Defenisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau mempunyai struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitisasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantaraan sel limfosit T.
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau mempunyai struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitisasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantaraan sel limfosit T.
Etiologi
Penyebab DKA bervariasi. Peranan bahan penyebab dermatitis tergantung pada potensi sensitisasi, derajat pemaparan dan penetrasi yang luas perkutan. Bahan-bahan yang paling sering menyebabkan sensitisasi (alergen) adalah pakaian, sepatu, plester dan bahan-bahan perekat, parfum, resin, kosmetik, formaldehid, macam-macam minyak, bahan pewarna organik, cat pestisida, logam-logam (mis; krom, nikel, kobalt), tanaman dan kayu,bahan-bahan pengawet anti mikroba dan karet.
Patogenesis
Reaksi yang menimbulkan DKA ini dibagi dalam 2 fase yaitu :
1. Fase intestinal
Bahan kimia yang dapat bersifat alergen biasanya berat molekulnya kecil (berat molekul < 500 Da), larut dalam lemak dan ini disebut sebagai hapten. Hapten akan berpenetrasi menembus lapisan korneum sampai mencapai lapisan bawah dari epidermis. Hapten ini akan difagosit oleh sel langerhans, kemudian hapten akan diubah oleh enzim lisosom dan sitosolik, yang kemudian akan berikatan dengan human leukocyte antigen DR (HLA-DR) membentuk antigen. HLA-DR dan antigen akan diperkenalkan kepada sel limfosit T melelui cluster of differentation-4 (CD4) yang akan mengenal HLA-DR dan CD3 yang akan mengenal antigen tersebut. Perkenalan ini terjadi di kulit atau di kelenjar limfe regional. Sel langerhans kemudian mengeluarkan interleukin-4 (IL-4) yang akan merangsang sel limfosit T yang mengeluarkan IL-2 dan menempatkan reseptor IL-2 pada permukaan sel limfosit tersebut dan sitokin ini akan menyebabkan proliferasi dari sel limfosit T yang sudah kenal dan siap menerima antigen yang serupa. Sel limfosit T ini disebut sel memori dan bisa didapatkan di kulit ataupun di kelenjar limfe regional.
2. Fase elistasi
Fase elistasi ini dimulai ketika antigen yang serupa,setelah difagosit oleh sel langerhans dengan cepat akan dikenal oleh sel memori sehingga sel memori akan mengeluarkan interferon-gamma (IFN-g)yang akan merangsang keratinosit yang akan menampakkan intercelluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan HLA-DR pada permukaan keratinosit. ICAM-1 akan memungkinkan keratinosit berikatan dengan sel leukosit yang pada permukaannya terdapat sel lympohcyt function associated-1 (LFA-1).
Seperti kita ketahui HLA-DR akan memungkinkan keratinosit berikatan dengan limfosit T dan sel sitotoksik, disamping itu keratinosit akan memproduksi IL-1, IL-6 dan GMCSF yang semuanya ini akan mengaktifasi sel limfosit T.
IL-1 juga memproduksi eicosanoid, dimana kombinasi antara eicosinoid dan sitokin-sitokin yang dibentuknya akan mengaktifasi sel mast dan makrofag, sehingga akan terbentuklah histamin yang menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Semua proses yang telah disebutkan diatas menimbulkan reaksi yang kita kenal sebagai DKA.
Gambaran klinis
Gambaran klinis dermatitis kontak alergi dapat bervariasi tergantung dari letak dan perlangsungannya. Lesi yang akut berupa makula eritematosa, papul, vesikel, atau bulla sesuai dengan intensitas dari respon alergi. Pada stadium ini dibagian tertentu pada badan seperti kelopak mata, penis dan skrotum terlihat eritema dan udema. Pada stadium subakut, lesi terutama terdiri dari krusta, skuama, sedikit likenifikasi dan vesikel. Sedangkan pada stadium kronis, kulit akan menebal, dapat timbul fissura, skuama, likenifikasi dan perubahan warna kulit berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Dermatitis kontak alergi bisa akut atau kronik. Erupsi akut biasanya terjadi 24-48 jam setelah terpajan atau bisa lebih lambat sampai 4 hari.
Gambaran histopatologis
Pada dermatitis akut perubahan pada epidermis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel dan atau bulla dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-selmononuklear.
Dermatitis subakut memberikan gambaran histopatologis menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantolisis dan kadang-kadang parakeratosis. Pada DKA terlihat akantolisis hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi pervaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan gambaran dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara DKA dan Dermatitis kontak iritan (DKI).
Dermatitis subakut memberikan gambaran histopatologis menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantolisis dan kadang-kadang parakeratosis. Pada DKA terlihat akantolisis hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi pervaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan gambaran dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara DKA dan Dermatitis kontak iritan (DKI).
Diagnosis
Diagnosis DKA umumnya dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis.
2. Pemeriksaan klinis.
3. Pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan
Secara garis besar penatalaksanaan DKA meliputi :
a. Eliminasi atau menghindari bahan kontaktan.
b. Pengobatan.
c. Tindakan pencegahan.
a. Eliminasi atau menghindari bahan kontakan.
Menghndari bahan penyebab dermatitis kontak merupakan cara penanganan DKA yang paling penting. Untuk tujuan tersebut harus diketahui bahan penyebab DKA berdasarkan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang berupa uji tempel bahan yang dicurigai.
b. Pengobatan
Sama dengan pengobatan dari dermatitis pada umumnya yaitu dengan kompres untuk DKA mandidans serta penggunaan topikal kortikosteroid untuk DKA subakut dan kronis. Pada DKA yang disertai dengan sekunder infeksi dapat diberikan antibiotik sistemik. Pada DKA yang cenderung meluas dapat diberikan kortikosteroid sistemik dengan dosis 40-60 mg/hari dalam dosis yang terbagi, kemudian ditapering setelah ada perbaikan.
c. Tindakan pencegahan
Untuk DKA pada pekerja lingkungan industri digunakan alat pelindung seperti sarung tangan.
0 komentar:
Posting Komentar