Pendahuluan
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia oleh karena organ ini bekerja sebagai alat ekskresi utama untuk zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Dalam melaksanakan fungsi ekskresi ini maka ginjal mendapat tugas yang berat mengngat hampir 25 % dari seluruh aliran darah mengalir ke kedua ginjal.
Besarnya aliran darah yang menuju ke ginjal ini menyebabkan keterpaparan ginjal terhadap bahan/zat-zat yang beredar dalam sirkulasi cukup tinggi. Akibatnya bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal. Keadaan inilah yang disebut sebagai nefropati toksik dan dapat mengenai glomerulus, tubulus, jaringan vaskuler, maupun jaringan interstitial ginjal.
Nefropati toksik penting diperhatikan, mengingat penyakit ini merupakan penyakit yang dapat dicegah dan bersifat refersibel sehingga penggunaan berbagai prosedur diagnostik seperti arteriografi, pielografi retrograd atau biopsi ginjal dapat dihindarkan.
Angka kejadian
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti angka kejadian nefropati toksik baik pada anak maupun orang dewasa. Nanra melaporkan bahwa kemungkinan 60% dari semua konsultasi penyakit ginjal disebabkan oleh zat nefrotoksik dan sebanyak 5-10 % benar-benar diketahui sebagai akibat nefrotoksik. Cronin yang melakukan penelitian pada kasus penyakit ginjal menemukan bahwa 20 % penderita gagal ginjal disebabkan oleh pemakaian obat antibiotik. Penelitian lain menunjukkan bahwa hampir 25 % kasus-kasus gagal ginjal akut dan kronik diakibatkan oleh zat nefrotoksik.
Selain obat antibiotik maka pemakaian obat analgesik jangka panjang yang cukup luas baik di negara maju maupun negara berkembang dapat menyebabkan timbulnya nefropati analgesik yang merupakan penyebab penting gagal ginjal kronik.
Etiologi
Zat-zat yang dapat merusak ginjal baik struktur maupun fungsi ginjal disebut sebagai nefrotoksin, yang dapat merupakan :
1. Makanan, yaitu makanan yang tercemar racun kimia, racun
tanaman serangga atau makanan yang secara alamiah sudah
mengandung racun seperti jengkol, singkong atau jamur yang
dapat merusak ginjal.
tanaman serangga atau makanan yang secara alamiah sudah
mengandung racun seperti jengkol, singkong atau jamur yang
dapat merusak ginjal.
2. Bahan kimia, yaitu bahan yang mengandung logam berat seperti
timah (Pb),emas, kadmium.
timah (Pb),emas, kadmium.
3. Obat-obatan; antibiotik, obat kemoterapi, siklosporin,
sitostatik, dll.
sitostatik, dll.
4. Zat radiokontras.
Dari keempat nefrotoksin maka obat dan bahan kimia yang paling sering menyebabkan kerusakan ginjal.
Patogenesis
Ginjal merupakan organ tubuh yang paling sering terpapar zat kimia dan metabolitnya terutama obat yang dipakai secara meluas dimasyarakat. Kemudahan keterpaparan ginjal terhadap zat-zat tersebut diakibatkanoleh sifat-sfat khusus ginjal, yaitu :
1. Ginjal menerima 25 %, curah jantung sedangkan beratnya hanya
kira-kira 0,4% dari berat badan.
kira-kira 0,4% dari berat badan.
2. Untuk menampung curah jantung yang begitu besar, ginjal
mempunyai permukaan endotel kapiler yang relatif luas
dianatara organ tubuh yang lain.
mempunyai permukaan endotel kapiler yang relatif luas
dianatara organ tubuh yang lain.
3. Permukaan endotel kapiler yang sangat luas ini menyebabkan
bahan yang bersifat imunologik sering terpapar didaerah
kapiler glomerulus dan tubulus.
bahan yang bersifat imunologik sering terpapar didaerah
kapiler glomerulus dan tubulus.
4. Fungsi transportasi melalui sel-sel tubulus dapat menyebabkan
terkonsentrasinya zat-zat toksin di tubulus sendiri.
terkonsentrasinya zat-zat toksin di tubulus sendiri.
5. Mekanisme counter current sehingga medulla dan papil ginjal
menjadi hipertonik dapat menyebabkan konsentrasi zat toksik
sangat meningkat di kedua daerah tersebut.
menjadi hipertonik dapat menyebabkan konsentrasi zat toksik
sangat meningkat di kedua daerah tersebut.
Sifat-sifat khas yang disebut di atas inilah yang memudahkan terjadinya gangguan struktur dan fungsi ginjal, bila didalam darah terdapat zat yang bersifat nefrotoksik. Berikut beberapa obat serta zat kimia dengan potensi dapat merusak ginjal, yaitu :
1. Asetaminofen, dapat menimbulkan kerusakan pada papilla
renalis.
renalis.
2. Salisilat, dapat menimbulkan nefritis interstitial.
3. Antibiotik golongan aminoglikosida dan golongan
sefalosporin, berpotensi menimbulkan keadaan nefritis
interstitial dan kerusakan sel-sel tubulus.
sefalosporin, berpotensi menimbulkan keadaan nefritis
interstitial dan kerusakan sel-sel tubulus.
4. Basitrasin, dapat menimbulkan degenerasi epitel tubulus.
5. Polimiksin B dan E, berpotensi menimbulkan kerusakan tubulus
ginjal.
ginjal.
6. Tetrasiklin, dapat menimbulkan sindrom fanconi.
7. Amfoterisin B, berpotensi menimbulkan kerusakan pada
glomerulus dan atrofi pada jaringan tubulus ginjal.
glomerulus dan atrofi pada jaringan tubulus ginjal.
8. Logam berat, misalnya merkuri dapat menimbulkan nekrosis pada
jaringan tubulus secara akut dan iskemia pada ginjal. Timah
(Pb) berpotensi menimbulkan keadaan sindrom fanconi dan
kerusakan pada tubulus ginjal.
jaringan tubulus secara akut dan iskemia pada ginjal. Timah
(Pb) berpotensi menimbulkan keadaan sindrom fanconi dan
kerusakan pada tubulus ginjal.
Dikenal 5 macam mekanisme terjadinya nefropati toksik, yaitu :
A. Dampak langsung terhadap sel parenkim ginjal.
Kerusakan langsung ini terutama disebabkan oleh penggunaan zat yang mengandung logam berat. Logam berat yang difiltrasi oleh glomerulus dapat diresorpsi kembali oleh sel tubulus sehingga sel tubuluslah yang paling sering mengalami kerusakan. Kerusakan ini mengenai hampir seluruh struktur subseluler seperti membran plasma, mitokondria, lisosom, retikulum endoplasma dan inti sel.
B. Reaksi imunologis
Proses imunologis lebih sering terjadi pada pemakaian obat-obatan seperti penisilin, metisilin, dsb. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap zat tersebut di atas, sedangkan proses yang timbul merupakan proses imunologik baik secara humoral seperti terbentuknya deposit imun kompleks, reaksi antara antibodi dengan antigen membrana basalis glomerulus, maupun secara seluler.
C. Obstruksi saluran kemih.
Umumnya obstruksi yang terjadi sebagai akibat kristalisasi zat tertentu yang kemudian mengendap di lumen tubulus yang selanjutnya disertai pula dengan pengendapan sel tubulus yang rusak. Pengendapan kristal dan sel tubulus yang rusak ini sering disertai proses inflamasi yang akhirnya menyebabkan obstruksi lumen tubulus.
Di Indonesia dikenal keracunan jengkol yang dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih baik intrarenal maupun ekstrarenal. Diduga pengendapan asam jengkol yang menyumbat saluran kemih.Gangguan fungsi ginjal yang paling sering terjadi akibat keracunan jengkol ini ialah gagal ginjal akut.
D. Penghambatan produksi prostaglandin
Terdapat obat-obat yang dapat menghambat sintesis prostaglandin E2 yaitu aspirin dan anti inflamasi non steroid. Obat-obat ini menghambat sintesis prostaglandin E2 dengan cara mengikat siklo-oksigenase, suatu enzim yang dipakai untuk memproduksi Prostaglandin E2. Penggunaan obat ini dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus sehingga dapat berpotensi menimbulkan keadaan gagal ginjal.
E. Memperburuk penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya.
Misalnya pielonefritis yang diperberat akibat pemakaian obat-obat tertentu yang meningkatkan ekskresi asam urat atau obat-obat yang menyebabkan hipokalemia.
Manifestasi klinik
Gejala nefropati toksik tergantung dari jenis-jenis bahan kimia atau obat yang terpapar pada ginjal. kelainan ginjal yang ditimbulkan mulai dari proteinuria, hematuria, sindrom nefritik akut, sindrom nefrotik, nefritis interstitial akut, nefritis tubulo-interstitial, sampai gagal ginjal baik akut maupun kronik.
Diagnosis
Diagnosis nefropati toksik sering terlambat diketahui, kalaupun diagnosis dapat ditegakkan, kelainan ginjal yang terjadi sudah berat, misalnya terjadi gagal ginjal baik akut maupun kronik. Atas dasar inilah maka pada gagal ginjal nefropati toksik harus selalu dipertimbangkan sebagai penyebab dalam diagnosis banding. Hal-hal yang dapat membantu diagnosis nefropati toksik adalah :
1. Anamnesis: riwayat pemakaian obat tertentu atau kontak dengan
bahan kimia baik dalam waktu singkat maupun waktu lama.
bahan kimia baik dalam waktu singkat maupun waktu lama.
2. Gejala klinik: tergantung dari kelainan ginjal yang timbul
seperti yang telah disebutkan di atas. Walaupun begitu gejala
sukar jadi pegangan oleh karena banyak penyakit ginjal dengan
kausa yang berbeda memberikan gejala yang sama dengan
nefropati toksik.
seperti yang telah disebutkan di atas. Walaupun begitu gejala
sukar jadi pegangan oleh karena banyak penyakit ginjal dengan
kausa yang berbeda memberikan gejala yang sama dengan
nefropati toksik.
3. Pemeriksaan laboratorium :berguna untuk mengetahui kadar bahan
toksik dalam darah dan urin, ada tidaknya penurunan
Prostaglandin E2 dalam urin,untuk mengetahui Kadar beta-2
mikroglobulin di urin, serta kadar enzim di urin misalnya
alkali fosfatase dan LDH.
toksik dalam darah dan urin, ada tidaknya penurunan
Prostaglandin E2 dalam urin,untuk mengetahui Kadar beta-2
mikroglobulin di urin, serta kadar enzim di urin misalnya
alkali fosfatase dan LDH.
PENATALAKSANAAN
1. Keracunan obat
Mengingat sering terlambatnya diagnosis nefropati toksik akibat obat-obatan ini, maka penanganan yang dilakukan sama dengan penanganan penyakit ginjal pada umumnya seperti sindrom nefrotik atau GGA. Bila pada pengobatan penyakit tertentu dengan antibiotik terjadi penigkatan kadar ureum atau kretinin dalam darah, maka pemberian obat sebaiknya dihentikan atau bila sangat perlu maka dosis harus diturunkan sesuai dengan penurunan fungsi ginjal.
2. Keracunan zat kontras
Dengan berkembangnya prosedur diagnostik radiologik yang memakai zat kontras pada 20 tahun terakhir ini, maka kecendrungan menigkatnya kejadian GGA dihubungkan juga dengan menigkatnya pemakaian zat kontras tersebut. Untuk menghindari terjadinya nefropati toksik akibat pemakaian zat kontras ini, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Menggunakan zat kontras dengan dosis yang tepat dan tidak
melebihi dosis maksimal.
melebihi dosis maksimal.
b. Menghindari terjadinya dehidrasi.
c. Menghindarkan pemeriksaan radiologik yang memakai zat kontras
secara berturut-turut.
secara berturut-turut.
d. Memperhatikan faktor-faktor predisposisi seperti azotemia,
anemia,proteinuria,hiperurikemia,hipertensi dan gangguan
fungsi hati.
anemia,proteinuria,hiperurikemia,hipertensi dan gangguan
fungsi hati.
Dari seluruh faktor pencetus atau faktor predisposisi di atas maka hal yang terpenting yang harus diperhatikan sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik ialah adanya azotemia yang ditandai oleh kadar kretinin serum yang meninggi.
Sumber artikel : Buku Nefrologi Anak, Yang diterbitkan oleh
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
UNHAS, Makassar,Indonesia.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
UNHAS, Makassar,Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar