Tetanus



   Artikel Ini membahas secara lengkap mengenai penyakit tetanus, dimulai dari defenisinya, epidemiologinya,etiologi, patogenesis, gejala klinis dan pengobatannya.


 I. Pendahuluan

    Tetanus atau lock jaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang ditandai dengan penigkatan tonus otot disertai spasme, yang disebabkan oleh racun tetanospasmin, suatu toksin yang sangat kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.Di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi, oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah kesehatan. Akhir- akhir ini dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit tetanus telah menurun secara drastis.Tetanus terbagi menjadi beberapa bentuk klinis diantaranya tetanus umum, cephalic, neonatal dan lokal.

II. Epidemiologi

    Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menginfeksi orang yang belum diimunisasi, imunisasi parsial atau pada orang yang sudah imunisasi lengkap tetapi gagal mempertahankan imunitas yang cukup dengan dosis vaksin pada booster. Walaupun tetanus seluruhnya dapat dicegah dengan imunisasi, gangguan akibat penyakit ini tetap saja luas diseluruh dunia.

   Penyakit ini biasanya terjadi pada daerah pertanian, pedesaan, iklim yang hangat, sepanjang musim panas dan pada laki-laki. Perawatan luka yang tidak baik, disamping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu narkotik) merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus timbulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan usia mulai dari bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik), sampai orang-orang tua.Pada negara-negara yang tidak memiliki program imunisasi yang komprehensif, tetanus utamanya terjadi pada neonetus dan anak usia muda lainnya. Di Amerika Serikat dan negara-negara lain denganprogram imunisasi yang berhasil, tetanus pada neonatus jarang terjadi dan infeksi lain lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lain dan kelompok yang memiliki imunitas yang tidak adekuat.

   Dari program Natonal Surveilance Tetani di Amerika Serikat, diketahui 60 % kasus terjadi pada usia dewasa berkisar antara diatas 60 tahun, sekitar 50-100 kasus dilaporkan setiap tahunnya. Perkiraan angka kejadian umur rata-rata pertahun sangat meningkat sesuai kelompok umur, peningkatan 7 kali lipat pada keompok umur 5-19 tahun dan 20-29 tahun, sedangkan penigkatan 9 kali lipat pada kelompok umur 30-39 tahun dan umur lebih 60 tahun.

III. Etiologi
    
    Kuman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetani, berbentuk batang yang ramping dengan ukuran panjag 2-5 um dan lebar 0,3-0,5 um. Kuman ini berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, khas seperti batang korek api atau raket squash atau tongkat penabuh genderang (drum stick). sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, tetapi mati dalam autoclave bila dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121 derajat celsius.

     Kuman tetanus tidak invasif tetapi mampu memproduksi 2 macam eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang-kejang tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.

IV.  Patogenesis
  
     Clostridium tetani masuk kedalam tubuh manusia dalam bentuk spora melalu luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk dan lain sebagainya. Cara masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain : luka tusuk, luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang-kadang luka tersebut hampir tidak terlihat.

     Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila lingkungan tempat lukanya menjadi hipoaerob sampai anaerob disertai jaringan nekrotik, lekosit yang mati serta benda-benda asing yang memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian berkembang. Bila dinding sel kuman lisis maka mengeluarkan eksotoksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Kuman tetanusnya sendiri tetap tinggal di daerah luka, tidak ada penyebaran kuman.

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, Yaitu:
a. Toksin diabsorbsi ujung saraf motorik dan melalui sumbu 
   silindrik dibawa ke kornu anterior susunan  saraf pusat.
b. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam
   sirkulasi darah arteri kemudian masuk susunan saraf pusat.

     Toksin bersifat antigen, sangat mudah diikat jaringan saraf dan bila dalam  keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksi spesifik. Aktifitas tetanospasmin pada motor and plate akan menhambat pelepasan asetilkolin, tetapi tidak menghambat alfa dan gamma motor neuron sehingga tonus otot meningkat dan terjadi kontraksi otot berupa spasme otot. Tetanospasmin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga terjadi overaktifitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urine.

V.  Maniestasi

    Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-28 hari, namun dapat singkat hanya 1-2 hari, dan kadang-kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi, makinj elek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat infasi clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi, maka masa inkubasi makin panjang. Secara klinis, tetanus dibagi menjadi 4 macam :

1. Tetanus umum.
2. Tetanus lokal.
3. Tetanus cephalic.
4. Tetanus neonatorum.

1.  Tetanus umum   
   Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai.Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka, seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus, dan suntikan hipodermis.

   Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher (kaku kuduk). 50 % penderita tetanus umum akan menunjukkan trismus.

   Dalam 24-48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama otot masseter menyebabkan mulut sukar dibuka lock jaw. Selain kekakuan pada otot masseter, pada wajah juga terjadi kekakuan otot wajah sehingga wajah menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut rhisus sardonikus (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot-otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher sehingga memberi gejala kaku kuduk sampai opistotonus (disebabkan oleh kaku kuduk, kaku leher dan kaku pada punggung). Selain itu dinding perut menjadi keras seperti papan.

    Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.Kesadaran penderita tetap baik, walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme pada otot-otot laring dan otot-otot pernafasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis.

   Retensi urine sering terjadi karena spasme spinchter kandung kemih. Pada anak-anak dapat terjadi fraktur collumna vertebralis akibat kontraksi otot yang sangat kuat. Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yaang tinggi, dan aritmia jantung.



Menurut berat ringannya tetanus umum, dapat dibagi atas :
a. Tetanus ringan; trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai
   kejang umum walaupun dirangsang.
b. Tetanus sedang; trismus kurang dar 3 cm dan disertai
   kejang umum bila dirangsang.
c. Tetanus berat; trismus kurang dari 1 cm dan disertai
   kejang umum yang spontan.

Cole dan youngman (1969) membagi tetanus umum, atas :

    Grade I : ringan
-  Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
-  onset periodnya lebih dari 6 hari.
-  Trismus positif tetapi tidak berat.
-  Sukar makan dan minum tetapi tidak disfagia.
   Lokasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme di sekitar
   luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.

   Grade II : sedang
-  Masa inkubasi 10-14 hari.
-  Onset periodnya 3 hari atau kurang.
-  Trismus ada dan disfagia ada
   Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnu
   dan sianosis tidak ada.

     Grade III : berat
-  Masa inkubasi kurang dari 10 hari.
-  Onset periodnya 3 hari atau kurang.
-  Trismus berat.
-  Disfagia berat
   Kekakuan umum dan gangguan pernafasan asfiksia, ketakutan,
   keringat banyak dan takikardi.


2.Tetanus lokal
   Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis yang tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot disekitar luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1 %, kadang-kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum. Prognosis dari tetanus bentuk ini biasanya baik.

3.Tetanus cephalic
    Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, wajah,telinga, atau leher. Gejala berupa disfungsi daraf kranial, antara lain : N. III, IV, VII, IX, X dan XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Tetanus bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic ini jelek.

4. Tetanus neonatal
     Biasanya terjadi dalam bentuk kejang umum, dan biasanya fatal jika diiarkan tidak tertangani. Tetanus ini terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan imunitas yang tidak adekuat, sering akibat perawatan tali pusat yang tidak steril. Umumnya onset berlangsung dalam 2 minggu pertama kelahirannya. Intake yang kurang, kekakuan dan spasme merupakan gejala khas tetanus neonatal.

VI Diagnosis 

 
Tetanus pada umumnya dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Riwayat adanya luka sesuai dengan masa inkubasi.
2. Gejala klinis.
3. Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
 
   
  Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nilai-nilai yang spesifik; leukosit dapat normal atau dapat meningkat.

    Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrosis, kemudian dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging. Tetapi pemeriksaan mikrobiologi hanya pada 30 % kasus ditemukan clostridium tetani. Pemeriksaan cairan serebrospinal dalam batas normal, walaupun kadang-kadang didapatkan tekanan meningkat akibat kontraksi otot.

    Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG) adalah normal, dan pada pemeriksaan elektromiogram (EMG), hasilnya tidak spesifik.


VII  Diagnosis banding.
 
     Bila gambaran klinis tetanus sudah jelas, biasanya diagnosis mudah ditegakkan.Tetanus dapat dibandingkan dengan meningitis bakterial, rabies, absesretropharygeal, tonsilitis berat, mastoiditis,miositis, dan spondilitis leher, tetani, poliomyelitis, dan lain-lain.

VIII  Penatalaksanaan

 
     Prinsip pengobatan tetanus terdiri atas 3 upaya, yaitu mengatasi akibat eksotoksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, menetralisir toksin yang masih beredar di dalam darah dan menghilangkan kuman penyebab.


a.  Pengobatan umum.
-   Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan, ruangan
    perawatan harus tenang (tidak ramai) dan gelap.
-   Perawatan luka degan rivanol, betadin dan H2O2.
-   Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan
    tindakan trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan
    napas.
-   Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau
    penumpukan saliva, maka dibersihkan dengan pengisap
    lendir.
-   Makanan dan minuman diberikan melalui sonde lambung.
    bahan makanan sebaiknya mudah dicerna dan cukup
    mengandung protein dan kalori.
-   mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.


b.  Pengobatan khusus. 
    
Antitoksin  
    
  Dosis inisial tetanus Immunoglobulin Human (TIGH) yang dianjurkan adalah 500 u/im yang dilanjutkan dengan dosis harian 500-6000 u. Bila pemberian TIG tidak memungkinkan, anti tetanus serum (ATS) dapat diberikan 5000 u im dan 5000 u secara iv. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitifitas.

Antikonvulsan dan sedatif
    
    Obat-obat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam penanganan tetanus adalah obat yang dapat mengontrol kejang dan menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernafasan, gerakan-gerakan volunter atau kesadaran. obat-obat yang lazim digunakan adalah :
    a.  Diazepam
        Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka di
        berikan dosis 0,5-1 mg/kgBB/4 jam im perlahan-lahan.
    b.  Fenobarbital
        Dosis 50-100 mg/4 jam im
    c.  Dapat juga diberikan CPZ atau clorpromazin
        Dosis yang dianjurkan 25-75 mg/4 jam im.

    Antibiotik
    a. Pemberian penicilin prokain
       Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif clostridium
       tetani, dosisnya 1,2 juta unit/hari im selama 10 hari.
    b. Tetrasiklin
       Diberikan tertama bila penderita alergi terhadap
       penisilin.
    c. Metronidazole
       Diberikan dalam dosis 500 mg/6 jam/iv atau 1 gram/12
       jam/iv dosis tidak lebih dari 4 gram/hari.


     Oksigen   
       Pemberian oksigen dilakukan bila terdapat asfiksia dan 

   sianosis

   Trakeostomi

 
       Dilakukan pada penderita tetanus, jika terjadi spasme yang berkepanjangan dari otot pernafasan, tidak ada kesanggupan batuk atau menelan, obstruksi laring dan kondisi koma.

c.  Pencegahan
  - Perawatan luka
    Terutama pada luka tusuk, kotor atau luka tercemar dengan 

    spora tetanus.
  - Imunisasi pasif
    Diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2 bentuk yaitu ATS dari serum kuda dan Tetanus imunoglobulin human atau (TIGH) dosis yang dianjurkan belum ada keseragaman yaitu 1500-3000 u im dan 3000-5000 u im. Pemberian ini sebaiknya didahului dengan tes kulit, dosis (TIGH) : 250-500 u im. Kita dapat memberikan ATS/TIGH atau toksoid tetanus maupun antibiotik, tergantung dari kekebalan seseorang (apakah pernah mendapat imunisasi dasar dan bosternya), berapa lama antara pemberian toksoid dan terjadinya luka.
 
 
  - Imunisasi aktif
      Di Indonesia dengan adanya program pengembangan imunisasi (PPI) selain menurunkan angka kesakitan juga mengurangi angka kematian tetanus.  Imunisasi tetanus biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT, DT dan TT.

DPT : diberikan untuk imunisasi dasar.
DT  : diberikan untuk boster pada usia 5 tahun; diberikan
      pada anak dengan riwayat kejang demam.
TT  : diberikan pada wanita hamil dan anak usia 13 tahun
      ke atas.

IX. Prognosis

1.  Masa inkubasi.
    Makin pajang masa inkubasi, biasanya penyakit makin
    ringan, sebaliknya makin pendek masa inkubasi, penyakit
    makin berat, pada umumnya bila masa inkubasi kurang dari
    7 hari, maka tergolong berat.
2.  Umur
    Makin muda umur penerita, seperti pada neonatus dan pada
    usia tua (lebih dari 60 tahun) maka prognosisnya makin
    jelek.
3.  panas
    Pada tetanus, umumnya tidak ada febris. adanya 

    hiperpireksia maka prognosisnya makin jelek.
4.  Period of onset
    Jika kurang dari 48 jam, prognosisnya jelek.
5.  Pengobatan
    Jika pengobatannya terlambat, prognosisnya jelek.
6.  Frekuensi kejang
    Semakin sering kejang, semakin buruk prognosisnya.
7.  Ada tidaknya komplikasi/penyulit.
    Seperti spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas

    maka prognosisnya buruk. 



      

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dokter Network Angk 97