NYERI NEUROPATI DIABETIKA


Oleh :   dr Lucas Meliala, SpS (K)
              Bagian Ilmu Saraf Fak. Kedokteran Universitas Gajah Mada
           RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta
 
Abstrak

        Diabetes melitus (DM) merupakan penyebab  1/3 dari semua nyeri neuropati (NN). Hampir 50% penderita DM yang telah mengidap DM selama lebih dari 25 tahun akan mengalami nyeri neuropati (NN). Hiperglikemia pada DM dapat menimbulkan lesi serabut saraf afferen, yang selanjutnya akan menyebabkan kelainan struktural dan hipereksitabilitas, disamping penurunan nilai ambang terhadap nyeri. Kelainan struktural dan hipereksitabilitas dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge yang spontan maupun evoked, yang akan menyebabkan sesitisasi sentral. Sensitisasi sentral, bersama-sama dengan ectopic discharge dan hipereksitabilitas akan menyebabkan nyeri spontan ataupun nyeri evoked.

       Kelainan saraf simpatis pada DM dapat menambah timbulnya impuls  yang ectopic. Farmakoterapi akhir-akhir ini, disamping pengontrolan kadar gula darah, juga ditujukan pada "membrane stabilizing agent", seperti antikonvulsan.

PENDAHULUAN  

       Nyeri neuropati (NN ) adalah nyeri  yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf .  Prevalensi nyeri neuropati (NN) diperkirakan 1% dari total populasi dan 1/3 diantaranya adalah penderita DM . NN pada penderita DM pada umumnya dirasakan di daerah kaki (ujung ekstremitas bawah) dan jarang diatas lutut, ataupun ekstremitas atas. Diskripsi Nyeri Diabetika (ND) ditandai dengan rasa terbakar, rasa ditikam, kesetrum, disobek, tegang, diikat, atau allodinia . Bila tanpa pengobatan yang baik keluhan nyeri sering kali disertai dengan gangguan tidur dan mood.

      Farmakoterapi untuk ND seringkali menemui kesulitan, sebab obat-obat analgesik maupun opioid umumnya kurang efektif . Disamping hal tersebut diatas, diketahui pula bahwa tidak semua penderita nyeri diabetika (ND) menunjukkan simptom nyeri yang sama.  Sebagai ilustrasi

A. Kasus I :Seorang penderita wanita, 50 th, menderita DM tipe II selama 4 tahun.
                 Penderita mengeluhkan:

                 - panas di kaki  (continuous burning pain)
                 - hiperalgesia statik mekanikal (tekanan)
                   Pada pemeriksaan neurologik ditemukan: Polineuropati aksonal ringan

B. Kasus II: Seorang laki-laki, 76 th, dengan DM tipe II selama 4 tahun Penderita
                 mengeluhkan:

                 - disestesi (spontan) di kaki dan tangan
                 - kulit dingin dan kadang-kadang timbul rasa nyeri seperti kesetrum
                    (electric-like lancinating painyang  paroksismal)
                 Pada pemeriksaan neurologik ditemukan: Polineuropati aksonal (sensorik

                dan motorik) yang berat.

     Dari kedua kasus  diatas, terlihat adanya perbedaan keluhan dan kelainan neurologik. Hal tersebut mencerminkan adanya perbedaan patologi . Strategi pengobatan yang ada saat ini, yang berdasarkan pada sindroma, ternyata belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu strategi pengobatan yang mungkin lebih efektif perlu dicoba, yaitu yang berdasarkan pada  mekanisme yang bertanggung jawab terhadap terjadinya tanda dan gejala (sign and symptom). Dengan demikian pola pengobatan dengan basis tanda dan gejala tersebut perlu dipahami lebih jauh .  

PEMBAHASAN

Kelainan Patologi pada Neuropati Diabetika

        DM telah lama dikenal sebagai penyakit dengan  berbagai komplikasi. Banyak diantara komplikasi yang terjadi sebagai akibat hiperglikemia. Salah satu diantaranya adalah neuropati, sehingga disebut sebagai Neuropati Diabetika.

       Neuropati diabetika(ND) muncul olerh karena adanya lesi kronik pada saraf tepi. Penyebab lesi saraf tepi pada penderita Neuropati diabetika  sangat kompleks. Ada yang mengatakan oleh karena timbulnya degenerasi sel Schwann yang akan menyebabkan terjadinya dimielinasi. Pendapat lain menyebutkan, terjadinya kehilangan akson, degenerasi pada ganglion radiks dorsalis (GRD) dan hilangnya neuron-neuron di kornu anterius medula spinalis. Pada pemeriksaan elektromiografi, banyak ahli menemukan penurunan kecepatan hantar saraf tepi. Ini yang membuktikan adanya dimielinasi.

       Pada penderita neuropati diabetik (ND) dengan keluhan nyeri yang berat (terutama pada kaki) ditemukan kelainan neurologis yang ringan, yang hanya berupa gangguan sensorik bagian distal dari kaki. Akan tetapi, disini refleks tendo masih dalam batas normal. Sedangkan penderita DM tanpa nyeri, sering menunjukkan refleks tendo yang negatif  Apakah hal tersebut sesuai dengan dinamika proses degenerasi dan regenerasi, masih menjadi pertanyaan.  Seperti diketahui fungsi serabut saraf adalah sebagai penghantar impuls. Apabila terjadi gangguan pada fungsi penghantar impuls tersebut, akan mengaktifasi program survival atau terjadi kematian.  Dengan demikian dapat dimengerti bahwa kalau lesi yang diderita cukup berat, maka yang aktif adalah program kematian. Akibatnya yang menonjol adalah gejala negatif dari sistem saraf, seperti gangguan sensorik dengan manifestasi berupa anestesi, analgesi, gangguan motorik berupa kelumpuhan, atau kelainan saraf otonom berupa gangguan ereksi, dan lain sebagainya.     

Mekanisme Nyeri pada Neuropati

       Trauma maupun penyakit, atau keadaan yang menyebabkan lesi serabut saraf, akan mengakibatkan terjadinya remodelling dan hipereksitabilitas dari membran . Bagian paroksismal dari lesi akan tumbuh tunas-tunas baru (sprouting) yang sebagian diantaranya mampu mencapai organ target dan sebagian lagi tidak, hingga berakhir sebagai tonjolan-tonjolan yang dinamakan neuroma. Di daerah neuroma ini berakumulasi "ion channel" (terutama Na + channel). Disamping ion channel, juga terdapat molekul-molekul reseptor dan tranducer. Hal tersebut menjadi penyebab munculnya impuls ectopic,baik yang evoked maupun yang spontan. Di samping Na channel, pada beberapa penderita tampak danya "Alpha -adreno-receptors" yang peka terhadap katekolamin dan noradrenalin yang dilepaskan oleh sistem simpatis. Reseptor ini akan menambah ectopic discharge .

      Akibat timbulnya ectopic discharge, neuron-neuron sensorik di kornu dorsalis dibanjiri dengan impuls dari perifer, sehingga mengakibatkan sensitisasi neuron-neuron tersebut. Selain itu, pada lesi saraf tepi sering menyebabkan matinya neuron-neuron inhibisi yang dapat menimbulkan nyeri spontan. Pada lesi saraf tepi mungkin pula serabut saraf C yang ke kornu dorsalis mati, yang akan memacu terjadinya sprouting pada serabut A beta. Sensitisasi sentral inilah yang menjadi dasar timbulnya hiperalgesia dan allodinia. 
                 
     Disamping kejadian tersebut diatas, ada pula kemungkinan lesi di serabut  saraf afferen  akan menyebabkan munculnya mediator inflamasi, seperti Prostaglandin E2 (PGE2), bradikinin, histamin, serotonin, dan lainnya, yang akan merangsang langsung nosiseptor, sehingga timbul nyeri. Atau dapat pula menyebabkan sensitisasi nosiseptor yang menimbulkan hiperalgesia. Hal inilah yang diperkirakan sebagai faktor yang bertanggungjawab terhadap timbulnya nyeri muskuloskeletal dan nyeri neuropati pada penderita DM.

      Hiperglikemia juga dapat menimbulkan penurunan nilai ambang nyeri pada penderita neuropati diabetik, dan mengurangi efek opioid sebagai analgesik Kejadian ini disebabkan adanya pengaruh glukosa terhadap reseptor opioid . 


FARMAKOTERAPI
1. Attal (1999) menganjurkan obat-obatan sebagai berikut:
   a.  GABAPENTIN
   b.  Amitriptilin
   c.  Imipramin
   d.  Fenitoin
   e.  carbamazepin
   f.   Tramadol
   g.  Capsaicin
   h.  Clinidin
   i.  Mexilletin
   j.  Paroxetin
   k. Clomipramin
   l.  Dextromethorphan

2.  Dalam Penuntun Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik (Meliala et al., 2000), farmako terapi yang  dianjurkan:

   m. NSAID : khusus untuk nyeri muskuloskeletal dan neuroartropati
   n.  Antidepressan; amitriptilin, imipramin
   o.  Antikonvulsan: GABAPENTIN, Karbamazepin
   p.  Antiaritmik: mexilletine
   q. Topikal: capsaicin

3.Mekanisme yang menjadi dasar timbulnya gejala ND adalah: 

             a. Akumulasi "Na-channel" yangmenyebabkan timbulnya gejala dari berbagai
                 jenis serabut saraf
             b. Sensitisasi sentral

    Farmakoterapi yang terpenting sebenarnya adalah obat yang mampu memblok Na-channel (membrane stabilizing agent), obat yang bekerja sentral (di medula spinalis) untuk modulasi nyeri. Untuk kedua mekanisme ini, obat yang bermanfaat adalah:
  
a. Antikonvulsan
b. Lignocaine
c. Mexiletine

     Mengenai antikonvulsan, sejak tahun 1966 sampai 1994 telah banyak publikasi mengenai penggunaan antikonvulsan sebagai ajuvan analgetik. Diantara antikonvulsan yang diteliti adalah Carbamazepin dan Fenitoin. Akhir-akhir ini muncul antikonvulsan baru seperti: GABAPENTIN, Lamotrigin, dan lain-lain. Khusus mengenai GABAPENTIN, telah banyak publikasi mengenai obat ini, diantaranya: 

      a. Untuk Nyeri Neuropati Diabetika (Bokanja, 1998)
      b. Nyeri Pasca Herpes (Rowbotham et al., 1998)
      c. Nyeri Neuropati sehubungan dengan infeksi HIV
      d. Nyeri Neuropati sehubungan dengan kanker
      e. Nyeri neuropati deafferentasi
      f. "Reflex Symphathetic Dystrophy"

KESIMPULAN

       Nyeri Neuropatik merupakan salah satu komplikasi dari DM. Timbulnya nyeri pada  penderita DM sampai sekarang diperkirakan penyebabnya adalah:

       a. Munculnya mediator inflamasi
       b. Kelainan struktural saraf sensorik maupun otonom
       c. Sensitisasi sentral


        Farmakoterapi yang diperkirakan efektif untuk inflamasi (adanya mediator inflamasi) adalah NSAID, sedangkan untuk kelainan struktural adalah Antikonvulsan, serta untuk saraf otonom adalah Clonidin. 


Daftar Pustaka

1. Attal, N., Nicholson, B., Serra, J., 2000. New Directions in Neuropathic Pain:   
    Focusing Treatment Symptoms     and Mechanisms. Royal Society of Medicine Press
    Ltd., London.
2. Backonja, M., Beudoun, A., Edwards, K.R., Schwartz, S.L., Fonseca, V., Hes, M.,

    La Moreaux, L., Garopalo,  E. 1998. Gabapentin for The Symptomatic Treatment
    of Painful Neuropathy in Patients with    Diabetes Mellitus. JAMA, 280;
    pp:1831-1836.
3. Bennett, G.J., 1997. Neuropathic Pain: An Overview. In: Borsook, D. (ed),
    Molecular Neurobiology of Pain.     IASP Press, Seattle.
4. Devor, M., & Seltzer, Z., 1999. Pathophysiology of Damaged Nerves in Relation to
    Chronic Pain. In: Wall, P.D.     & Melzack, R. (Eds). Textbook of Pain. 4th
    ed. Churchill Livingstone, pp: 129-164.
5. Dickenson A.H., Chapman, V. 1999. New and Old Anticonvulsant as Analgesic.
    In: Devor, M., Rowbotham, M.     C., & Wiesenfeld-Hallin, Z. (eds). Proceedings of
    the 9th World Congress on Pain. IASP Press. Seattle,  pp: 875-866.
6. McCaffery, M., Pasero, C., 1999. Pain Clinical Manual. 2nd ed. Mosby, St. Louis;
    pp: 300-320.McCormack, K.  1999. Fail-safe Mechanism that Perpatuate
    Neuropathic Pain. Pain: clinical up dates, VII(3).
7. McQuay, H., Carrol, D., Jasdad, A.R., Wiffen, P., Moore, A., 1995. Anticonvulsant
    Drugs for Management of     Pain: A systematic Review. BMJ, 311;  pp: 1047-1052.,
8. Meliala, L., Suryamiharja, A., & Purba, J.S., 2000. Konsensus Nasional Penanganan
    Nyeri Neuropatik.  Kelompok Studi Nyeri, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
    Indonesia (Perdossi).
9. Meliala, L., Suryamiharja, A., Purba, J.S., dan Anggraini, H.  2000. Penuntun
    Praktis Penanganan Nyeri  Neuropatik. Kelompok Studi Nyeri, Perhimpunan
    Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi).


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dokter Network Angk 97