Retinopati diabetik pada diabetes melitus tipe 2 terkendali buruk

Oleh : Ratni R, Marie J Adam, John MF Adam
Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UNHAS, Makassar


  Artikel ini membahas secara ringkas mengenai retinopati diabetik pada DM tipe 2 dengan kendali glikemik yang buruk sekaligus mempublikasikan suatu penelitian yang bertujuan untuk melihat peran beberapa faktor resiko yang dapat memperburuk retinopati diabetik (RD). Penelitan ini dilakukan di Makassar pada periode Januari 1994 sampai dengan Juni 1998.


PENDAHULUAN

      Retinopati Diabetik (RD) merupakan salah satu komplikasi kronik yang sering ditemukan pada penderita Diabetes Mellitus (DM). Di negara  maju DM merupakan salah satu penyebab utama kebutaan pada mereka yang berumur 30-70 tahun.  Terdapat perbedaan antara Retinopati Diabetik (RD) pada DM tipe-1 dan DM tipe-2. Pada DM tipe-1, umumnya Retinopati Diabetik (RD) baru ditemukan setelah lima tahun menderita DM dan hampir 90% disertai RD setelah 15 tahun. Pada DM tipe-2, sekitar 50% penderita baru didiagnosis sudah disertai dengan  Retinopati Diabetik , dan menjadi 80%   setelah 15 tahun diagnosis .

      Insidens Retinopati Diabetik (RD) sangat dipengaruhi oleh kendali glikemik dan lamanya menderita DM. Selain kedua faktor tersebut, beberapa faktor lain mempengaruhi memburuknya RD yaitu hipertensi, dislipidemia, merokok, kehamilan, dan genetik . Sejak lama diketahui bahwa hiperglikemi merupakan faktor utama kelainan mikroangiopati yaitu retinopati dan nefropati. Pada umumnya makin buruk kendali glikemik makin banyak/makin berat mikroangiopati. Penelitian pada Indian Pima  maupun penelitian di Mesir  membuktikan bahwa prevalensi mulai meningkat tajam setelah kadar HbA1c > 6,0%. 

    HbA1c adalah suatu indeks biokimia yang paling baik untuk memantau keadaan diabetes terkendali. Umumnya  mereka dengan kadar HbA1c yang tinggi memberikan gambaran keadaan DM yang tidak terkendali. Sehingga dapat diperkirakan bahwa pada mereka dengan kadar HbA1c yang tinggi lebih sering disertai komplikasi kronik, khususnya mikroangiopati . Telah dilakukan penelitian di Makassar  dengan tujuan  untuk melihat peran beberapa faktor  yaitu lamanya menderita DM, hipertensi dan hiperkolesterolemi, yang dianggap sebagai faktor  resiko yang dapat memperburuk RD pada penderita DM.Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Profil Lipid Serum Pada Penderita DM tipe-2”. Pada penelitian tersebut penderita yang dipilih adalah penderita DM tipe-2 yang belum pernah mendapat obat hipolipidemik atau sedikitnya sudah satu bulan tidak mengkonsumsi obat tersebut. Sesuai dengan kriteria yang dipakai oleh Konsensus Penatalaksanaan Diabetes Mellitus di Indonesia , maka yang dianggap terkendali buruk adalah mereka yang dengan kadar HbA1c > 8,0%.

    Kriteria DM menggunakan kriteria WHO l985 . Pemeriksaan HbA1c dilakukan secara kromatografi kolum di Laboratorium Prodia. Sedang kadar lipid serum diperiksa secara enzimatik setelah berpuasa 12 jam,  menggunakan spektrofotometer. Pemeriksaan mata dilakukan oleh satu ahli mata . Pemeriksaan fundus dengan funduskopi direk dan foto retina. Kelainan mata yang ditemukan dibagi atas 5 kelompok yaitu normal, retinopati diabetik “background”  (RDB), retinopati diabetik preproliferatif (RDPP), retinopati diabetik proliferatif  (RDP) dan makulopati. Bila ditemukan kelainan mata yang berbeda antara kedua mata, maka kelainan retina yang terberat yang dimasukkan dalam klasifikasi. Dikelompokkan sebagai retinopati diabetik berat yaitu bentuk preproliferatif dan proliferatif.

    Kriteria hipertensi yang digunakan yaitu hipertensi bila tekanan sistolis > atau sama 140 mmHg dan diastolis > atau sama 90 mmHg. Pada mereka yang mendapat obat antihipertensi dilihat tekanan darah awal sebelum menggunakan obat.  Kriteria hiperkolesterolemi menggunakan kriteria konsensus nasional  yaitu bila kadar kolesterol > 200 mg/dl.  Penderita juga dikelompokkan sesuai dengan riwayat diketahui menderita DM yaitu lama DM < 5 tahun, 5-10 tahun dan > 10 tahun. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan "Chi-Square test".

HASIL PENELITIAN

   Selama periode Januari 1994 sampai dengan Juni 1998, sebanyak 99 penderita DM tipe-2 terkendali buruk yang dirujuk ke dokter mata untuk pemeriksaan lengkap mata. Mereka terdiri atas 45 pria dan 54 wanita. Retinopati diabetik ditemukan pada  65 orang, atau suatu prevalensi RD sebesar 65,7%, yaitu 31 pria (31,3%) dan 34 wanita (34,3%). Sesuai dengan klasifikasi RD yang dipakai, sebanyak 53 (53,5%) penderita adalah retinopati diabetik background, retinopati diabetik preproliferatif  8 orang (8,1%) dan retinopati diabetik proliferatif 4 orang (4,0%) (tabel 1).





Lamanya menderita DM dan beratnya retinopati diabetik

     Lebih banyak penderita retinopati diabetik  berat pada mereka dengan riwayat DM 5 tahun atau > dari 5 tahun dibandingkan dengan yang < 5 tahun. Pada mereka dengan riwayat menderita DM < 5 tahun, ternyata hanya 1  penderita (1,8%) dengan RD berat yaitu berupa retinopati diabetik proliferatif. Pada  penderita dengan riwayat menderita DM  5  atau > 5 tahun, retinopati diabetik berat ditemukan pada 11 orang (26,2%), yang terdiri atas 8 retinopati diabetik preproliferatif  dan 3 orang retinopati diabetik proliferatif. Secara statistik perbedaan ini bermakna. Dengan kata lain makin lama DM, maka makin besar kemungkinan untuk mendapat retinopati diabetik berat.




Tekanan darah dan Kadar kolesterol serum

     Pada kelompok dengan RD ternyata lebih banyak penderita dengan hipertensi yaitu 37 penderita (75,5%), sedang pada mereka tanpa retinopati diabetik hanya 12 penderita (24,5%). Tekanan darah sistolis pada mereka dengan RD lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa RD. Sebaliknya rata-rata tekanan diastolik pada mereka dengan RD terlihat justru lebih rendah dibandingkan dengan tanpa RD. 

     Lebih banyak penderita dengan hiperkolesterolemi pada mereka dengan RD dibandingkan dengan tanpa RD yaitu masing-masing 56 orang (70,9%) dan 23 orang. Rata-rata kadar kolesterol total pada kelompok RD  lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok tanpa RD, walaupun perbedaan ini tampak kecil. Agar lebih jelas lihat tabel 3




PEMBAHASAN

   Lima belas tahun setelah diperkenalkannya insulin, muncul masalah baru yaitu komplikasi vaskuler khususnya mikroangiopati. Retinopati diabetik  merupakan salah satu komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita DM dan merupakan sebab kebutaan utama pada orang dewasa di negara maju. Terjadinya mikroangiopati terutama disebabkan oleh hiperglikemi kronik. Hasil penelitian DCCT  telah membuktikan bahwa pada penderita dengan pengobatan intensif, dimana kadar glukosa dapat dipertahankan ke batas mendekati kadar normal, ternyata Retinopati diabetik lebih kurang dibandingkan dengan pengobatan konvensional yang kadar HbA1c lebih tinggi. Selain keadaan hiperglikemi, beberapa faktor lain dihubungkan dengan terjadinya maupun memburuknya  retinopati diabetik, yaitu  lamanya menderita DM, hipertensi, merokok, kehamilan, umur pada saat DM ditemukan, dan genetik . Oleh karena sulitnya mencapai keadaan normoglikemi yang terus menerus, beberapa peneliti menyarankan tindakan intervensi terhadap faktor resiko perlu dilakukan.

      Hampir semua peneliti memberi hasil yang sama yaitu adanya hubungan retinopati diabetik dengan lamanya menderita DM. Hasil penelitian UKPDS  pada penderita DM tipe-2 memperlihatkan bahwa walaupun mendapat pengobatan intensif ternyata makin lama menderita DM makin banyak komplikasi mikroangiopati.  The Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic Retinopathy (WESDR) tidak menemukan retinopati proliferatif pada penderita DM muda dengan lamanya DM kurang dari 5 tahun, tapi frekuensi ini meningkat dengan lamanya DM, mencapai 65% pada orang-orang dengan 30-34 tahun menderita DM, terutama RD proliferatif . Hasil penelitian ini ternyata tidak banyak berbeda yaitu pada mereka dengan riwayat DM  5  atau > 5 tahun lebih banyak penderita dengan RD,  disamping itu retinopati diabetik berat juga meningkat.

    Peran hipertensi terhadap terjadinya maupun memburuknya retinopati diabetik telah dibuktikan oleh beberapa peneliti. Knowler dkk  memantau penderita DM keturunan Pima Indian selama 6 tahun. Pada awal penelitian semua penderita tidak ditemukan adanya RD. Setelah 6 tahun terdapat perbedaan bermakna antara kejadian RD pada mereka  yang tekanan sistolis > 145 mmHg dibandingkan dengan mereka yang tekanan sistolis < 125 mmHg. Hal yang sama dilaporkan oleh penelitian di Jepang yaitu Ishihara dkk . Baik Knowler maupun Ishihara menemukan bahwa tekanan diastolis tidak berperan terhadap terjadinya retinopati diabetik . Cignarelli dkk  mengemukakan bahwa tekanan darah sistolis  140 mmHg atau > 140 mmHg dapat mempercepat terjadinya retinopati pada DM tipe-2 selama 10 tahun pertama perjalanan penyakit.

    Adam-Sampelan  dkk  meneliti 25 penderita DM tipe-2 yang baru didiagnosis, ternyata tidak ada perbedaan tekanan sistolis maupun diastolis pada mereka dengan RD. Tampak bahwa ada peran tekanan darah terutama pada penderita  DM lama. Penelitian ini memberikan hasil  yang sama dengan penelitian yang dilaporkan oleh Knowler , Ishihara , maupun Cignarelli . Perlu diketahui bahwa penderita yang diteliti sebagian besar adalah yang telah menderita DM 5 tahun dan > dari 5 tahun.

   Peran lipid serum dalam kaitannya dengan RD belum banyak dilaporkan. Pada umumnya hubungan lipid serum lebih banyak berkaitan dengan komplikasi makroangiopati. Dari salah satu penelitian pada binatang, terlihat pada kelompok yang kontrol glikemik buruk lebih banyak RD dari pada yang kontrol baik, dan pada kontrol glikemik buruk juga ditemukan kadar kolesterol yang tinggi . Ishihara  tidak menemukan perbedaan kadar kolesterol maupun trigliserida pada mereka dengan  RD maupun tanpa RD. Pada penelitian ini kadar kolesterol serum sedikit lebih tinggi pada mereka dengan RD. Perlu diketahui bahwa pada penelitian ini penderita yang dipilih adalah mereka yang terkendali buruk, dimana pada umumnya mempunyai kadar kolesterol yang tinggi.

      Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada penderita DM tipe-2 yang terkendali buruk, komplikasi retinopati diabetik cukup tinggi. Disamping itu makin buruk kendali glikemik makin banyak retinopati diabetik berat. Sama dengan penelitian pada umumnya, lamanya diabetes berperan terhadap frekuensi disamping beratnya RD. Rata-rata tekanan sistolis dan rata-rata  kadar kolesterol serum pada mereka dengan RD lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tanpa RD.

DAFTAR PUSTAKA

1.  American  Diabetes Association : Diabetic Retinopathy. In :

    Clinical Practice Recommendation 1998. Diabetes Care,
    21, S47–S49, 1998.
2.  Budisetio LW, Suhadi FXB : Glikohemoglobin. Program  Pustaka 

    Prodia, Seri Diabetes 01, 1-14, 1984.
3.  Cignarelli M, et al : High Systolic Blood  Pressure Increases

    Prevalence and Severity of Retinopathy in  NIDDM Patients.
    Diabetes Care, 15, 1002-1008, 1992.
4.  Engelgau MM,  et al : Comparison of fasting and 2-hour 

    glucose and HbA1c levels for diagnosing diabetes.In: 
    Diagnostic criteria and performance revisited.  Diabetes
    Care,20, 785-791, 1997.
5.  Engerman RL, Kern TS : Glucose Control and the Eye. In : 

    Diabetes Management in the 80s. Edit. by Peterson CM, Praegre
    Pub, New York, 26-33,1982.
6.  Forum Studi Aterosklerosis dan Penyakit Vaskular Indonesia :

    Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia di  Indonesia,
    1995.
7.  Ishihara M, et al : High Blood Pressure as Risk Factor in 

    Diabetic Retinopathy in NIDDM Patiens. Diabetes Care,10,
    20-25, 1987.
8.  Klein R, et al : Epidemiology of Proliferative Diabetic 

    Retinopathy. Diabetes Care, 15, 1875-1891, 1992.
9.  Klein R, Klein BEK, et al : The Wisconsin Epidemiologic Study

    of Diabetic Retinopathy. Prevalence and Risk of  Diabetic
    Retinopathy When Age at Diagnosis Is Less Than 30 Years. Arch
    Ophthalmol, 102, 1984, 520-526.
10. Knowler WC, et al : Increased Incidence of Retinopathy in 

    Diabetics With Elevated Blood Pressure. New Engl.J.Med, 302,
    1980, 645-650.
11. McCance DR, et al : Comparison of tests for glycated 

    haemoglobin and fasting and two hour plasma glucose  
    concentrations as diagnostic methods for diabetes. BMJ, 308,
    1994, 1323-1328.
12. Nathan DM, Siebert C, Genuth S : DCCT  Design, Outcomes and 

    Implications. IDF Bulletin, 39, 1993, 5-10.
13. Panggabean   DP  :  Pencegahan   dan   Pengelolaan 

    Retinopati  Diabetik.  Dalam: Pandangan Baru Pengelolaan  dan
    Pencegahan Komplikasi Diabetes. Editor oleh Kariadi SH, 
    Sudjana P, 1-10, 1993.
14. PERKENI : Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di

    Indonesia, 1993.
15. Sampelan MJA, Adam JMF : Retinopati Diabetik. Dalam 

    : Endokrinologi Praktis. Editor oleh Adam JMF, Ujung 
    Pandang,  44-51, 1989.
16. Sampelan MJA, Adam JMF : Retinopati Diabetik pada penderita

    Diabetes Mellitus Baru. Kumpulan Makalah KONAS V  PERDAMI, 
    Jogjakarta, 631-637, 1984.
17. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group : Intensive

    blood-glucose control with sulphonylureas or insulin   
    compared with conventional treatment and risk of 
    complications in patiens with  type 2  diabetes (UKPDS 33) 
    The Lancet, 352, 1998, 837-853.
Pada Artikel diatas,  saya sedikit meringkas bagian penelitiannya namun tidak mengganggu isi, maksud dan tujuan penyampainnya. Isi dan penyampainnya Insya Allah tetap jelas.

"Semoga bermanfaat"  bagi kita semua  amin.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dokter Network Angk 97