Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar
PENDAHULUAN
Troponin T (TnT) merupakan suatu protein struktural dari serabut otot serat melintang, terdapat pada filamen tipis dan merupakan bagian dari "contractile apparatus”. Lokasinya intraseluler dan Ditemukan pada otot jantung dan otot skelet, namun asam aminonya berbeda.
Troponin T jantung adalah suatu polipepetide dengan berat molekul 37 kDa, yang pada keadaan normal tidak ditemukan dalam sirkulasi darah, tetapi dapat ditemukan sebanyak 6% dalam bentuk bebas pada sitoplasma miosit jantung dan sisanya dalam bentuk ikatan pada kompleks troponin . Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari otot skelet isoform .
Dapat dibedakan dari TnT otot skelet lainnya melalui teknik immunologik . Dengan waktu paruh kurang dari 2 jam, dapat dideteksi dalam beberapa jam dan dapat meningkat selama lebih dari 1 hari. sehingga mempunyai "wide window” untuk penggunaan dalam diagnostik.
sebelumnya telah dipublikasikan berbagai penelitian tentang penggunaan pemeriksaan kadar serum troponin T (TnT) dalam mendeteksi kerusakan miokard.Katus dkk telah mengembangkan suatu pemeriksaan imunoenzim ("enzyme immunoassay") untuk TnT isoform, yang mana memperlihatkan reaktifitas silang dengan TnT ekstrak dari otot skelet hanya kurang lebih 1-2 %. Dengan pemeriksaan ini TnT ditemukan dalam contoh serum penderita Infark miokard akut mulai dari 3,5 jam sampai lebih 10 hari setelah terjadinya nyeri dada.
Seino dkk, melaporkan sensitifitas Troponin T kardiak adalah 100% dalam mendeteksi kerusakan miokard, demikian pula Mach dkk mendapatkan sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan TnT adalah 100% dan 86%. Selain itu juga telah dibuktikan bahwa pemeriksaan serial troponin T dapat digunakan untuk menilai secara dini keberhasilan terapi reperfusi pada penderita Infark miokard akut . Sehingga pada tahun 1994 pemeriksaan Troponin T kardiak telah disetujui oleh "Food and Drug Administration” di Amerika Serikat untuk digunakan di klinik.
BEBERAPA MANFAAT KLINIK PEMERIKSAAN TROPONIN T KARDIAK
1. Diagnosis infark miokard akut (IMA)
Langkah pertama dalam diagnosis Infark miokard akut adalah anamnesis dan pemeriksaan fisis. selanjutnya dikonfirmasikan dengan pemeriksaan EKG dan serum CK isoenzim (MB dan MM). Pemeriksaan enzim jantung berupa CK dan LDH dan adanya perubahan EKG merupakan indikator yang dapat digunakan untuk diagnosis Infark miokard akut jika tanpa disertai kerusakan otot skelet .
"Framingham study” dan “ the Multiple Risk Factor Intervention Trial (MRFIT) “memperlihatkan bahwa satu dari 3 penderita Infark miokard akut tidak dikenali secara klinik oleh dokter atau tidak dikeluhkan oleh pasien sebab nyeri dada yang atipikal atau tanpa nyeri dada, terutama penderita diabetes melitus. Demikian pula temuan EKG pada penderita dengan dugaan IMA sering tidak membantu. Jika dilakukan pemeriksaan EKG saat masuk rumah sakit pada penderita dengan nyeri dada yang lama dan tanpa infark sebelumnya, akurasinya 75 %, jika dilakukan serial EKG, "predictive accuracy” mencapai 94%. Namun elektrogram yang menyesatkan dapat ditemukan paling sedikit pada¸ 8% dari seluruh IMA dan yang "indeterminate” pada 12 % penderita, terutama karena adanya kelainan "left bundle branch (LBB)” atau "ST-T wave non spesific”.
Troponin T kardiak merupakan suatu petanda serologik yang dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk menentukan kerusakan miokard . Ditemukan 100% meningkat pada penderita Infark miokard akut yang didiagnosis sesuai kriteria WHO . Lee dkk menggunakan batasan 0,1 ng/ml untuk diagnosis Infark miokard akut. Pemeriksaan ini bila dilakukan 4-8 jam setelah onset nyeri dada mempunyai sensitifitas yang tinggi dalam mendeteksi Infark miokard akut, walaupun hanya mikroinfark . Katus dkk telah meneliti peningkatan TnT pada penderita IMA, dan berkesimpulan bahwa pemeriksaan TnT merupakan salah satu alat serodiagnostik yang efisien dalam mendeteksi nekrosis sel miokard.
Penelitian Ravkilde dkk terhadap 298 penderita yang dicurigai IMA, yang sesuai kriteria WHO ada 15 (52%) penderita IMA dan semuanya hasil pemeriksaan TnT nya lebih dari 0,20 ug/L, sedangkan yang bukan IMA terdiri dari 127 (43%) penderia dengan penyakit jantung iskemik dan 16 penderita (5%) bukan penyakit jantung iskemik. semuanya mempunyai kadar TnT < 0,2 ug/L. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Bakker dkk .
Burlina membuktikan bahwa pemeriksaan TnT mempunyai sensitifitas 64-100 % dan spesifisitas 74-88 % dalam mendiagnosis infark miokard.
2. Angina tak stabil.
Angina tak stabil ("unstable angina") adalah suatu fase kritis dari penyakit jantung iskemik yang disertai dengan resiko tinggi terjadinya infark miokard dan kematian mendadak ("sudden death") . Sekitar 10-20 % penderita dengan angina tak stabil mempunyai prognosis jelek, dengan perlangsungan menjadi IMA . Angina tak stabil ditegakkan berdasarkan adanya keluhan nyeri dada tipikal pada saat istirahat yang disertai dengan perubahan EKG baik yang menetap maupun reversibel. Agar dapat mendeteksi adanya kerusakan miokard secara tepat pada angina tak stabil, diperlukan pemeriksaan yang lebih sensitif. Pemeriksaan TnT merupakan pemeriksaan yang mampu memberi informasi prognostik dan sensitif dalam diagnosis adanya kerusakan miokard.
Setelah kehilangan integritas dari membran sel miokard pada iskemk berat dapat terjadi pelepasan protein dari "cardiac contractile apparatus", seperti TnT dalam sirkulasi.Hamm CW dkk pada penelitiannya menemukan bahwa insidens infark miokard dan kematian berbeda secara bermakna antara kelompok angina tak stabil dengan TnT positif dengan TnT negatif. Penderita angina tak stabil yang mempunyai kadar TnT abnormal, lebih mungkin terjadinya IMA atau meninggal selama perawatan di rumah sakit. Sehingga pemeriksaan ini dapat mendeteksi penderita angina tak stabil yang mempunyai prognosis jelek.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Seino dkk menemukan bahwa 57,1% penderita angina tak stabil dengan TnT positif mengalami "cardiac events". Semua penderita yang mengalami "cardiac event” memperlihatkan peninggian TnT yang menetap selama >2¸ jam sebelum terjadinya kejadian tersebut.
3. Diagnosis IMA perioperatif
Infark miokard akut merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada penderita yang menjalani pembedahan "noncardiac” . Mortalitas pada penderita ini dengan infark perioperatif berkisar antara 36-70 % . Pemeriksaan serum CK dan LDH serta perubahan EKG dapat digunakan sebagai indikator IMA jika tidak ada kerusakan otot skelet yang hebat . Diantara pemeriksaan enzim jantung, CK-MB merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan sebagai petanda adanya kerusakan miokard, namun peninggiannya kadang-kadang dapat terjadi setelah pembedahan tanpa adanya kerusakan miokard. "False positive” dapat terjadi akibat kerusakan otot skelet selama operasi.
Pada penderita yang sedang menjalani operasi jantung nilai diagnostik dari pemeriksaan enzim menjadi terbatas, karena adanya pelepasan enzim dari jaringan "non-cardiac", sedangkan pemeriksaan EKG memberi perubahan yang tidak spesifik . Penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa tidak ditemukan adanya TnT dalam sirkulasi pada penderita yang menjalani pembedahan thoraks saja, hal sebaliknya terjadi pada CK dan CK-MB sehingga disimpulkan bahwa kadar TnT kardiac dapat digunakan dalam identifikasi kerusakan sel miokard perioperatif . Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Eikvar L dkk , Mair J dkk dan Mair P dkk telah memperlihatkan bahwa pemeriksaan TnT dapat digunakan untuk diagnosis infark miokard perioperatif.
4. Penilaian keberhasilan reperfusi koroner.
Wilkins dkk menggunakan skor EKG dan lamanya riwayat nyeri dada untuk menetapkan keputusan pemberian terapi trombolitik.
Berbagai metode noninvasif yang digunakan untuk mendeteksi reperfusi koroner adalah aspartat aminotransferase, LDH, CK, CK-MB, dan mioglobin . Indikator reperfusi koroner antara lain nyeri dada berkurang, perubahan ST segmen menjadi normal dan aritmia reperfusi, tetapi kriteria ini tidak sensitif karena hanya terjadi pada sekitar 15% penderita infark miokard akut (IMA) yang mengalami reperfusi . Dilaporkan oleh Abe dkk bahwa peningkatan kadar TnT kardiak 1 jam setelah mulainya terapi merupakan indeks dini untuk menilai terapi reperfusi pada penderita yang menjalani terapi trombolitik dan juga angioplasti koroner.
Remppis dkk telah melakukan penelitian pada 71 penderita infark miokard akut (IMA) yang mendapat terapi trombolitik, yang diikuti dengan pemeriksaan angiografi. Hasil yang diperoleh adalah bahwa rasio konsentrasi puncak TnT sitolitik terhadap konsentrasi TnT pada akhir 38 jam >1,42 atau rasio konsentrasi TnT pada 14 jam terhadap konsentrasi pada 38 jam >1,09, menandakan kemungkinan reperfusi adalah >95% .
5. Mendeteksi kerusakan miokard minor setelah PTCA.
"Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA)” merupakan teknik untuk revaskularisasi miokard. Akhir-akhir ini bahkan dilaporkan bahwa TnT dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan miokard setelah tindakan PTCA, seperti yang dilaporkan oleh Karim dkk bahwa TnT mempunyai sensitifitas diagnostik yang sangat tinggi dibanding CK dalam mendeteksi adanya kerusakan miokard minor setelah PTCA.
Ravkilde dkk pada penelitiannya untuk menilai manfaat diagnostik pemeriksaan TnT dan CK-MB dalam mendeteksi kerusakan miokard pada 23 penderita yang dilakukan tindakan PTCA, berkesimpulan bahwa pemeriksaan TnT dan CK-MB dapat digunakan untuk menilai keberhasilan angiolasti koroner.
6. Diagnosis kontusio jantung
Insidens kelainan jantung akibat trauma bervariasi antara 6-7%. Potkin dkk melakukan penelitian pada kerusakan miokard karena trauma dengan pemeriksaan "noninvasive” berupa EKG serial, CK total dan CK-MB, Holter monitoring dan "technetium-99m pyrophosphate scintigraphy". Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kelainan yang ditemukan dengan pemeriksaan "noninvasive” ini tidak spesifik dan tidak dapat mencerminkan adanya kontusio miokard.
Mair dkk melakukan pemeriksaan Troponin T kardiak (TnT) pada 14 penderita dengan trauma berat dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan TnT secara serial cukup baik digunakan dalam diagnosis trauma tumpul jantung.
RINGKASAN
Tropinin T kardiak adalah suatu polipeptide dengan berat molekul 37 kDa, terdapat pada filamen tipis dari serat otot melintang dan berfungsi sebagai protein yang mengatur kontraksi. Tropinin T dapat ditemukan baik pada otot jantung maupun skelet namun susunan asam amino agak berbeda antara kedua jenis otot tersebut, sehingga dapat dibedakan melalui teknik imunologik.
Berbagai penelitian klinik telah membuktikan bahwa pemeriksaan tropinin T mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi kerusakan miokard, sehingga pada tahun 1994 oleh “Food and Drug Administration” di Amerika Serikat telah menyetujui penggunaan pemeriksaan tropinin T di klinik.
Berbagai aplikasi klinik tropinin T antara lain digunakan untuk :
1. Diagnosis infark miokard akut
2. Diagnosis dan prognostik pada angina pektoris tak stabil.
3. Diagnosis IMA perioperatif.
4. Penilaian keberhasilan reperfusi koroner
5. Mendeteksi kerusakan miokard minor setelah PTCA.
6. Diagnosis kontusio jantung.
sebelumnya telah dipublikasikan berbagai penelitian tentang penggunaan pemeriksaan kadar serum troponin T (TnT) dalam mendeteksi kerusakan miokard.Katus dkk telah mengembangkan suatu pemeriksaan imunoenzim ("enzyme immunoassay") untuk TnT isoform, yang mana memperlihatkan reaktifitas silang dengan TnT ekstrak dari otot skelet hanya kurang lebih 1-2 %. Dengan pemeriksaan ini TnT ditemukan dalam contoh serum penderita Infark miokard akut mulai dari 3,5 jam sampai lebih 10 hari setelah terjadinya nyeri dada.
Seino dkk, melaporkan sensitifitas Troponin T kardiak adalah 100% dalam mendeteksi kerusakan miokard, demikian pula Mach dkk mendapatkan sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan TnT adalah 100% dan 86%. Selain itu juga telah dibuktikan bahwa pemeriksaan serial troponin T dapat digunakan untuk menilai secara dini keberhasilan terapi reperfusi pada penderita Infark miokard akut . Sehingga pada tahun 1994 pemeriksaan Troponin T kardiak telah disetujui oleh "Food and Drug Administration” di Amerika Serikat untuk digunakan di klinik.
BEBERAPA MANFAAT KLINIK PEMERIKSAAN TROPONIN T KARDIAK
1. Diagnosis infark miokard akut (IMA)
Langkah pertama dalam diagnosis Infark miokard akut adalah anamnesis dan pemeriksaan fisis. selanjutnya dikonfirmasikan dengan pemeriksaan EKG dan serum CK isoenzim (MB dan MM). Pemeriksaan enzim jantung berupa CK dan LDH dan adanya perubahan EKG merupakan indikator yang dapat digunakan untuk diagnosis Infark miokard akut jika tanpa disertai kerusakan otot skelet .
"Framingham study” dan “ the Multiple Risk Factor Intervention Trial (MRFIT) “memperlihatkan bahwa satu dari 3 penderita Infark miokard akut tidak dikenali secara klinik oleh dokter atau tidak dikeluhkan oleh pasien sebab nyeri dada yang atipikal atau tanpa nyeri dada, terutama penderita diabetes melitus. Demikian pula temuan EKG pada penderita dengan dugaan IMA sering tidak membantu. Jika dilakukan pemeriksaan EKG saat masuk rumah sakit pada penderita dengan nyeri dada yang lama dan tanpa infark sebelumnya, akurasinya 75 %, jika dilakukan serial EKG, "predictive accuracy” mencapai 94%. Namun elektrogram yang menyesatkan dapat ditemukan paling sedikit pada¸ 8% dari seluruh IMA dan yang "indeterminate” pada 12 % penderita, terutama karena adanya kelainan "left bundle branch (LBB)” atau "ST-T wave non spesific”.
Troponin T kardiak merupakan suatu petanda serologik yang dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk menentukan kerusakan miokard . Ditemukan 100% meningkat pada penderita Infark miokard akut yang didiagnosis sesuai kriteria WHO . Lee dkk menggunakan batasan 0,1 ng/ml untuk diagnosis Infark miokard akut. Pemeriksaan ini bila dilakukan 4-8 jam setelah onset nyeri dada mempunyai sensitifitas yang tinggi dalam mendeteksi Infark miokard akut, walaupun hanya mikroinfark . Katus dkk telah meneliti peningkatan TnT pada penderita IMA, dan berkesimpulan bahwa pemeriksaan TnT merupakan salah satu alat serodiagnostik yang efisien dalam mendeteksi nekrosis sel miokard.
Penelitian Ravkilde dkk terhadap 298 penderita yang dicurigai IMA, yang sesuai kriteria WHO ada 15 (52%) penderita IMA dan semuanya hasil pemeriksaan TnT nya lebih dari 0,20 ug/L, sedangkan yang bukan IMA terdiri dari 127 (43%) penderia dengan penyakit jantung iskemik dan 16 penderita (5%) bukan penyakit jantung iskemik. semuanya mempunyai kadar TnT < 0,2 ug/L. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Bakker dkk .
Burlina membuktikan bahwa pemeriksaan TnT mempunyai sensitifitas 64-100 % dan spesifisitas 74-88 % dalam mendiagnosis infark miokard.
2. Angina tak stabil.
Angina tak stabil ("unstable angina") adalah suatu fase kritis dari penyakit jantung iskemik yang disertai dengan resiko tinggi terjadinya infark miokard dan kematian mendadak ("sudden death") . Sekitar 10-20 % penderita dengan angina tak stabil mempunyai prognosis jelek, dengan perlangsungan menjadi IMA . Angina tak stabil ditegakkan berdasarkan adanya keluhan nyeri dada tipikal pada saat istirahat yang disertai dengan perubahan EKG baik yang menetap maupun reversibel. Agar dapat mendeteksi adanya kerusakan miokard secara tepat pada angina tak stabil, diperlukan pemeriksaan yang lebih sensitif. Pemeriksaan TnT merupakan pemeriksaan yang mampu memberi informasi prognostik dan sensitif dalam diagnosis adanya kerusakan miokard.
Setelah kehilangan integritas dari membran sel miokard pada iskemk berat dapat terjadi pelepasan protein dari "cardiac contractile apparatus", seperti TnT dalam sirkulasi.Hamm CW dkk pada penelitiannya menemukan bahwa insidens infark miokard dan kematian berbeda secara bermakna antara kelompok angina tak stabil dengan TnT positif dengan TnT negatif. Penderita angina tak stabil yang mempunyai kadar TnT abnormal, lebih mungkin terjadinya IMA atau meninggal selama perawatan di rumah sakit. Sehingga pemeriksaan ini dapat mendeteksi penderita angina tak stabil yang mempunyai prognosis jelek.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Seino dkk menemukan bahwa 57,1% penderita angina tak stabil dengan TnT positif mengalami "cardiac events". Semua penderita yang mengalami "cardiac event” memperlihatkan peninggian TnT yang menetap selama >2¸ jam sebelum terjadinya kejadian tersebut.
3. Diagnosis IMA perioperatif
Infark miokard akut merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada penderita yang menjalani pembedahan "noncardiac” . Mortalitas pada penderita ini dengan infark perioperatif berkisar antara 36-70 % . Pemeriksaan serum CK dan LDH serta perubahan EKG dapat digunakan sebagai indikator IMA jika tidak ada kerusakan otot skelet yang hebat . Diantara pemeriksaan enzim jantung, CK-MB merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan sebagai petanda adanya kerusakan miokard, namun peninggiannya kadang-kadang dapat terjadi setelah pembedahan tanpa adanya kerusakan miokard. "False positive” dapat terjadi akibat kerusakan otot skelet selama operasi.
Pada penderita yang sedang menjalani operasi jantung nilai diagnostik dari pemeriksaan enzim menjadi terbatas, karena adanya pelepasan enzim dari jaringan "non-cardiac", sedangkan pemeriksaan EKG memberi perubahan yang tidak spesifik . Penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa tidak ditemukan adanya TnT dalam sirkulasi pada penderita yang menjalani pembedahan thoraks saja, hal sebaliknya terjadi pada CK dan CK-MB sehingga disimpulkan bahwa kadar TnT kardiac dapat digunakan dalam identifikasi kerusakan sel miokard perioperatif . Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Eikvar L dkk , Mair J dkk dan Mair P dkk telah memperlihatkan bahwa pemeriksaan TnT dapat digunakan untuk diagnosis infark miokard perioperatif.
4. Penilaian keberhasilan reperfusi koroner.
Wilkins dkk menggunakan skor EKG dan lamanya riwayat nyeri dada untuk menetapkan keputusan pemberian terapi trombolitik.
Berbagai metode noninvasif yang digunakan untuk mendeteksi reperfusi koroner adalah aspartat aminotransferase, LDH, CK, CK-MB, dan mioglobin . Indikator reperfusi koroner antara lain nyeri dada berkurang, perubahan ST segmen menjadi normal dan aritmia reperfusi, tetapi kriteria ini tidak sensitif karena hanya terjadi pada sekitar 15% penderita infark miokard akut (IMA) yang mengalami reperfusi . Dilaporkan oleh Abe dkk bahwa peningkatan kadar TnT kardiak 1 jam setelah mulainya terapi merupakan indeks dini untuk menilai terapi reperfusi pada penderita yang menjalani terapi trombolitik dan juga angioplasti koroner.
Remppis dkk telah melakukan penelitian pada 71 penderita infark miokard akut (IMA) yang mendapat terapi trombolitik, yang diikuti dengan pemeriksaan angiografi. Hasil yang diperoleh adalah bahwa rasio konsentrasi puncak TnT sitolitik terhadap konsentrasi TnT pada akhir 38 jam >1,42 atau rasio konsentrasi TnT pada 14 jam terhadap konsentrasi pada 38 jam >1,09, menandakan kemungkinan reperfusi adalah >95% .
5. Mendeteksi kerusakan miokard minor setelah PTCA.
"Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA)” merupakan teknik untuk revaskularisasi miokard. Akhir-akhir ini bahkan dilaporkan bahwa TnT dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan miokard setelah tindakan PTCA, seperti yang dilaporkan oleh Karim dkk bahwa TnT mempunyai sensitifitas diagnostik yang sangat tinggi dibanding CK dalam mendeteksi adanya kerusakan miokard minor setelah PTCA.
Ravkilde dkk pada penelitiannya untuk menilai manfaat diagnostik pemeriksaan TnT dan CK-MB dalam mendeteksi kerusakan miokard pada 23 penderita yang dilakukan tindakan PTCA, berkesimpulan bahwa pemeriksaan TnT dan CK-MB dapat digunakan untuk menilai keberhasilan angiolasti koroner.
6. Diagnosis kontusio jantung
Insidens kelainan jantung akibat trauma bervariasi antara 6-7%. Potkin dkk melakukan penelitian pada kerusakan miokard karena trauma dengan pemeriksaan "noninvasive” berupa EKG serial, CK total dan CK-MB, Holter monitoring dan "technetium-99m pyrophosphate scintigraphy". Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kelainan yang ditemukan dengan pemeriksaan "noninvasive” ini tidak spesifik dan tidak dapat mencerminkan adanya kontusio miokard.
Mair dkk melakukan pemeriksaan Troponin T kardiak (TnT) pada 14 penderita dengan trauma berat dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan TnT secara serial cukup baik digunakan dalam diagnosis trauma tumpul jantung.
RINGKASAN
Tropinin T kardiak adalah suatu polipeptide dengan berat molekul 37 kDa, terdapat pada filamen tipis dari serat otot melintang dan berfungsi sebagai protein yang mengatur kontraksi. Tropinin T dapat ditemukan baik pada otot jantung maupun skelet namun susunan asam amino agak berbeda antara kedua jenis otot tersebut, sehingga dapat dibedakan melalui teknik imunologik.
Berbagai penelitian klinik telah membuktikan bahwa pemeriksaan tropinin T mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi kerusakan miokard, sehingga pada tahun 1994 oleh “Food and Drug Administration” di Amerika Serikat telah menyetujui penggunaan pemeriksaan tropinin T di klinik.
Berbagai aplikasi klinik tropinin T antara lain digunakan untuk :
1. Diagnosis infark miokard akut
2. Diagnosis dan prognostik pada angina pektoris tak stabil.
3. Diagnosis IMA perioperatif.
4. Penilaian keberhasilan reperfusi koroner
5. Mendeteksi kerusakan miokard minor setelah PTCA.
6. Diagnosis kontusio jantung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mair J, Dienstl F, and Puschendorf B . Cardiac troponin T in
1. Mair J, Dienstl F, and Puschendorf B . Cardiac troponin T in
the diagnosis of myocardial injury, Critical Reviews in
Clinical laboratori Sciences 29 : 31-57,1992.
2. Seino Y, Tomita Y, Takano T. Early identification of cardiak
2. Seino Y, Tomita Y, Takano T. Early identification of cardiak
events with serum troponin T in patients with unstable
angina, Lancet 342 : 1236-1237, 1993.
3. Abe S, Arima S, Yamashita T et al. Early assesment of
3. Abe S, Arima S, Yamashita T et al. Early assesment of
reperfusion therapy using cardiac troponin T, J Am Coll
Cardiol 23 : 1382-1389, 1994.
4. Antman EM, Grudzien C, Sacks DB. Evaluation of rapid
4. Antman EM, Grudzien C, Sacks DB. Evaluation of rapid
bedside assay for detection of serum cardiac troponin T, JAMA
273 : 1271-1282, 1995.
5. Wu AH. Cardiac troponin T : Biochemical, analytical, and
5. Wu AH. Cardiac troponin T : Biochemical, analytical, and
clinical aspects, J Clin Immunoassay 17 : 45-48, 1994.
6. Boehringer Mannheim. Troponin T, a milestone in the
6. Boehringer Mannheim. Troponin T, a milestone in the
diagnosis of myocardial ischemia, 1995 : 1-56.
7. Hamm CW,Ravkilde J, Gerhardt W et al. The prognostic value
7. Hamm CW,Ravkilde J, Gerhardt W et al. The prognostic value
of serum troponin T in unstable angina, N Engl J Med
327 : 146-150, 1992.
8. Karim Asad M, Shinn M, Oskarsson H et al. Significance of
8. Karim Asad M, Shinn M, Oskarsson H et al. Significance of
cardiac troponin T release after percutaneous
transluminal coronary angioplasty, Am J Cardiol 76 :
521-523 1995.
9. Ellis KA. Serum protein measurements and the diagnosis of
9. Ellis KA. Serum protein measurements and the diagnosis of
acute myocardial infarction, Circulation 83:1109-1109, 1991.
10. Gerhart W, Ljungdahl L. Rational diagnostic strategy
10. Gerhart W, Ljungdahl L. Rational diagnostic strategy
in diagnosis of ischemic myocardial injury, S-troponin T and
S-CK MB (mass) time series using individual baseline
values, Scand J Clin Lab Invest 53: 47-59, 1993.
11. Katus HA, Schoeppenthau M, Tanzeem Á et al. Non-invasive
11. Katus HA, Schoeppenthau M, Tanzeem Á et al. Non-invasive
assessment of perioperative myocardial celi damage by
circulating cardial troponin T, Br Heart J 65: 259-264, 1991.
12. Burlina A, Zaninotto M, Secchiero S et al. Troponin T as a
12. Burlina A, Zaninotto M, Secchiero S et al. Troponin T as a
marker of ischemic myocardial injury, Clin Biochem 27 :
113-121, 1994.
13. Zimmermann R, Baki S, Dengler TJ et al. troponin T release
13. Zimmermann R, Baki S, Dengler TJ et al. troponin T release
after heart transplantation, Br Heart J 69: 395-398, 1993.
14. Gerhardt W, Katus H, Ravkilde J et al. S-Troponin T in
14. Gerhardt W, Katus H, Ravkilde J et al. S-Troponin T in
suspected ischemic myocardial injury compared with mass
and catalytic concentrations of S-Creatine kinase
isoenzyme MB, Clin Chem 37 : 1405-1411, 1991.
15. Katus HA, Remppis A, Neumann FJ et al. Diagnostic efficiency
15. Katus HA, Remppis A, Neumann FJ et al. Diagnostic efficiency
of troponin T measurements is acute myocardial infarction,
Circulation 83: 902-912, 1991.
16. Mach F, Lovis C, Jean-Claude. Rapid bedside whole blood
16. Mach F, Lovis C, Jean-Claude. Rapid bedside whole blood
cardiospecific troponin T immunoassay for the diagnosis of
acute myocardial infarction, Am J Cardiol 75: 842- 845,
1995.
17. Murray J and Alpert JS. Diagnosis of acute myocardial
17. Murray J and Alpert JS. Diagnosis of acute myocardial
infarction, Current Opinion in Cardiol 9: 465-470, 1994.
18. Ravkilde J, Horder M, Gerhardt W et al. Diagnostic
18. Ravkilde J, Horder M, Gerhardt W et al. Diagnostic
performance and prognostic value of serum troponin T in
suspected acute myocardial infarction. Scand J Clin Lab
Invest 53 : 677-685, 1993.
19. Lee TH, Thomas EJ, Ludwig LE et al. Troponin T as marker for
19. Lee TH, Thomas EJ, Ludwig LE et al. Troponin T as marker for
myocardial ischemia in patients undergoing major noncardiac
surgery, Am J Cardiol 77 : 1013-1036, 1996.
20. Bakker AJ, Koelemay MJW, Gorgels JPMC et al. Troponin T and
20. Bakker AJ, Koelemay MJW, Gorgels JPMC et al. Troponin T and
myoglobin at admission : value of early diagnosis of acute
myocardial infarction, Eur Heart J 15: 45-53, 1994.
21. Donnelly R, Hillis WS et al. Myocardial injury, Lancet 341:
21. Donnelly R, Hillis WS et al. Myocardial injury, Lancet 341:
410-411, 1993.
22. Adam JE, Sicard GA, Allen BT et al. Diagnosis of
22. Adam JE, Sicard GA, Allen BT et al. Diagnosis of
peri-operaive myocardial infarction with measuremens of
cardiac troponin I, N Engl J Med 330 : 670-4, 1994.
23. Ashton CM.Perioperative myocardial infarction with noncardiac
23. Ashton CM.Perioperative myocardial infarction with noncardiac
surgery, Am J Med Sci 308 : 41-48, 1994.
24. Hake U, Schmid FX, Iversen S et al. Troponin T a reliable
24. Hake U, Schmid FX, Iversen S et al. Troponin T a reliable
marker of perioperative myocardial infarction?, Eur J
Cardiothorac Surg 7: 623-633, 1993.
25. Eikvar L, Pillgram-Larsen J, Skjaeggestad O et al. Serum
25. Eikvar L, Pillgram-Larsen J, Skjaeggestad O et al. Serum
cardiospecific troponin T after open heart surgery in
patients with and without perioperative myocardial
infarction, Scand J Clin Lab Invest 54 : 321-335, 1994.
26. Mair J, Wieser CH, Seibt I et al. Troponin T to diagnose
26. Mair J, Wieser CH, Seibt I et al. Troponin T to diagnose
myocardial infarction in bypass surgery, Lancet 337: 434-435,
1991.
27. Mair P, Mair J, Seibt I et al. Cardiac troponin T : Á new
27. Mair P, Mair J, Seibt I et al. Cardiac troponin T : Á new
marker of myocardial tissue damage in bypass surgery, J
Cardiothorac and Vasc Anest 7 : 674-678, 1993.
28. Wilkins ML, Pryor AD, Maynard C et al.An electro-cardiograpic
28. Wilkins ML, Pryor AD, Maynard C et al.An electro-cardiograpic
acuteness score for quantifying the timing of a myocardial
infarction to guide decisions regarding reperfusion therapy,
Am J Cardiol 745 : 617-620,1995.
29. Adam JE, Abendschein DR, Jaffe AS. Biochemical markers of
29. Adam JE, Abendschein DR, Jaffe AS. Biochemical markers of
myocardial injury is MB Cretine Kinase the choice for the
1990s?, Circulation 88 : 750-763, 1993.
30. Remppis A, Scheffold T, Karrer O et al. Assessment of
30. Remppis A, Scheffold T, Karrer O et al. Assessment of
reperfusion of the infarck zone after acute myocardial
infarction by serial cardiac troponin T measurements in
serum, Br Heart J 71 : 242-248, 1994.
31. Ravkilde J, Nissen H, Mickley H et al. Cardiac troponin T and
31. Ravkilde J, Nissen H, Mickley H et al. Cardiac troponin T and
CK-MB mass release after visualy successful percutaneous
transluminal coronary angioplasty in stable angina pectoris,
Am Heart J 127 : 13-20, 1994.
32. Potkin RT, Werner JA, Trobaugh GB et al. Evaluation of
32. Potkin RT, Werner JA, Trobaugh GB et al. Evaluation of
noninvasive tests of cardiac damage in suspected cardiac
contusion, Circulation 66 : 627-631, 1982.
33. Mair P, Mair J, Koller J et al. Cardiac troponin T in the
33. Mair P, Mair J, Koller J et al. Cardiac troponin T in the
diagnosis of heart contusion, Lancet 338 : 693, 1991.
0 komentar:
Posting Komentar