Efek lain dari pioglitazone selain menurunkan kadar glukosa plasma pada diabetes melitus tipe 2

Oleh  :  Prof dr John MF Adam Sp PD
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UNHAS

Pendahuluan

        Menurut perkiraan WHO, setelah  tahun 2010 jumlah penderita diabetes di dunia akan sangat meningkat, khususnya di benua Asia termasuk di Indonesia. Penelitian di Makasar pada tahun l982 menunjukkan prevalensi penderita diabetes melitus hanya 1,5%, sedang pada tahun l997 jumlah penderita diabetes melitus meningkat menjadi 5.42% . Sebagian besar dari penderita diabetes melitus yang ditemukan di klinik adalah diabetes melitus tipe 2, dan lebih dari 50%, dari penderitanya adalah gemuk. Secara etiopatogenesis, diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh dua hal yaitu adanya resistensi insulin di sel otot, sel lemak, dan sel hati , dan defek sel beta dalam menghasilkan insulin sehingga sekresi insulin menjadi menurun . Sebagian besar dari diabetes melitus tipe 2, khususnya pada mereka yang gemuk dimulai dari adanya resistensi insulin, baru kemudian terjadi kegagalan fungsi sel beta (sel beta failure) .


Insulin dan asupan glukosa

   Insulin dihasilkan oleh sel beta  pankreas setelah ada rangsangan glukosa. Pelepasan insulin terjadi dalam dua tahap yaitu tahap pertama (tahap dini) dan tahap kedua. Pada saat glukosa masuk ke dalam  darah maka sel beta melepaskan insulin yang sudah siap pakai ( atau sudah tersedia di sel beta ) ke dalam darah.Tahap ini hanya berlangsung beberapa menit.

      Untuk kemudian selama terjadinya  proses penyerapan glukosa dari usus, maka insulin yang dilepaskan adalah insulin yang baru dihasilkan oleh sel beta. Pelepasan insulin kemudian akan menurun setelah kita selesai makan, sehingga pada suatu saat dimana kadar insulin sangat rendah (pada malam hari misalnya) akan merangsang sel alfa pankreas melepaskan glukagon. Glukagon yang dilepaskan akan merangsang proses glukolisis dan glukoneogenesis di hati sehingga akan melepaskan glukosa ke dalam darah (glucose hepatic output).

    Sel otot, sel lemak, dan sel hati merupakan tempat dimana gkukosa yang berasal dari makanan disimpan sebagai glikogen maupun lemak. Untuk masuknya glukosa ke dalam sel membutuhkan insulin, dan insulin yang menghantar glukosa masuk kedalam sel membutuhkan suatu reseptor pada membran,  yang dikenal dengan nama reseptor insulin. Insulin akan terikat pada resptor insulin dan akan mengakibatkan perubahan permeabilitas sel membran sehingga glukosa dapat masuk kedalam sel. Insulin yang terikat pada reseptor insulin akan memberi “signal” di dalam sel dan mengakibatkan berbagai perubahan di dalam sel. Salah satu perubahan dalam sel adalah terangsangnya  Peroxisome proliferator-activator gamma.

    Peroxisome proliferator-activator gamma   terutama terletak di sel lemak dan sebagian kecil di sel otot. Aktivasi PPAR akan merangsang “glucose transporter protein” (GLUT-4 dan GLUT-2 ) untuk  berpindah ke membran sel untuk menjemput glukosa masuk ke dalam sel .




      
Manfaat pengobatan pada  DM tipe 2

   Tujuan terapi pada penderita diabetes melitus adalah menghilangkan keluhan dan tanda klinik penderita serta mencegah atau memperlambat  komplikasi kronik vaskuler. Penelitian Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) pada penderita diabetes melitus tipe 1, dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)  untuk penderita diabetes melitus tipe 2 membuktikan bahwa dengan pengobatan intensif glukosa darah, akan menurunkan komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler.





Resistensi insulin

     Pada tahun l988 G Raven memperkenalkan peranan resistensi insulin dan hiperinsulinemia dan menamakannya sebagai Sindroma X. Ternyata bahwa sindroma X ini terdiri atas sekelompok kelainan metabolik yang merupakan faktor resiko untuk terjadinya penyakit arteri koroner. Dalam perkembangannya sindroma X lebih dikenal dengan nama sindroma resistensi insulin.




      Resistensi insulin dapat dialami selama bertahun-tahun sebelum terjadinya manifestasi klinik hiperglikemia (tahap prediabetes). Hal ini menunjukkan bahwa resistensi insulin merupakan tahap awal dalam patogenesis diabetes melitus tipe 2. Penurunan respon target organ terhadap insulin memacu sel beta pankreas untuk bekerja lebih keras memenuhi kebutuhan insulin yang lebih banyak sampai suatu saat sel beta akan gagal mengsekresi insulin yang dibutuhkan.

Strategi pilihan obat hipoglikemia oral

    Idealnya penanganan penderita diabetes melitus adalah melalui pendekatan etiologik. Oleh karena sebagian besar penderita diabetes melitus tipe 2 ditemukan adanya resistensi insulin, maka idealnya terapi harus ditujukan pada bagaimana menghilangkan resistensi insulin tersebut. Sejak lama dikenal dua jenis obat hipoglikemik oral yaitu golongan sulfonilurea dan biguanid atau  metformin. Memasuki akhir abad ke-duapuluh diperkenalkan tiga jenis obat hipoglikemik oral baru yaitu golongan penghambat enzim alfa glukosidase di usus (akarbose), golongan perangsang sel beta yang non-sulfonilurea (repaglinide), dan golongan thiazolidinedione. Dari ke lima jenis obat hipoglikemik oral tersebut metformin dan golongan thiazolidinedione merupakan obat yang dapat menurunkan resistensi insulin. Obat golongan thiazolidinedione yaitu troglitazone, pioglitazone, dan rosiglitazone, disebut juga sebagai “insulin sensitizer” oleh karena dapat meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin. 

     Pilihan terapi farmakologik pada diabetes melitus tipe 2 tergantung pada keadaan penderita. Pada saat ini sudah dipasarkan 5 jenis obat hipoglikemik oral dengan cara kerja yang berbeda-beda . Namun  terlihat bahwa metformin dan golongan thiazolidinedione selain menurunkan kadar glukosa darah juga menurunkan kadar insulin plasma. Hal ini berbeda dengan golongan sulfonilurea pada umumnya yang menyebabkan hiperinsulinemia. Obat hipoglikemik oral golongan thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone) merupakan obat  yang kerjanya bersifat “insulin sensitizer” sehingga sangat  tepat diberikan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kelainan utama berupa resistensi insulin . 

 
Pioglitazone

1.   Penemuan thiazolidinedione
    Penelitian terhadap obat yang dapat mengaktifkan kerja insulin sudah dimulai sejak tahun l963 di Jepang, tetapi barulah pada tahun l975 perusahan farmasi memperkenalkan struktur kimia thiazolidinedione. Obat pertama golongan thiozolinideniode yang di uji cobakan adalah ciglitazone yaitu pada tahun 1982, tetapi dihentikan pada tahun l983 oleh karena hasil uji klinik kurang berhasil. Pioglitazone mulai diproduksi pada tahun l982 dan uji klinik dimulai pada tahun l993. Walaupun demikian barulah pada tahun l999 obat ini diperkenankan utuk digunakan di Amerika Serikat dan Jepang.

2.   Cara kerja

    seperti sudah disebut diatas, insulin yang ditangkap oleh reseptor sel akan memulai terjadinya signal transduksi ke inti sel untuk merangsang produksi beberapa protein kunci (key proteins) yang berperan dalam aktivitas insulin intraseluler. PPR gamma, suatu reseptor nuklir sangat berperan pada migrasi GLUT ke permukaan membrana sel untuk membawa glukosa masuk ke dalam sel. Obat golongan thiazolinideniode, termasuk pioglitazone akan terikat pada PPR gamma, dengan demikian akan mengaktifkan pemindahan GLUT ke permukaan membran sel (GLUT-4 untuk sel lemak dan otot, GLUT-2 untuk sel hati) . Dengan mengatifkan GLUT-4 dan GLUT-2 maka akan terjadi penurunan kadar glukosa darah yaitu melalui asupan glukosa di sel otot dan lemak meningkat, dan pelepasan glukosa hati akan menurun.


    Manfaat lain obat ini adalah pada metabolisme lemak yaitu mengaktifkan lipogenesis sehingga kadar trilgliserida dan lemak bebas plasma akan menurun. Selain itu pioglitazone menekan produksi TNF-alfa yang berpean pada resistensi insulin.

3.  Manfaat klinik
    pioglitazone kerja utamanya adalah “insulin senitizer”, artinya dapat memperbaiki kerja insulin, disamping itu menurunkan resistensi insulin dengan menekan produksi TNF-a di sel lemak,  obat ini sangat baik digunakan didalam penanganan diabetes melitus tipe 2 karena tidak semata-mata hanya menurunkan kadar glukosa plasma tetapi juga memiliki efek lain.

   Prevalensi hipertensi pada diabetes melitus lebih tinggi  terutama pada penderita yang gemuk. Telah dibuktikan bahwa pada penderita obes yang hipertensi mempunyai kadar insulin lebih tinggi dibandingkan hipertensi dengan berat badan normal. Seperti diketahui insulin mempunyai efek meningkatkan tekanan darah. Dengan pemberian pioglitazone akan memperbaiki resistensi insulin khususnya pada orang gemuk, dengan demikian kadar insulin plasma akan menurun.

   Penderita diabetes mellitus tipe 2 sebagian besar disertai dengan dislipidemia yaitu hipertrigliseridemia, HDL-kolesterol rendah, dan meningkatnya subfraksi “small dense” (LDL-kolesterol). Pemberian pioglitazone dapat menurunkan kadar trigliserid dan meningkatkan HDL-kolesterol . Selain itu dapat juga menurunkan kadar “small dense” LDL-kolesterol. Penurunan kadar trigliserida dan meningkatnya HDL-kolesterol seirng didapatkan pada pengobatan  pioglitazone  yang dikombinasi dengan obat hipoglikemik lainnnya .

Ringkasan

   Obat golongan thiazolinedionide merupakan obat yang  mempunyai titip tangkap khusus yaitu memperbaiki kerja insulin di jaringan perifer yaitu sel otot, lemak, dan sel hati. Pioglitazone salah satu dari golongan thiazolinedionide bekerja melalui stimulasi PPR gamma, yang kemudian akan mengaktifkan perpindahan GLUT-4 di sel otot,dan lemak, dan GLUT-2 di sel hati. Dengan demikian glukosa akan ditarik masuk kedalam sel, dan  kadar glukosa plasma akan menurun. Karena memperbaiki sensitivitas insulin di jaringan maka akan menurunkan resistensi insulin dan kadar insulinplasma dan menurunkan kadar PAI-1.

    Selain mempunyai efek menurunkan kadar glukosa plasma ternyata juga pioglitazone dapat menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan kadar HDL-kolesterol serum. Penelitian pada binatang  memperlihatkan efek vasculooprotektif dan menurunkan tekanan darah. Obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi, tetapi juga memberikan efek hipoglikemi yang sangat bila dikombinasikan dengan sulfonilurea, metformin, maupun dengan insulin.
 
Daftar Pustaka

1.  Adam JMF, Sambo AP. Prevalensi diabetes melitus di kota 
    dan pedesaan (belum dipublikasi)
2.  Actos confronting the challenges and concerns of type 2 
    diabetes. A product monograph, Takeda Pharmaceuticals
    America 1999.
3.  The diabetes control and complications trial research group.
    The effect intensive treatment of diabetes on the 
    development and progression of long-term complication in
    insulin-dependent diabetes mellitus. N Engl J Med.  
    1993;329:977-986.
4.  American Diabetes Association position statement. Implication
    of the United Kingdom Prospective Diabetes Study.Diabetes
    Care 1999;22:S27-S31.
5.  Iwamoto Y. Troglitazone in clinical practice. In: Diabetes 
    in the New Millennium.Turtle RJ, Kaneko T, Ostao S  (eds).
    The Endocrinology and Diabetes Research Foundation of the
    University of Sydney. Sydney 1999:227-232.
6.  Haffner MS, Meittinen H. Insulin resistance implications 
    for type 2 diabetes melitus and coronary heart disease. Am
    J Med 103;152-162, 1997.
7.  Kaneko T, Baba S. Pioglitazone (AD-4833). In: Diabetes in the
    New Millennium. Turtle RJ, Kaneko T, Oato S (eds). The 
    Endocrinology and Diabetes Research Foundation of the
    University of Sydney. Sydney 1999:233-238.
8.  The discovery of pioglitazone and its role in the treatment 
    of type 2 diabetes. Takeda Pharmaceuticals America 2000.






0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dokter Network Angk 97