Sel lemak dan fungsi endokrin

Oleh : dr Soebagijo Adi S, SpPD
Konsultan Endokrin dan Metabolik



Artikel ini membahas mengenai leptin dan fungisnya serta kadar adiponektin yang memiliki keterkaitan dengan patogenesis diabetes melitus.

PENDAHULUAN

   Selama lebih dari setengah abad kita berasumsi bahwa asupan makanan dan laju metabolisme basal dikendalikan oleh jaringan adipose. Dulu kita beranggapan fungsi utama jaringan lemak adalah merupakan cadangan energi jangka panjang yang akan dimobilisasi dalam bentuk asam lemak untuk oksidasi ke jaringan lain pada saat tubuh kekurangan asupan kalori.

   Para pakar kemudian menemukan dan mengenali beberapa sinyal yang berasal dari sel lemak, dan perkembangan ilmu kemudian mengantar kita untuk mengerti fungsi spesifik dari sinyal-sinyal ini. Beberapa molekul yang sebelumnya dikenal sebagai sinyal yang bukan berasal dari sel lemak, sekarang diketahui juga diproduksi oleh sel lemak. Misalnya IGF-1, adenosine, interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-alpha, plasminogen activator inhibitor.

   Jaringan lemak disebut sebagai organ dengan fungsi endokrin pertama kali oleh Siiteri (1987) yang mengungkapkan kemampuan jaringan lemak untuk metabolisme hormon steroid. Sejak tahun 1989 sel lemak sudah dikenal sebagai tempat metabolisme sex-steroid, dan produksi adipsin, suatu hormon yang berperanan dalam obesitas, tetapi perubahan drastis pada perspektif kita tentang jaringan lemak adalah pada saat ditemukannya Leptin, suatu cytokine-like factor pada tahun 1994, yang membawa kita untuk melihat jaringan lemak sebagai suatu organ dengan aktivitas endokrin dan metabolik yang tinggi. Sebagai organ endokrin sel lemak memproduksi berbagai macam peptida dengan aktivitas biologis (disebut sebagai adipokines atau adipocytokines), yang bekerja lokal pada sel lemak itu sendiri (autocrine/paracrine), dan juga bekerja sistemik (fungsi endokrin). Jaringan lemak juga mengekspresikan beberapa macam reseptor yang menerima rangsangan dari beberapa macam hormon serta rangsangan dari CNS. Melalui hubungan yang interaktif ini jaringan lemak secara integral mengatur berbagai macam proses biologis antara lain metabolisme energi, fungsi neuroendokrin dan fungsi immunitas.

Adipokines

  Adipokines atau adipocytokines secara umum dipakai untuk menyatakan berbagai macam protein yang diproduksi oleh adiposit. Beberapa protein ini merupakan cytokines, sedang yang lain merupakan cytokine-like factor. Leptin termasuk cytokine-like factor. Paling tidak ada 45 hormon atau adipokines dari adiposit yang dikenal, beberapa diantaranya telah diteliti dan diketahui fungsinya, tapi masih banyak yang belum jelas perannya. Beberapa protein berasal dari adiposit dengan fungsi endokrin (lihat pada tabel 1 ).































Sebagai organ endokrin, jaringan lemak juga mempunyai reseptor endokrin seperti pada tabel 2






















Dari sekian banyak hormon atau adipokine akan dibahas beberapa yang berperan dalam obesitas dan sidroma metabolik.

Leptin

   Leptin (disebut juga Ob protein) ditemukan oleh Friedman dkk pada tahun 1994, merupakan protein dengan 167 asam amino dengan berat molekul 16 kDa, yang menurut struktur kimianya  termasuk famili cytokine. Leptin berasal dari kata “leptos” yang berarti kurus dalam bahasa Ibrani, merupakan ob messenger RNA yang semula diperkirakan diproduksi oleh white adipose tissue (WAT) saja, namun sekarang telah diketahui bahwa leptin juga diproduksi dalam jumlah kecil di brown adipose tissue, lambung, placenta, kelenjar mammae, folikel ovarium, otot rangka, liver dan  beberapa organ fetus (jantung, tulang dan tulang rawan).

   Produksi leptin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lokasi sel lemak. Lemak subkutan memproduksi lebih banyak leptin dibanding lemak omental. Wanita mempunyai kadar Leptin yang lebih tinggi dibanding pria. Keadaan puasa menurunkan kadar Leptin sedang makan berlebihan akan meningkatkan kadar leptin. Faktor hormonal juga mempengaruhi ekspresi dan sekresi leptin. Insulin, estrogens dan glucocorticoid meningkatkan kadar leptin. Isoproterenol, beta3-adrenergic receptor agonists, androgens, free fatty acids, GH dan PPAR-gamma agonists menurunkan ekspresi dan kadar Leptin. Rokok yang dapat menyebabkan keadaan hiperadrenergik akan menurunkan kadar leptin. Cytokines lain seperti TNF-alpha, IL-1 dan IL-6 juga mempengaruhi ekspresi leptin mRNA dan kadar leptin dalam darah.

   Reseptor leptin termasuk famili reseptor cytokine klas I dan ditemukan hampir disetiap organ (ubiquitous), menunjukkan bahwa leptin sebenarnya mempunyai peran yang luas yang sampai saat ini baru sebagian kecil yang kita ketahui. Beberapa isoform dari reseptor leptin yang telah diketahui antara lain: Ob-Ra, Ob-Rb, Ob-Rc, Ob-Rd dan Ob-Re.

   Ob-Ra diperkirakan merupakan leptin transporter, dan Ob-Re adalah bentuk soluble dari reseptor leptin trans-membrane. Ob-Rb adalah reseptor bentuk panjang dengan domain sinyal di intraseluler yang banyak dijumpai di pusat lapar (feeding centers) di hypothalamus. Ob-Ra (reseptor bentuk pendek) dan Ob-Rc dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi di plexus choroideus dan microvaskuler otak, mengacu pada fungsi dari reseptor ini dalam transport melewati blood-brain barrier.

    Kerja leptin yang telah banyak dipelajari adalah pada central nervous system terutama hypothalamus, dengan efek menekan asupan makanan dan meningkatkan energy expenditure. Leptin merupakan mata rantai yang sangat penting antara jaringan lemak dengan hypothalamus sebagai pusat pengatur homeostasis energi.

  Leptin mengaktifkan reseptor-reseptornya, dan aktivasi dari Ob-Rb (long leptin receptor isoform) akan mengaktifkan JAK/STAT (Janus Kinase Signal Tranducer and Activator of Transcription) dan mempengaruhi ekspresi dari beberapa neuropeptida yang berasal dari hypothalamus.  Neuropeptida yang paling banyak dipelajari adalah Neuropeptide Y (NPY) di nucleus arcuatus. Neuropeptide Y berperanan dalam hypothalamic-pituitary-gonadal axis, dan thyrotropin dan corticotropin-releasing hormone di nucleus paraventricularis yang mempengaruhi thyroid dan adrenal axes. Neuropeptide Y adalah stimulator kuat nafsu makan. Down regulation Neuropeptide Y oleh leptin menyebabkan penurunan nafsu makan, peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, dan peningkatan energy expenditure. Target leptin yang lain di hypothalamus adalah neuropeptida lain pengendali nafsu makan yaitu melanocyte-stimulating hormone, agouti-related protein, pro-opiomelanocortin, cocaine dan amphetamine-regulated peptide. Hubungan leptin dengan neuropeptida hypothalamus yang lain seperti orexin, melanin-concentrating hormone, neurotensin, dan cholecyctokinin, sedang dipelajari secara ekstensif.

    Selain mengendalikan energy expenditure, leptin juga juga berperan dalam sinyal sistem reproduksi, terutama dalam maturasi sexual pada wanita. Leptin juga merupakan faktor penting pada angiogenesis dan sistem imun.

   Reseptor leptin juga terdapat di jaringan perifer antara lain paru-paru, ginjal, liver, pancreas, adrenal, ovarium, hematopoietic stem cells, dan otot rangka, menunjukkan bahwa sebenarnya leptin mempunyai peran dan ekspresi yang lebih besar dari yang kita ketahui sebagai faktor pengatur nafsu makan.

   Beberapa bukti menyatakan bahwa leptin mepunyai fungsi bukan saja pada keseimbangan berat badan, tetapi juga pada sinyalisasi insulin dan metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak, reproduksi, dan beberapa fungsi lain. Peningkatan konsentrasi leptin dalam sirkulasi dapat menurunkan kandungan lemak dalam beberapa jaringan melalui peningkatan oksidasi lemak. Leptin terbukti dapat bekerja secara autokrin dan parakrin dalam mengatur regulasi lemak.

Adiponektin

   Adiponektin (Apn) diungkapkan pertama kali oleh Scherer et al pada tahun 1995. Protein yang disebut juga sebagai adipocyte-related protein of 30 kDa (ACRP30), adipoQ, adipose most abundant gene transcript 1 (apM1), dan gelatin-binding protein of 28 kDa (GBP28), merupakan protein yang spesifik diproduksi oleh adiposit yang berperanan pada homeostasis glukosa dan lipid.   adiponektin beredar di sirkulasi dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan merupakan sekitar 0.01% dari total protein plasma. Kadar   adiponektin dalam serum berkorelasi dengan sensitivitas insulin. Penurunan kadar adiponektin berperan dalam patogenesis obesitas dan diabetes melitus.

  Struktur molekul adiponektin mirip dengan complement factor C1q dan Collagen VIII, X. Bentuk monomer dari adiponektin dapat membentuk trimers, hexamers, bahkan multimers yang lebih tinggi, dan kemampuan oligomerisasi ini menentukan efek biologisnya.

  Dua bentuk molekul dari adiponektin yaitu High Molecular Weight (HMW) Adiponektin yang  mempengaruhi glukoneogenesis di hepar dengan cara memperbaiki sensitivitas insulin, dan Low Molecular Weight (LMW) Adiponektin yang merangsang beta-oksidasi di hepar. Peran adiponektin dalam oksidasi lipid melibatkan pengaturan dari produksi atau aktivitas dari protein yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, antara lain CD36, acyl CoA oxidase, 5’-activated protein kinase dan PPAR-gamma.

   Perannya dalam resistensi insulin banyak ditunjukkan pada beberapa penelitian dengan model resistensi insulin, di mana didapatkan penurunan kadar adiponektin. Selain itu mutasi yang mengganggu ekspresi dari adiponektin dapat menyebabkan resistensi insulin.

   Pemberian adiponektin eksogen dapat memicu oksidasi asam lemak oleh otot, dan dapat menghambat produksi glukosa oleh hepatosit. Bentuk monomer dari globular adiponectin domain berperanan dalam stimulasi oksidasi asam lemak di otot , sedang efek hambatan produksi glukosa di liver hanya dimungkinkan oleh bentuk hexamer atau multimer yang lebih tinggi dari Apn. Bentuk multimer Apn ini mengaktivasi transcription factor NF-kB

 Chan et al (2005) melaporkan hipertrigliseridemi, kolesterol-HDL yang rendah, small dense LDL, berkorelasi dengan rendahnya kadar   adiponektin, independent terhadap jumlah masa lemak intra abdominal dan derajat reistensi insulin. Adiponektin mempunyai 2 reseptor, AdipoR1 dan AdipoR2. AdipoR1 diproduksi di otot rangka, sedang AdipoR2 dijumpai di jaringan hepar. Akhir-akhir ini diketemukan T-cadherin yang diduga merupakan coreceptor bagi adiponektin.

    Sekresi adiponektin berkorelasi positip dengan ukuran sel lemak dan berkorelasi negatip dengan body mass index. Pada jaringan lemak omental sekresi adiponektin lebih rendah dibanding jaringan lemak subkutan. Ras kaukasus mempunyai kadar adiponektin lebih tinggi dibanding ras Indo-Asian.

   Baik ekspresi maupun sekresi adiponektin dipengaruhi oleh protein lain. TNF-alpha secara bermakna menurunkan ekspresi dan sekresi adiponektin dari sel lemak. TNF-alpha diketahui menyebabkan resistensi insulin. selai itu beta-adrenergic agonists dan glucocorticoid juga menghambat ekspresi dan sekresi gen adiponektin, yang menunjukkan bahwa penurunan produksi adiponektin berperan dalam resistensi insulin yang dipicu oleh catecholamine atau glucocorticoid.  Peroxisome proliferator-activated nuclear receptor-gamma (PPAR gamma) dan liver receptor homolog-1 (LRH-1) berperan penting dalam transkripsi gen adiponektin via peroxisome proliferator-activated receptor gamma response element (PPRE) dan LRH-RE.

   Maeda et al melaporkan bahwa thiazolidinedione, suatu PPAR-gamma agonists, merangsang ekspresi gen adiponektin dan meningkatkan kadar adiponektin dalam sirkulasi pada penderita obes dengan resistensi insulin. Ini menjelaskan efek hipoglikemik dari thiazolidinedione, karena adiponektin memperbaiki sensitivitas insulin. 

   Adiponektin dikatakan mempunyai efek antiatherogenik dan antiinflamasi, karena kemampuan adiponektin dalam menghambat produksi adhesion molecule oleh sel endotel, menghambat perlekatan dari monosit ke endotel, menurunkan pertumbuhan myelomonocytic progenitor cell, dan menurunkan produksi TNF-alpha di macrophage.


















RESISTIN

   Resistin (resistant to insulin) manusia merupakan protein 12.5-kDa yang mengandung 108 asam amino. Resistin di sirkulasi darah manusia ditemukan dalam bentuk protein dimerik yang mengandung 2 polipeptida dari 92 asam amino yang dihubungkan dengan suatu disulfida pada Cys-26. Resistin termasuk dalam protein-protein Found in Inflammatory Zone (FIZZ). FIZZ1 (found in inflammatory zone 1) diekspresikan di jaringan paru, sedang Found in Inflammatory Zone 2 ditemukan di proliferating epithelia pada basal kripte dari traktus intestinal. Found in Inflammatory Zone 3 spesifik diekspresikan di jaringan adiposa,  dikenal dengan nama resistin atau adipocyte-specific secretory factor. Bila mengacu pada kemiripan molekul dengan resistin, maka Found in Inflammatory Zone 1 juga disebut sebagai resistin-like molecule alpha (RELM alpha), sedang Found in Inflammatory Zone 2 dikenal juga sebagai RELM beta.

   Penemuan resistin berawal dari upaya untuk memahami bagaimana thiazolidinediones dapat memperbaiki sensitivitas insulin. Steppan et al (2001) menemukan resistin mRNA dengan cara cloning cDNA dari adiposit tikus. Pada tikus mencit, resistin terutama diekspresikan di white adipose tissue (WAT). Resistin bisa dideteksi di serum menunjukkan bahwa resistin disekresi oleh adiposit dan bekerja di tempat yang jauh.

   Pada mencit yang obes, kadar resistin ditemukan meningkat dan thiazolidinediones (PPAR-gamma agonists) menurunkan kadar resistin serum, menunjukkan bahwa resistin adalah mediator untuk resistensi insulin . Di cell line adiposit, resistin menghambat insulin stimulate glucose uptake dan pemberian antibodi terhadap resistin meningkatkan transportasi glukosa, menunjukkan bahwa resistin endogen mempunyai peran otokrin.

Tumour Necrosis Factor-alpha (TNF-alpha)

   TNF-alpha adalah sitokin yang pada awalnya digambarkan sebagai endotoxin-induced factor yang menyebabkan necrosis dari tumor, yang pada penelitian selanjutnya ternyata identik dengan cahexin, yang disekresi oleh macrophage in vitro. TNF-alpha merupakan protein transmembran 26-kDa yang membelah menjadi protein 17-kDa yang merupakan bentuk biologis aktif, dan menunjukkan efek setelah berikatan dengan reseptor TNF-alpha tipe I dan tipe II. TNF-R1 merupakan mediator apoptosis, dan menstimuli lipolisis. Sedang TNF-R2 berperan dalam menimbulkan resitensi insulin.TNF-alpha diekspresikan di sel lemak dan sel stromavaskuler. Ekspresi di lemak subkutan lebih besar dibanding jaringan lemak visceral.

   Ekspresi TNF-alpha di jaringan lemak meningkat pada obesitas dan berkorelasi positip dengan adipositas dan resistensi insulin. Terapi dengan bahan yang menetralisir soluble TNF-alpha receptors dapat memperbaiki sensitivitas insulin pada rodent yang obes, tapi tidak pada manusia.

   Ada 2 mekanisme yang menerangkan efek metabolik TNF-alpha yaitu : pertama TNF-alpha mempengaruhi ekspresi gen di jaringan lemak dan liver. Di jaringan lemak TNF-alpha menekan ekspresi gen yang mengatur uptake dan penyimpanan NEFAs dan glukosa, menekan gen untuk transkripsi pada adipogenesis dan lipogenesis, merubah ekspresi dari beberapa adipokines antara lain adiponektin dan IL-6.
   Di hati TNF-alpha menekan ekspresi gen yang mengatur uptake dan metabolisme glukosa dan oksidasi asam lemak, meningkatkan ekspresi gen yang terlibat dalam sintesis kolesterol dan asam lemak. Kedua, TNF-alpha merusak sinyalisasi insulin. Efek ini merupakan akibat dari aktivasi serine kinase yang meningkatkan fosforilasi serine dari insulin reseptor substrate-1dan-2 (IRS-1 dan IRS-2). TNF-alpha  juga merusak sinyalisasi insulin secara tidak langsung dengan meningkatkan NEFAs, yang diketahui menyebabkan resitensi insulin dibeberapa jaringan. Efek anti-adipogenic dari TNF-alpha dapat dilihat pada tabel 3.

IL-6

   IL-6 adalah sitokin lain yang berkaitan dengan obesitas dan resistensi insulin. IL-6 beredar dalam bentuk multiple glycosylated dengan ukuran bervariasi antara 22-27 kDa. Reseptor untuk IL-6 (IL-6R) homolog dengan reseptor leptin.

   Dalam jaringan lemak IL-6 dan IL-6R  diekspresi oleh sel lemak dan matriks jaringan lemak. Ekspresi dan sekresinya di jaringan lemak visceral 2-3 kali lebih banyak dibanding jaringan lemak subkutan. Ekspresi IL-6 di jaringan adipose dan kadar IL-6 di sirkulasi berkorelasi positif dengan obesitas, gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin. Ekspresi dan kadar IL-6 dalam sirkulasi akan menurun dengan penurunan berat badan.

   IL-6 juga menekan insulin signaling di perifer dengan cara menurunkan ekspresi insulin receptor signaling components, dan memicu supresi cytokine signaling 3, suatu regulator negatif untuk leptin dan insulin signaling. IL-6 juga menghambat adipogenesis dan menurunkan sekresi adiponektin



































Transforming growth factor-beta (TGF-beta)

   Bersama dengan TNF-alpha dan IL-6, TGF-beta merupakan cytokines klasikal yang disintesa di white adipose tissue. TGF-beta dikeluarkan oleh sel lemak, dan ekspresi maupun produksinya dirangsang oleh TNF-alpha.TGF-beta merupakan pemicu PAI-1 yang potent. TGF-beta juga mengganggu pertumbuhan jaringan lemak, merangsang aktivitas angiogenik, menghambat diferensiasi adipocyte precursor cells. Peningkatan kadar TGF-beta dijumpai pada diabetes melitus
tipe 2

Plasminogen activator inhibitor (PAI)-1

   Beberapa protein untuk hemostasis dan sistim fibrinolisis disekresi oleh adiposit, termasuk tissue factor dan PAI-1. Plasminogen activator inhibitor (PAI)-1 termasuk dalam famili serine protease inhibitor. PAI-1 merupakan inhibitor primer dari fibrinolisis dengan cara menginaktivasi urokinase-type dan tissue-type plasminogen activator. PAI-1 juga berperan dalam proses angiogenesis dan atherogenesis. Ekspresi dan sekresi Plasminogen activator inhibitor (PAI)-1 lebih besar pada jaringan lemak visceral dibanding subkutan.

   Kadar PAI-1 meningkat pada obesitas dan resistensi insulin, dan berkorelasi dengan sindroma metabolik. Pada diabetes melitus tipe 2 Plasminogen activator inhibitor (PAI)-1 merupakan prediktor terhadap risiko kardiovaskuler. Kadar PAI-1 dalam plasma mempunyai asosiasi yang kuat dengan visceral adiposity. Penurunan berat badan dan perbaikan sensitivitas insulin karena pengobatan dengan metformin atau thiazolidinediones secara bermakna menurunkan kadar PAI-1. Sedang TNF-alpha dan TGF-beta  yang juga disekresi oleh sel lemak meningkatkan kadar PAI-1.

Adipsin dan acylation-stimulating protein (ASP)

    Adipsin merupakan protein kedua setelah lipoprotein lipase, yang diketahui disekresi di white adipose tissue. Ekspresi gen adipsin menurun pada hewan coba yang obese, yang disertai dengan penurunan kadar protein, sehingga semula dikira adipsin adalah suatu sinyal lipostatic. Namun belakangan diketahui adipsin, yang merupakan serine protease dan merupakan bagian dari pathway complement (complement factor D), tidak menurun pada pada manusia dengan obesitas, dan adipsin tidak lagi dianggap sebagai suatu signaling molecule dalam keseimbangan energi.

   Adipsin dan acylation-stimulating protein atau C3ades-Arg berasal dari C3 complex melalui proses metabolik yang memerlukan adipsin, factor B dan carboxypeptidase. Adipsin dan acylation-stimulating protein penting dalam post prandial clearance dari triacylglycerols. Adipsin dan acylation-stimulating protein merangsang uptake fatty acids ke white adipose tissue dengan cara meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase, merangsang sintesa trigliserida dengan cara meningkatkan aktivitas diacylglycerol acyltransferase, menurunkan lipolisis dan pelepasan NEFAs dari adiposit. Dengan mekanisme tersebut maka adipsin dan acylation-stimulating protein adalah stimulan kuat untuk sintesa triacylglycerol pada adiposit (JACOBI). Adipsin dan acylation-stimulating protein juga meningatkan transport glukosa di adiposit dengan cara meningkatkan translokasi glucose transporter dan meningkatkan glucose-stimulated insulin secretion dari sel beta.

Macrophage and monocyte chemoatractant protein (MCP)-1

  Obesitas berkaitan dengan peningkatan infiltrasi jaringan lemak oleh macrophage, dan macrophage yang aktif akan mensekresi faktor inflamasi yang ikut berperan dalam resistensi insulin antara lain TNF-alpha dan IL-6. Macrophage and monocyte chemoatractant protein-1 adalah suatu chemokine yang merekrut monosit, diekspresi dan disekresi oleh jaringan lemak.

   Ekspresi Macrophage and monocyte chemoatractant protein-1 di sel lemak dan kadar Macrophage and monocyte chemoatractant protein -1 di sirkulasi meningkat pada rodent dengan obesitas, menunjukkan bahwa infiltrasi macrophage di jaringan adipose yang dimediasi oleh Macrophage and monocyte chemoatractant protein -1 mungkin ikut berperan dalam gangguan metabolik pada obesitas dan resistensi insulin.

  Macrophage and monocyte chemoatractant protein -1 mempunyai efek lokal dan efek endokrin, inkubasi Macrophage and monocyte chemoatractant protein -1 pada kultur sel lemak menurunkan insulin-stimulated glucose uptake dan insulin-induced insulin receptor tyrosine phosphorilation, membuktikan bahwa Macrophage and monocyte chemoatractant protein -1 secara langsung  berperan dalam resistensi insulin pada jaringan lemak.

  Macrophage and monocyte chemoatractant protein -1 juga menghambat pertumbuhan dan diferensiasi sel lemak dengan cara menurunkan ekspresi dari beberapa gen adipogenic. Pada rodent dengan obesitas, peningkatan Macrophage and monocyte chemoatractant protein-1 dalam sirkulasi akan diikuti dengan peningkatan monosit di sirkulasi. Pemberian Macrophage and monocyte chemoatractant protein-1 pada tikus akan memicu peningkatan monosit, dan akumulasi monosit pada arteri kolateral, dan meningkatkan pertumbuhan neointimal. Ini menunjukkan pada kita fungsi endokrin dari Macrophage and monocyte chemoatractant protein -1, dan perannya dalam timbulnya aterosklerosis

Angiotensinogen

  White adipose tissue (WAT) juga merupakan sumber angiotensinogen yang penting, suatu substrat untuk renin-angiotensin system, yang merupakan faktor penting dalam regulasi tekanan darah. Angiotensin II, produk aktif dari angiotensinogen akan merangsang produksi dan pelepasan prostacyclin yang merupakan sinyal untuk diferensiasi preadiposit menjadi adiposit. Kadar angiotensinogen meningkat pada obesitas, dan ini menggambarkan adanya peningkatan massa jaringan lemak. Hipertensi yang menyertai obesitas mungkin disebabkan oleh peningkatan sekresi angiotensinogen.

  Selain memproduksi angiotensinogen, jaringan lemak juga mengekspresikan gen yang menyandi angiotensin converting enzyme dan reseptor angiotensin tipe 1, menunjukkan bahwa ada sistem renin-angiotensin yang bekerja lokal di jaringan lemak
  
Fasting-induced adipose factor (FIAF)

  Sintesa dari fasting-induced adipose factor, sesuai dengan namanya, meningkat sebagai respon terhadap puasa. Fasting-induced adipose factor termasuk dalam famili fibrinogen-angiopoietin-like proteins. Gen yang menyandi fasting-induced adipose factor sebagian besar diekspresi di White adipose tissue, walaupun sebagian juga diekspresi di brown adipose tissue. Fasting-induced adipose factor adalah gen target dari peroxisome proliferator-activated receptor alpha transcription factor. Sebenarnya fasting-induced adipose factor ditemukan pada studi yang bertujuan untuk mengidentifikasi gen target dari peroxisome proliferator-activated receptor alpha. fasting-induced adipose factor dijumpai dalam plasma, meningkat kadarnya pada saat puasa dan menurun pada saat makan dengan diet yang mengandung banyak lemak. Diduga fasting-induced adipose factor mempunyai peran endokrin, dan diperkirakan merupakan suatu signaling molecule.

Methallothionein (MT)

   Suatu metal-binding protein dengan berat molekul rendah (6000), yang telah lama diketahui disintesa di beberapa jaringan berbeda, terutama di liver dan ginjal. Methallothionein juga diekspresikan di brown adipose tissue (BAT), dan diduga mempunyai peran sebagai anti oksidan yang penting. Beberapa studi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa ternyata gen methallothionein -1 dan methallothionein -2 juga diekspresikan di White adipose tissue .

   Gen methallothionein diekspresikan di adiposit, tidak di sel stroma-vascular. Studi in vivo menunjukkan bahwa kadar methallothionein -1 mRNA tidak dipengaruhi oleh keadaan puasa, injeksi noradrenalin, bahkan tidak terpengaruh oleh pemberian Zn, yang diketahui merupakan pemicu kuat produksi methallothionein di liver dan ginjal. Menariknya, injeksi dengan beta3-agonist memicu peningkatan methallothionein-1 mRNA, menunjukkan bahwa gen methallothionein juga berkaitan dengan aktivasi adrenergik.

RINGKASAN

   Pengertian lama kita tentang jaringan lemak yang merupakan tempat pengaturan keseimbangan dan penyimpanan energi telah berubah dengan ditemukannya beberapa protein yang disintesa di jaringan lemak yang berfungsi sebagai hormon. Perubahan drastis terjadi setelah ditemukannya leptin, yang diekspresi dan diproduksi oleh jaringan lemak, memberikan pengertian baru tentang fungsi endokrin dari jaringan lemak. Leptin hanyalah salah satu adipokines. Tidak kurang dari 45 adipokines dan molekul aktif lain yang di produksi oleh jaringan lemak, beberapa telah banyak diteliti dan diketahui perannya antara lain angiotensinogen, adipsin, acylation-stimulating protein, adiponektin, retinol-binding protein, tumour necrosis factor alpha, interleukin 6, plasminogen activator inhibitor-1 and tissue factor, fasting-induced adipose factor, a fibrinogen angiopoietin-related protein, metallothionein and resistin dan masih banyak lagi. Beberapa dari protein ini adalah sitokin inflamasi, beberapa yang lain berperanan dalam metabolisme lipid dan glukosa, ada juga yang berperan dalam haemostasis vaskuler dan sistem complement, dan masih banyak peran dan belum kita ketahui dan pahami.

   Efek dari adipokines bisa autokrin, parakrin, atau endokrin dengan organ target yang jauh dari jaringan lemak. Sebagai organ endokrin jaringan lemak juga mempunyai reseptor-reseptor spesifik dari beberapa macam hormon yang berasal dari luar jaringan lemak. Jaringan lemak sekarang dikenal sebagai jaringan endokrin dengan aktivitas metabolik yang tinggi. Beberapa kemajuan penelitian telah mengungkap multi fungsi dari adiposit dari detail seluler maupun molekuler. 

DAFTAR PUSTAKA

1.  Trayhurn P, Beattie JH. Physiological role of adipose tissue:
    white adipose tissue as an endocrine and secretory organ.
    Proceeding of the Nutrition Society. 2001. 60: 239-339
2.  Minner JL. The adipocyte as an endocrine cell. J Anim Sci.
    2004; 82: 935-941
3.  Frayn KN, Karpe F, Fielding BA, Macdonald IA, Coppack SW.
    Integrative physiology of human adipose tissue. 
    International journal of Obesity. 2003; 27: 875-888
4.  Kershaw EE, Flier JS. Adipose tissue as and endocrine organ.
    J Clin Endocrinol Metab. 2004; 89: 2548-2556
5.  Tjokroprawiro A. Obesity: Capita Selecta 2003 (Map of Fat
    Cell and Molecular Basis for Clinical Relevance). In:  Adi S,
    Murtiwi S, Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, 
    Pranoto A (eds). Naskah Lengkap National Obesity  Symposium 
    II. Indonesian Society for the Study of Obesity. 2003. pp 1-8
6.  Mantzoros CS. The role of leptin in human obesity and
    disease: a review of current evidence. Ann Intern Med.
    1999; 130: 671-680
7.  BJURBAAEK C, KAHN BB.Leptin signaling in the central nervous
    system and the periphery. Recent progress in hormone 
    research. 2004; 59:305-331
8.  Meier U, Gressner AM. Endocrine Regulation of Energy 
    Metabolism: Review of Pathobiochemical and Clinical 
    Chemical Aspects of Leptin, Ghrelin, Adiponectin, and
    Resistin. Clinical Chemistry. 2004; 50: 1511-1525
9.  Soegondo S. Hubungan leptin dengan dyslipidemia aterogenik 
    pada obesitas sentral. Kajian terhadap Small Dense  Low 
    Density Lipoprotein. Disertasi untuk memperoleh gelar Doktor
    dalam Ilmu Kedokteran pada Universitas  Indonesia. 2004. pp 
    7-11
10. NEDVIDKOVA J, SMITKA K, KOPSKY V, HAINER V, Adiponectin, an
    Adipocyte-derived Protein. Physiol Res. 2005; 54: 133-140
11. Chan DC, Watts GF, Theodore WK Ng, Uchida Y, Sakai N, 
    Yamashita S, Barrett PH. Adiponectin and other
    Adipocytokines as Predictors of Markers of Triglyceride-Rich 
    Lipoprotein Metabolism. Clinical Chemistry. 2005; 51: 578-585
12. Soeatmadji DW. Pathogenic Mechanisms of Obesity: New Findings
    in Resistin. In: Adi S, Murtiwi S, Tjokroprawiro  A, 
    Hendromartono, Sutjahjo A, Pranoto A (eds). Naskah Lengkap 
    National Obesity Symposium II. Indonesian Society  for the
    Study of Obesity. 2003. pp 89-93
13. Coppack SW. Pro-inflammatory cytokines and adipose tissue.
    Proceeding of the Nutrition Society. 2001; 60: 349-356.
14. Alessi MC, Bastelica D, Morange P, Berthet B, Leduc I, 
    Verdier M, Geel O, Juhan-Vague I. Plasminogen Activator  
    Inhibitor 1, Transforming Growth Factor-Beta 1, and BMI are
    closely associated in human Adipose Tissue during Morbid
    Obesity. Diabetes. 2000; 49:1374-1380
15. Mavri A, Stegnar M, Krebs M, Sentoenik, Geiger M, Binder BR.
    Impact of Adipose Tissue on Plasma Plasminogen  Activator
    Inhibitor-1 in Dieting Obese Women. Arterioscler Thromb Vasc
    Biol. 1999; 19: 1582-1587
16. Jacobi SK, Miner JL. Human acylation-stimulating protein and
    lipid biosynthesis in bovine adipose tissue  explants. J Anim
    Sci. 2002; 80: 751-756


"Artikel ini diangkat untuk tujuan pendidikan"


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dokter Network Angk 97