat untuk osteoporosisnya
Daftar pustaka
1.Adam,JMF.: Patogenesis osteoporosisNaskah lengkap Simposium Penatalaksanaan Osteoporosis ,hal.1- 8, 1993.
2.Askandar Tjokroprawiro : Pathogenesis and treatment of Endocrinopathic osteoporosis. Simposium osteoporosis: Patofisiologi,Permasalahan, Pencegahan dan Penanggulangannya . Kelompok studi osteoporosis RSUD DR Soetomo-FK>UNAIR Surabaya.24 April 1994: p. 1 – 31.,1994.
3.Christiansen,C.: The Endocrinology of osteoporosis .in Postmenopausal osteoporosis. A Handbook for the Medical profession. National osteoporosis Society and the European Foundation for osteoporosis and Bone disease.1990: p33-35.
4.Conference report. Consensus development conference : Diagnosis, prophylaxis, and treatment of osteoporosis . The Am. Jour. Of Med. .94: p. 646650, 1993.
5.Darmawan,J. Pencegahan rapuh tulang dan terapi nyeri fraktur osteoporosis, Dalam Reumatologi dalam praktek.3 :1991,p1-15.
6.Dempster,DW., Lindsay,R.: Pathogenesis of osteoporosis (science & Practice) The Lancet:341, p.797801,1993.
7.Fitzegerald,PA. Metabolic bone disease. In Tirney,Jr.,LM., Mc Phee,SJ., Papadakis,MA.: Current Medical Diagnosis and Treatment. 35 th ed. A Lange Medical book London.1996 :p.1005-1006.
8.Francis,RM. The pathogenesis of osteoporosisin Osteoporosis editor: Francis,RM. Kluwer Acad. Publ. Dordrecht.1990. p. 51-99.
9.Francis,RM, Selby,PL., Rodgers,A, Davidson,CE.. The management of osteoporosis. in.: Osteoporosis : Pathogenesis and Management. Cluwer Academic Publ. Dordrecht,Boston, London:1990, p145-169.
10.Kaplan,FS. Osteoporosis in Clinical Si\ymposia.35: p.1-15,1983.
11.Kozak,GP.,Cooppan,R.Diabetes and other endocrinologic disorders.in Joslin ‘s Diabetes mellitus,12th ed. Lea & Febiger Philadelphia.1985: p.808.
12.Krane,SM., Holick,MF.Metabolic bone disease inHarrisons’s Principles of Internal medicine 14 th ed. Vol.2.Mc Graw-Hill, NewYork . 1998 : p.2247-2253.
13.Lindsay,R.Prevention and treatment of osteoporosis.The Lancet. 341 :p. 801 - 804, 1993.
0 komentar:
Posting Komentar