Oleh : Prof dr John MF Adam Sp PD
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UNHAS
Pendahuluan
Adalah suatu kenyataan bahwa penderita diabetes melitus lebih sering mengalami infeksi baik oleh bakteri, jamur, maupun virus dibandingkan dengan populasi bukan diabetes . Penyebab dari kondisi ini belum jelas tetapi adalah suatu kenyataan bahwa pada kulit penderita diabetes melitus lebih banyak ditemukan bakteri stafilokokus, dan kandida lebih banyak ditemukan pada daerah mulut dan mukosa genital dibandingkan dengan mereka yang bukan penderita diabetes melitus .
Di negara yang sedang berkembang dimana tingkat kesadaran kesehatan belum begitu baik, infeksi masih merupakan penyebab utama penderita rawat inap di rumah sakit. Pada satu penelitian di Makasar mengenai sebab rawat inap pada penderita diabetes melitus, ternyata penyebab infeksi merupakan sebab utama, dimana sekitar 45 % diantaranya dengan kaki diabetes infeksi . Hal yang sama dilaporkan oleh Pattiiha dkk yang meneliti sebab masuk rumah sakit penderita diabetes melitus yang dirawat inap di rumah sakit umum. Menurut kepustakaan barat infeksi yang paling sering adalah infeksi saluran kemih.
Infeksi pada diabetes melitus khususnya pada mereka dengan kendali glikemik yang buruk, dan pada penderita usia lanjut sering mempunyai perlangsungan klinik yang berat, misalnya infeksi saluran nafas dan saluran kemih, sehingga membutuhkan perawatan rumah sakit dan penggunaan antibiotik yang spectrum luas.
Penyebab kerentanan diabetes melitus terhadap infeksi
Meningkatnya kepekaan terhadap infeksi pada diabetes melitus disebabkan oleh berbagai faktor (multifaktorial), baik yang disebabkan oleh hiperglikemi maupun gangguan immunitas. Salah satu bukti bahwa hiperglikemi sebagai salah satu penyebab rentannya infeksi pada diabetes melitus ialah pada penderita dengan ketoasidosis dimana ditemukan hiperglikemi berat sering ditemukan komplikasi infeksi. Beberapa hal dapat menerangkan hiperglikemi sebagai penyebab kerentanan infeksi pada diabetes melitus, yaitu :
1. Pembawa kuman
Penderita diabetes melitus ternyata lebih banyak kuman, jamur yang mengidap di tubuhnya. Sebagai contoh penderita diabetes melitus khususnya wanita sering disertai dengan infeksi jamur pada alat genitalia. Penderita dengan kendali glikemik yang buruk sering dengan infeksi pada gigi dan mulut. Pada keadaan hiperglikemi kuman gram positif akan lebih subur tumbuhnya, sedang gram negatif kurang .
2. Gangguan fungsi sel neutrofil dan monosit
Hiperglikemi dapat mengakibatkan gangguan fungsi neutrofil
dan monosit. Gangguannya dapat berupa :Hiperglikemi dapat mengakibatkan gangguan fungsi neutrofil
a. Pergerakan - chemotaxis
Neutrofil dan monosit pada diabetes melitus terutama pada
keadaan hiperglikemi mempunyai pergerakan yang lebih lambat.
Beberapa peneliti bahkan menyebut bahwa pada penderita
diabetes melitus terlepas dari hiperglikemi atau tidak,
sel neutrofil dan monosit berperilaku malas dan disebut “lazy
leucocyte disorder” .
b. Kemampuan melengket menurun
Hiperglikemi juga menyebabkan menurunnya kemampuan
melengketnya neutrofil dan monosit dengan demikian akan
mengurangi daya kerja kerja sel tersebut.
c. Kemampuan fagositosis menurun
d. Menurunnya kemampuan membunuh kuman (killing).
leucocyte disorder” .
b. Kemampuan melengket menurun
Hiperglikemi juga menyebabkan menurunnya kemampuan
melengketnya neutrofil dan monosit dengan demikian akan
mengurangi daya kerja kerja sel tersebut.
c. Kemampuan fagositosis menurun
d. Menurunnya kemampuan membunuh kuman (killing).
Setelah neutrofil menangkap kuman (setelah proses fagositosis) maka kuman akan dibunuh. Proses pembunuhan kuman (killing proses) terjadi pada keadaan oksidatif dan non-oksidatif. Pada awal proses pembunuhan kuman selalu dimulai dengan tahap oksidatif dan menggunakan radikal bebas toksik (toxic free radicals) seperti superoksida, hydrogen peroksida. Dalam keadaan normal glukosa yang masuk ke dalam sel neutrofil akan dimetabolisme melalui hexose monomonophosphate shunt (HMP shunt). Proses HMP-shunt ini akan menghasilkan NADPH yang dibutuhkan untuk menghasilkan radikal bebas superoksida dan hidrogen peroksida yang dibutuhkan pada proses membunuh kuman. Pada keadaan hiperglikemi maka sebagian dari glukosa akan dimetabolisme melalui jalur polyol (polyol pathway). Enzim aldose reduktase yang berperan pada jalur polyol akan menggunakan NADPH, dengan demikan produksi superoksida dan hydrogen peroksida akan menurun dan berakibat menurunnya proses pembunuhan kuman.
JENIS INFEKSI Pada tabel 1 dapat dilihat jenis infeksi yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus. Pengalaman di klinik kami infeksi yang paling sering adalah kaki diabetes infeksi, infeksi saluran kemih dan saluran nafas.
Tabel 1. Jenis infeksi yang sering ditemukan pada penderita diabetes.
Infeksi bakteri Infeksi jamur
_____________________________________________________________
Sistitis emphysematous Invasive candidiasis
Nekrosis pappilare Skin and mucosac
Necrotizing fasciitis Central nervous system
Kaki diabetes infeksi
Tabel 1. Jenis infeksi yang sering ditemukan pada penderita diabetes.
Infeksi bakteri Infeksi jamur
_____________________________________________________________
Sistitis emphysematous Invasive candidiasis
Nekrosis pappilare Skin and mucosac
Necrotizing fasciitis Central nervous system
Kaki diabetes infeksi
Piliahan antibiotik
Jenis kuman yang paling sering menyebabkan infeksi pada diabetes melitus adalah stafilokokus aureus. Tidak jarang penderita diabetes melitus disertai dengan infeksi kuman ganda sehingga membutuhkan terapi kombinasi. Pada kaki diabetes infeksi, sebelum mendapat hasil biakan kuman dan tes kepekaan maka terapi yang digunakan di klinik adalah “blind first line” yaitu sefalosporin generasi kedua /tiga (claforan), metronidazol, dan obat ketiga dapat clindamycin atau quinolon.(tabel 2)
Jenis kuman yang paling sering menyebabkan infeksi pada diabetes melitus adalah stafilokokus aureus. Tidak jarang penderita diabetes melitus disertai dengan infeksi kuman ganda sehingga membutuhkan terapi kombinasi. Pada kaki diabetes infeksi, sebelum mendapat hasil biakan kuman dan tes kepekaan maka terapi yang digunakan di klinik adalah “blind first line” yaitu sefalosporin generasi kedua /tiga (claforan), metronidazol, dan obat ketiga dapat clindamycin atau quinolon.(tabel 2)
Kombinasi pertama kombinasi kedua
_________________________________________________
Cephalosporin (klaforan) Cephalosporin
Flucloxacillin / clindamicyn Aminoglycocide / Quinolone
Mettronidazole Mettronidazole
Pengalaman dengan ticlopidin
Dalam beberapa tahun terakhir telah banyak dilaporkan terjadinya infeksi berat khususnya di rumah sakit yang disebabkan oleh gram positif cocci terutama staphylococci, yang ternyata resisten terhadap antibiotik yang biasa digunakan. Meningkatnya insidens resisten stafilokokus aureus (MRSA) dan stafilokokus epidermedis (MRSE) terhadap methicillin menimbulkan pertanyaan apakah masih ada manfaat menggunakan anti biotik penicillin dan sephalosporin.
Adalah suatu kenyataan bahwa banyak kuman yang resisten terhadap B-lactamase dan aminoglikosida. Terutama pada kasus-kasus infeksi berat yang sangat sulit diobati seperti pada endokarditis, oesteomyelitis, sepsis dan abses, dimana kondisi ini dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus khususnya yang kendali glikemik buruk dengan hiperglikemi. Pada tahun 1970-an Dengan diperkenalkannya teicoplanin (targocid), kasus-kasus MRSA dan MRSE dapat diobati. Aktifitas anti bakteri dari teicoplanin adalah spesifik yaitu untuk kuman gram positif baik aerob maupun anaerob. Obat ini sangat bermanfaat untuk mengobati sepsis dan infeksi berat lainnya khususnya stafilokokus epidermidis dan coagulase negatif stafilokokus lainnya.
Dalam beberapa tahun terakhir telah banyak dilaporkan terjadinya infeksi berat khususnya di rumah sakit yang disebabkan oleh gram positif cocci terutama staphylococci, yang ternyata resisten terhadap antibiotik yang biasa digunakan. Meningkatnya insidens resisten stafilokokus aureus (MRSA) dan stafilokokus epidermedis (MRSE) terhadap methicillin menimbulkan pertanyaan apakah masih ada manfaat menggunakan anti biotik penicillin dan sephalosporin.
Adalah suatu kenyataan bahwa banyak kuman yang resisten terhadap B-lactamase dan aminoglikosida. Terutama pada kasus-kasus infeksi berat yang sangat sulit diobati seperti pada endokarditis, oesteomyelitis, sepsis dan abses, dimana kondisi ini dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus khususnya yang kendali glikemik buruk dengan hiperglikemi. Pada tahun 1970-an Dengan diperkenalkannya teicoplanin (targocid), kasus-kasus MRSA dan MRSE dapat diobati. Aktifitas anti bakteri dari teicoplanin adalah spesifik yaitu untuk kuman gram positif baik aerob maupun anaerob. Obat ini sangat bermanfaat untuk mengobati sepsis dan infeksi berat lainnya khususnya stafilokokus epidermidis dan coagulase negatif stafilokokus lainnya.
Ringkasan
Diabetes melitus sering disertai dengan infeksi dan tidak jarang dengan infeksi berat / sepsis. Diketahui penderita diabetes mempunyai kerentanan terhadap infeksi baik bakteri jamur maupun virus. Penyebab kerentanan terhadap infeksi bersifat multifaktorial. Diketahui bahwa hiperglikemi dapat menyebabkan perubahan pada sel netrofil maupun monosit dalam hal menurunya kemampuan pergerakan, penempelan dan fagositosis sel. Selain itu kemampuan membunuh kuman berkurang. Dalam tahun tahun terakhir telah dilaporkan banyak infeksi berat khususnya yang di rumah sakit yang resisten terhadap obat-obat penicillin dan sephalosporin terutama kuman stafilokokus aureus dan stafilokokus epidermidis yang resisten terhadap methicillin (MRSA, MRSE). Obat teicoplanin (targocid) yang mempunyai aktifitas anti bakteri untuk kuman gram positif baik aerob maupun anaerob. Obat ini sangat bermanfaat untuk mengobati sepsis dan infeksi berat lainnya khususnya stafilokokus epidermidis dan coagulase negatif stafilokokus lainnya.
Daftar pustaka
1. Wilson R. M. Infections and Diabetes. In Chronic
1994, 282-88.
2. Adam J.M.F, Tjindi M.R.. Sebab utama Rawat Nginap Penderita
3. Pattiiha M.Z, Supit T.M.J, Nachrawy T, Adam J.M.F. Sebab
John M.F.Adam dkk. Ujungpandang, 1997, 261 – 67.1. Wilson R. M. Infections and Diabetes. In Chronic
Complications of Diabetes. Edited By John C.Pickup &
Gareth Williams, Blackweel Scientific Publications, Oxford,1994, 282-88.
2. Adam J.M.F, Tjindi M.R.. Sebab utama Rawat Nginap Penderita
Diabetes Melitus pada beberapa Rumah Sakit. Buku Naskah
Lengkap II KONAS II PERKENI, Surabaya 1989, 36 – 44. 3. Pattiiha M.Z, Supit T.M.J, Nachrawy T, Adam J.M.F. Sebab
Utama Rawat Inap Penderita Diabetes Melitus Usia Lanjut di
RSU Ternate. Dalam Kumpulan Naskah Lengkap dan Kongres
Nasional IV Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, editor
4. Johnston C. L.W. Infection and Diabetes Mellitus. In Texbook
of Diabetes, Volume 2, Second Edition, Edites By John Pickup
and Gareth Williams, Blackweel Science Ltd, Oxford, 1997,70.1 – 70.14.
5. Schoenbaum S.C. Infection in Diabetes. In Clinical Diabetes
Mellitus, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1982,
327 – 32.
6. Jones R.L., Peterson C.M. Hematologic Alterations in Diabetes
6. Jones R.L., Peterson C.M. Hematologic Alterations in Diabetes
Mellitus. In Diabetes Mellitus, Edited by Jay S.Skyler,
George F.Cahill, Jr.,M.D.New York, 1981, 179 – 92.
0 komentar:
Posting Komentar