NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS



Oleh : H.A.Syaiful Bahri,  Andreas.H,  JMF.Adam, H.Harsinen.S
Sub Bagian Endokrin-Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Unhas

Defenisi

     Neuropati perifer diabetik (NPD) adalah suatu keadaan dimana didapatkan kelainan klinis maupun subklinis yang ditandai dengan adanya manifestasi somatik dari sistim saraf perifer pada penderita DM tanpa adanya penyebab lain dari neuropati perifer . Kelainan ini merupakan  salah satu komplikasi yang paling umum dan paling sering dijumpai pada penderita DM .
  
   Neuropati perifer diabetik (NPD)sudah lama dijumpai pada penderita DM dan diperkenalkan oleh sarjana Rollo (1798), yang menggambarkan adanya nyeri dan paraestesi pada tungkai bawah penderita DM .  Mohr dan Comi melaporkan angka kejadian  NPD berkisar 50-60% , sedangkan Melton dan Dyck (1987) mengungkapkan bahwa insiden NPD bervariasi antara 5-80 % pada penderita DM, tergantung pada populasi penderita , terutama menyangkut umur dan lamanya DM, metode dan cara penelitian .

    Prevalensi neuropati perifer diabetik (NPD)  dari berbagai penelitian menunjukkan angka berbeda-beda dengan variasi yang besar. Hal ini  disebabkan karena perbedaan interpretasi dari cara pemeriksaan dan kriteria diagnosis serta desain penelitian yang berbeda-beda antara satu peneliti dengan peneliti lainnya .

  Walaupun mortalitasnya kecil dan bukan merupakan komplikasi yang fatal, tetapi kelainan ini sangat mengganggu kualitas hidup penderita sehari-hari sehingga dapat menyebabkan kerugian ekonomi penderita baik secara langsung maupun tidak langsung . Kelainan ini merupakan manifestasi klinik yang khas ditandai dengan kehilangan sensibilitas pada kaki/tungkai, terjadinya ulkus, deformasi dan akhirnya terjadi gangren yang seringkali berakhir dengan amputasi. Pada umumnya kelainan ini didahului dengan kelainan elektroneurofisiologi,  seperti melambatnya kecepatan konduksi saraf motorik dan sensorik (NCV) .

    Diagnosis neruropati perifer diabetik (NPD) didasarkan adanya bukti DM dan terdapatnya manifestasi neuropati pada penderita yang sama berupa adanya paraestesia, berkurangnya atau hilangnya refleks-refleks tendo/ rasa nyeri atau getar, adanya kelemahan atau kelumpuhan otot-otot, yang kesemuanya mendukung NPD . Pemeriksaan fungsi urat saraf tepi, khususnya kecepatan hantar saraf tepi (KHST) baik motorik maupun sensorik  sudah lama digunakan secara luas dan hingga kini makin berkembang pesat. Dan dikatakan bahwa kecepatan hantar impuls saraf  menurun secara meyakinkan (significant) pada neuropati perifer diabetik .

   Pada seorang penderita dengan neuropati perifer diabetik, jauh sebelum merasakan adanya keluhan-keluhan pada susunan sarafnya sudah terdapat kelainan-kelainan apabila dilakukan pemeriksaan dengan cara elektroneurofisiologi.  Salah satu teknik elektroneurofisiologi yang sampai saat ini masih terus berkembang dan dapat membantu  mengidentifikasi abnormalitas saraf dan otot yang berhubungan dengan neuropati perifer adalah "electromyonervegraphy (EMNG) . Pemeriksaan EMNG merupakan pilihan diagnostik untuk membantu menunjukkan distribusi lesi pada penderita yang diduga menderita neuropati perifer, mempunyai nilai spesifikasi yang tinggi, sensitif dan non invasif .

       Secara morfologi kelainan sel saraf  pada NPD terdapat pada sel-sel Schwann, selaput myelin dan akson. Kelainan yang terjadi tergantung pada lamanya mengidap DM . Dengan mikroskop elektron pada NPD yang masih dini akan tampak gambaran  karasteristik berupa demyelinisasi segmental, kerusakan akson dan penebalan membran basal yang mengelilingi permukaan sel Schwann. Pada tingkat lanjut, akson sel saraf dapat hilang sama sekali .

   Disamping kelainan morfologi dijumpai pula adanya kelainan fungsional  dan biokoimiawi. Kelainan fungsional yang terjadi berupa gangguan kemampuan penghantaran impuls, baik motorik maupun sensorik. Sedangkan secara biokimiawi ditemukan adanya kelainan dalam jumlah bentuk protein-protein sel saraf yang terkena .

   Telah dilakukan penelitian prospektif terhadap penderita DMTTI yang berobat jalan di poliklinik Diabetes dan rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar selama periode 7 bulan  (Januari - Juli 1997). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti  dan menganalisa sampai sejauh mana pengaruh DM memberikan komplikasi kronik timbulnya neuropati perifer diabetik (NPD) dan bagaimana hubungannya dengan faktor kelamin, umur dan lamanya penderita mengidap diabetes melitus.  Hasil dari penelitian tersebut yaitu dari 128 penderita DMTTI yang dikonsulkan ke Bagian Neurologi, didapatkan 74 penderita (57,81%) yang memenuhi kriteria NPD yang terdiri atas 38 pria (29,69%) dan 36 wanita (28,12%), dimana perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,05 : 1.

       Umur 56-65 tahun merupakan kelompok umur terbanyak (67,74%) dan keluhan utama (subyektif) yang paling banyak ditemukan adalah ; rasa kramp-kramp pada kedua tungkai (26,87%). Bila dihubungkan dengan lamanya diabetes, ditemukan kasus terbanyak adalah penderita yang mengidap DM > 10 tahun (40,54%).

   Ditemukan adanya korelasi yang bermakna antara lamanya mengidap diabetes dengan frekuensi NPD Dengan kata lain makin lama penderita mengidap diabetes, makin besar kemungkinan untuk mendapatkan NPD.  Pemeriksaan EMNG perlu dilakukan pada setiap penderita diabetes melitus, terutama  terhadap penderita -penderita yang telah lama mengidap diabetes dan penderita yang sudah berusia lanjut.
   
   Frekuensi neuropati perifer pada diabetes melitus  cukup tinggi yaitu 57,81%, sebagian besar diantaranya mengidap DM lebih dari 10 tahun (40,54%) dan keluhan utama yang terbanyak adalah rasa kramp-kramp pada kedua tungkai.

    Sampai saat ini berbagai komplikasi kronik diabetes melitus masih merupakan masalah karena dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi penderita. Pengalaman klinik membuktikan bahwa pencegahan dan penemuan secara dini komplikasi kronik jauh lebih bermamfaat dari pada pengobatannya . Gejala klinik neuropati perifer diabetik didalam praktek merupakan salah satu  jenis neuropati yang paling sering ditemukan berupa; rasa semut-semutan, rasa tebal, kramp-kramp dan rasa nyeri pada ujung anggota gerak badan .

     Menurut Veves A dan Boulton AJM (1992) yang dikutip oleh Sutjahjo A  menyatakan bahwa penegakan diagnosis NPD secara klinis cukup didapatkan 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :

1). Adanya gejala-gejala klinik,
2). Didapatkannya tanda-tanda kelainan sensoris,
3). Didapatkannya tanda-tanda kelainan motoris,
4). Pemeriksaan elektroneurofisiologi (EMNG).

     Meskipun diagnosis NPD dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan didapatkannya tanda-tanda kelainan sensoris dan motoris saja, akan tetapi penegakan diagnosis NPD dengan pemeriksaan elektroneurofisiolgi (EMNG) jauh lebih akurat, dapat mendeteksi lebih dini kerusakan sel saraf , mempunyai nilai spesifikasi yang tinggi, sensitif dan non invasif. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa kasus dimana tidak ditemukannya  gejala klinik/keluhan penderita, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan EMNG memberikan hasil yang positif  . Pemeriksaan EMNG mencakup pemeriksaan kecepatan hantar saraf  sensoris maupun motoris dan aksi potensial. Pemeriksaan EMNG selain dapat menentukan adanya suatu neuropati perifer, juga dapat membantu untuk menentukan lokasi yang tepat dari serabut saraf yang terkena .

DAFTAR PUSTAKA
  
1.  Aliah A : Neuropati Diabetik, didalam komplikasi kronik 
    diabetes melitus,  Simposium Diabetes Melitus, editor: Adam
    JMF, Sanusi H, Amiruddin AR, Lab. Ilmu Penyakit Dalam
    FK-UNHAS dan PERKENI  Cab.Makassar, Juli 1986, hal. 87-96.
2.  Aliah A : Garis-garis besar neuropati perifer dan masalahnya,
    didalam Kumpulan Makalah Simposium  Penatalaksanaan Neuropati
    Masa Kini, PERDOSI Cab Ujungpandang dan Bag. Ilmu Penyakit
    Saraf FK-UNHAS, Makassar, Desember 1993, hal 1-16.
3.  Asbury AK : Diabetic neuropathies, disease of the peripheral
    nervous system, In Horrison's principles of internal medicine
    2, 11nd ed, edit by: Braunwald E,Isselbacher KJ, Petersdorf
    RG et al, McGraw-Hill Book Company, Toronto, 1987, 2058-2069.
4.  Foster DW : Diabetic neuropathy, Diabetes mellitus, In:
    Horrison's principles of internal medicine 2, 11nd ed,
    edit by: Braunwald E, Isselbacher KJ, Petersdorf  RG et al,
    Mc Graw-Hill Book Company, Toronto, 1987, 1792-1793.
5.  Gilroy J : Diabetic neuropathy, Toxic and metabolic 
    disorders, In: Basic neurology 2nd, edit by: Gilroy J,
    Pergamon Press, Toronto,1992, 296-328. 
6.  Harati Y : Frequently asked questions about diabetic
    peripheral neuropathies, In: Neurologic clinics; peripheral
    neuropathy, new concepts and treatments, vol 10;3, edit by:
          Dyck PJ, WB-Saunders Company,  Tokyo, 1992,783-807.
7.  Harati Y : Diabetes and the Nervous System, In: Endocrinology
    and metabolism clinics of North America, Chronic
    complications of diabetes, vol 25;2, edit by:Brownlee M, 
          King GL,WB-Saunders Company,  Tokyo,1996, 325-359.
8.  Hardi, Haryanto, Darmono, et al : Komplkasi kronik diabetes
    melitus di RS Dr. Kariadi Semarang Jan.1984-Des.1986, 
    Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam FK-UNDIP/RS  Dr.Kariadi, Di
    dalam: Naskah Lengkap KOPAPDI VII, Jilid I, editor: 
         Jota S dkk, Ujungpandang 1987, 297- 305.
9.  Harry A, Aliah A, Abadi D : Pemeriksaan Elektroneurofisiologi
    pada neuropati, Di dalam: Kumpulan Makalah Simposium
    Penatalaksanaan Neuropati Masa Kini, PERDOSSI Cab.Makassar 
    Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK-UNHAS, Makassar, Desember 1993,
    25-35.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dokter Network Angk 97