Oleh : Prof. dr Harsinen Sanusi, SpPD-KE
Sub Bagian Endokrin-Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
PUSDILIP RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
Artikel ini membahas mengenai hubungan antara diabetes melitus (DM) dan penyakit vaskular perifer(PVP),serta menguraikan secara ringkas manfaat naftidrofuril oxalate dalam pengobatan Penyakit vaskuler perifer.
PENDAHULUAN
Hubungan antara diabetes melitus (DM) dan penyakit vaskular perifer(PVP) telah diketahui dengan pasti. Penelitian Brandman dan Redisch pada thn 1953 melaporkan 50 % pasien DM terbukti menderita penyakit vaskular perifer setelah 10-15 tahun mengidap diabetes, selanjutnya dilaporkan oleh Kingsbury (1966) adanya hubungan penyakit vaskular perifer dengan gangguan toleransi glukosa yang dibuktikan dengan pemeriksaan rontgenologik . Diantara pasien-pasien PVP yang terpaksa dilakukan tindakan amputasi mempunyai risiko 3-4 kali pada pasien DM dibanding dengan non diabetes . Tercatat pula 2/3 pasien non traumatik yang diamputatasi disebabkan oleh DM . Komplikasi diabetes melitus (DM) dapat berupa komplikasi mikroangiopati diabetik (nefropati dan retinopati diabetik ), dapat pula mengenai pembuluh darah besar yang mengenai tiga tempat utama yaitu sistim kardiovaskuler arteri koroner, arteri di otak dan arteri di perifer . Pada pasien DM problema eksteremitas bawah sering dijumpai dan mengenai satu dari setiap 4 pasien DM. Hal ini akan memberikan dampak sosial pada pasien berupa hilangnya kesempatan kerja, berkurangnya upah kerja dan tidak jarang pemutusan kerja bagi mereka yang mengalami amputasi .
Penyebab meningkatnya risiko penyakit vaskular perifer(PVP) pada DM multifaktorial dan akibat tidak adanya pengertian dalam diagnosis dan pengobatannya mengakibatkan amputasi yang seharusnya tidak dikerjakan terpaksa dilakukan . Berbagai kepekaan pembuluh darah besar pada DM didasarkan atas genetik dan berbagai gangguan metabolik pada DM seperti kontrol glukosa darah yang jelek dan banyak faktor risiko lainnya seperti dislipidemia, glikosilasi dan agregasi trombosit . Faktor lainnya yang dapat merupakan faktor predisposisi adalah hipertensi, obesitas, perokok, diet yang tidak terkontrol dan aktifitas fisik yang berkurang.
Penyakit vaskular perifer merupakan problema utama pasien DM yang karena morbiditas nya yang pada tahap lanjut dapat berupa luka yang lama sembuh, gangguan trofik pada jari-jari kaki, rasa nyeri waktu istirahat atau berjalan, sembab kaki dan tungkai yang pada akhirnya mengakibatkan invaliditas .
Pendekatan dalam pengobatan penyakit vaskular perifer(PVP) akibat DM didasarkan pada pengobatan DMnya, ditambah dengan pengobatan ajuvan dengan pendekatan hemoreologik, obat vasoaktif dan pada kasus-kasus tertentu dengan pengobatan bedah.
PATOFISIOLOGI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG ERAT KAITANNYA DENGAN KEJADIAN PVP
Patofisiologi dan proses yang mendasari timbulnya penyakit vaskular perifer(PVP) pada DM adalah sangat kompleks dan multifaktorial, dan terdapatnya triad yang merupakan faktor predisposisi PVP pada eksteremitas bawah yaitu iskemia, neuropati perifer, dan gangguan respons terhadap infeksi.
Terjadinya PVP sangat penting diketahui dan dimengerti dimana yang menonjol adalah oklusi dari vaskuler termasuk mikrosirkulasi dan individu DM mempunyai kecenderungan mengalami aterosklerosis.
Pada pasien DM aterosklerosis lebih dini dan lebih ekstensif dibanding populasi umum . Penyebabnya belum diketahui secara pasti, walaupun demikian telah dipertimbangkan peranan dari lipoprotein glikasi yang non enzimatik.Lesi aterosklerosis pada DM dimulai dengan oksidasi kol-LDL yang meningkat dengan kol-HDL yang rendah. Sebagai akibat rasio LDL per HDL yang meningkat cenderung terjadi aterosklerosis.Faktor lain yang mempercepat aterosklerosis pada DM adalah peningkatan agregasi trombosit akibat kenaikan sintesis tromboxan A dan menurunnya sintesis protasiklin. Hiperglikemia sendiri secara tidak langsung menyebabkan kenaikan sekresi endotelin sedang produksi nitrikoksida menurun pada mikrovaskulatur manusia.
Endotelin adalah vasokonstriktor kuat dan mitogenik terhadap vaskuler otot polos, sedang nitrikoksid merupakan vasodilator yang bersifat antimitogenik dan menekan agregasi trombosit.
Patogenesis makrovaskuler didasari oleh gangguan sel endotel dan interaksi trombosit dan lipid dan metabolisme lipoprotein.
Kenaikan glukosa darah dan meningkatnya kolesterol “low-density lipoprotein”(LDL) dan kolesterol “Very-low density lipoprotein( VLDL) dapat memberi efek pada endotelium vaskuler dan hipertensi meningkatkan risiko injury endotel vaskuler . Kerusakan sel endotel menyebabkan agregasi makrofag dan trombosit yang menyebabkan pengeluaran “growth factor” yang merangsang proliferasi sel otot polos dan deposisi sel busa (“foam Cells”) . Ditemukan 7 efek metabolik yang toksik untuk jaringan endotel yaitu efek langsung, imunologi, reologi, sitokin, glikasi,oksidan dan sorbitol yang disingkat oleh Askandar dengan DIR-C-GOS . Selanjutnya terjadi agregasi dan adesi trombosist yang melibatkan terutama faktor von Willebrand dan dengan adanya fibrinogen yang meningkat pada DM tidak terawat akan memudahkan terjadinya mikrotrombus.
Peranan sindroma metabolik yang dikemukakan oleh Reaven pada tahun 1988 yang merupakan faktor risiko independent dalam terjadinya gangguan pembuluh darah besar dan ini terutama tampak pada DM tipe-2 dimana juga ditemukan faktor independent lainnya seperti hipertensi, dislipidemia dan obesitas.
Hiperinsulinemia secara langsung menyebabkan kenaikan prevalensi hipertensi pada DM tipe-2 yang dapat berhubungan dengan kenaikan rangsangan terhadap sistim syaraf simpatis, meningkatkan dan merangsang reabsorbsi natrium dari tubuli proksimal.
Hipertensi dijumpai 2 kali lebih sering pada DM dibanding dengan non diabetes dan merupakan faktor risiko utama untuk penyakit vaskular perifer(PVP). Sedang dislipidemia juga dijumpai lebih sering pada DM tipe-2 dan semua faktor ini dapat bersama-sama mempercepat terjadinya aterosklerosis .
Sekitar 80-90 % lesi pada kaki pada DM disertai oleh iskemia yang signifikan . Adanya iskemi menyebabkan menyebabkan katabolisme terganggu mengakibatkan kadar serotonin( 5 hidroksi triptamin =5HT) meningkat, dan pembuluh darah serta trombosit cenderung supersensitif terhadap 5 hidroksi triptamin (5HT) yang memberi efek biolgi.Serotonin yang meningkat akan memberi efek biologik pada arteri dan vena konstriksi yang disebut sebgai vasospasme komplit. Selain itu serotonin (5HT) memudahkan trombosit disekitarnya untuk ikut dalam proses terbentuknya trombus dimana mempebesar efek agonis lainnya seperti ADP,trombin dan kolagen.
Semua efek serotonin (5HT) dimediasi oleh reseptor subtipe untuk serotonin yang dikenal sebagai resptor 5HT2 dimana konsentrasinya meninggi pada dinding pembuluh darah dan trombosit . Dan kenaikannya dapat dilihat pada berbagai penyakit akut maupun kronik seperti,klaudikasio intermitten, hipertensi, penyakit lipid, stroke,infark miokard, penyakit Raynaud dan ketuaan.
Onset dari penyakit vaskular perifer(PVP) terkait dengan iskemia dan kenaikan kadar serotonin . Serotonin merupakan salah satu mediator fisiologi vaskular dimana pada tahun 1980 ditemukan lokasi reseptor serotonin pada trombosit dan sel otot polos (reseptor S2) dan juga pada vaskular (reseptor S1).
KELUHAN DAN GEJALA
Berbagai simptom akibat lesi aterosklerosis bervariasi tergantung lokasi aterosklerosis. Khusus pada daerah vaskuler perifer dapat menyebabkan keluhan klaudikasio intermitten sampai dengan gangren . Keluhan dan tanda-tanda penyakit vaskular perifer(PVP) pada ekstremitas bawah yaitu :
1. Klaudikasio intermitten
2. Kaki dingin
3. Nyeri nokturnal
4. Nyeri waktu istirahat
5. Nyeri waktu istirahat dan nokturnal
6. Denyut nadi hilang
7. Pucat waktu tungkai bawah dinaikkan
8. Pengisian vena terlambat waktu tungkai bawah diangkat
9. Kemerahan akibat peradangan
10. Atrofi jaringan lemak subkutan
11. Kulit menipis
12. Bulu kaki didaerah kaki dan jari-jari kaki menghilang
13. Penebalan kuku , biasanya disertai infeksi jamur
14. gangren
15. Dan lain-lain seperti sindroma jari biru, oklusi vaskuler
akut
sebelumnya sarjana Fontaine membagi penyakit vaskular perifer(PVP) berdasarkan beratnya gejala klinis, yang terdiri atas 4 tingkatan yaitu :
1. Tingkat 1: tidak ditemukan keluhan
2. Tingkat 2 : klaudikatio intermitten
3. Tingkat 3 : nyeri iskemik waktu istirahat
4. Tingkat 4 : lesi pada kulit atau gangren.
Belakangan klasifikasi ini dimodifikasi oleh Komisi Ad Hoc menjadi 7 tingkatan.
Namun demikian banyak pasien PVP tidak memberi kelainan fisis atau menunjukkan keluhan maka perlu pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan khusus untuk menetapkan diagnosis penyakit vaskular perifer(PVP). Pemeriksaan non invasif yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan Doppler dan pencatatan volume denyut nadi,(pletismografi) . Diperkirakan 21 % pasien DM yang pada pemeriksaan fisis normal, ternyata dengan pemeriksaan laboratorium terbukti PVP .
Adanya Neuropati baik neuropati otonom,maupun sensoris dan motorik dapat menyebabkan deformitas umum misalnya “claw” dari jari-jari kaki,gangguan sensoris menyebabkan tekanan pada metatarsal(kaki) tidak diketahui oleh penderita,neuropati otonom akan menyebabkan aktifitas kelenjar minyak dan keringat menurun atau hilang sehingga kulit kering dan mudah pecah dan timbul fissura.
Penyakit vaskuler perifer dapat berupa tromboangitis obliterans, aterosklerosis obliternas dan kaki diabetik.
Pemeriksaan dan diagnosis penyakit vaskular perifer(PVP)
Untuk memastikan adanya PVP diperlukan pemeriksaan non invasif dan invasif.Pemeriksaan non invasif meliputi 2 parameter yang sering dipakai adalah : Ankle Blood Flow: Mengukur aliran darah pada pergelangan kaki dengan alat plethysmograf. Besarnya aliran darah pada pergelangan kaki diukur dengan manset 30-50 mmHg setelah terjadi hiperemia reaktif .
Pemeriksaan dengan indeks sistolik yaitu dengan rasio tekanan sistolik pergelangan kaki dengan tekanana pada lengan adalah metode yang simpel dan dapat memprediksi PVP di tungkai secara dini. Normal rasio > 0,9 dan bila lebih rendah dari normal menunjukkan adanya obtruksi arterial yang bermanifestasi dengan menurunnya perfusi di perifer.
Ankle Pressure index (API) : Tekanan pada pergelangan kaki pertama diamati dengan Doppler ultrasonic Flowmeter dan dibagi dengan tekanan pada lengan untuk menghitung API . Pemeriksaan invasif berupa pemeriksaan angiografi.
PENGOBATAN
Sebagai langkah pertama pengobatan dan pengelolalan penyakit vaskular perifer adalah pertama mengatasi faktor risiko aterosklerosis yang umumnya disebabkan diabetes melitus (44%), hipertensi (60 %), hiperlipidemia ( 55%) dan perokok (99 %). Ada sejumlah pendekatan untuk meningkatkan blood flow antara lain obat-obat vasodilator, simpatektomi dan anti trombosit . Obat vasodilator cenderung menyebabkan penurunan tekanan sistemik sehingga dapat mengakibatkan kesukaran terjadinya kolateral vaskuler .
Pengobatan kedua adalah tindakan medis atau bedah bertujuan mengurangi keluhan akibat iskemia pada kaki antara lain terapi fisik, latihan atau exersice, obat – obat ( anti trombosit, obat vasoaktif), intervensi intra vaskuler (PTA,stent) dan operasi. Pemilihan obat tergantung pada keluhan (symptoms) dalam hal ini perhatikan Fontaine’s classification, beratnya lesi vaskuler dan pilihan pasien sendiri.Diyakini dengan ketiga metoda pengobatan yang diuraikan dapat memperbaiki tidak hanya pada kualitas hidup pasien akan tetapi dapat pula memperbaiki prognosis.
Pada saat ini obat anti trombotik telah diterima oleh FDA untuk pengobatan claudicatio intermittent . Hal ini dianggap logik karena pada DM didapatkan kenaikan agregasi trombosit. Obat seperti dipyridamole dan aspirin ternyata dari penelitian menunjukkan tidak memberikan efek bermakna pada vaskuler.
Menurut cara kerjanya ada beberapa golongan obat anti trombotik yang telah dirangkum yaitu obat-obat yang meningkatkan c AMP, menekan trombin, menekan pengikatan adrenalin, dan menekan ADP.
Naftidrofuril merupakan antivasokonstriktor akibat efek antagonistik pada serotonin dan menurunkan serotonin sehingga efek proliferasi pada sel-sel otot polos menurun serta menurunkan vasospasme pada pembuluh darah dan terakhir berguna pada pasien yang mengalami rekonstruksi vaskuler.
Efek naftidrofuril pada penyakit vaskular perifer
Sebagimana telah diketahui serotonin berperan pada iskemia perifer dan serebral yaitu dengan menginduksi vasokonstriksi, agregasi trombosit, permeabilitas vaskular dan proliferasi sel.
Kerja obat anti trombotik naftidrofuril secara invitro dan invivo adalah merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat yang diinduksi oleh substansi agregator fisiologis seperti adenosis di pospat / ADP, kolagen, epinefrin, Platelets Activatuing Factor(PAF), thromboxan A2 (TxA2). Meskipun obat ini dilaporkan tidak mempunyai efek vasodilatasi perifer tetapi obat tersebut dilaporkan mempunyai efek untuk meningkatkan aliran darah dan keamanannya telah dibuktikan cukup tinggi dengan beberapa penelitian farmakologi dan toksilogi secara umum. Efek obat anti trombotik ini selain telah terbukti dapat memperbaiki tanda-tanda klinis oklusi arteri kronis, dapat pula mengurangi ukuran lesi karena iskemik dan mengurangi rasa nyeri saat istirahat.
Naftidrofuril memiliki efek pada vaskular maupun metabolik, memperbaiki metabolisme glukosa aerobik dengan mengaktifkan enzim suksinat dehidrogenase dan siklus Krebs. Disamping itu Naftidrofuril memperbaiki suplai darah serta kerusakan iskemik pada dinding pembuluh darah dengan menghambat reseptor 5 – HT2 (resptor serotonin)secara spesifik.Sifat yang terakhir ini memungkinkan inhibisi terhadap efek-efek merusak dari serotonin pada lokasi cedera vaskular tanpa mempengaruhi sirkulasi umum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa naftidrofuril dapat dianggap sebagai antikonstriktor dan bukan sebagai vasodilator sebagaiman diduga sebelumnya.
Disamping itu naftidrofuril meningkatkan aliran darah dengan menurunkan tonus arteri. Pada tingkat jaringan naftidrofuril meningkatkan potensi energi sel sehingga berperan dalam mempertahankan metabolisme glukosa secara aerobik ; hal ini memungkinkan terpeliharanya fungsi sel dalam kondisi iskemia lokal.
Efek naftidrofuril pada penyakit vaskuler perifer terutama dalam hal keluhan dan simptom seperti nyeri pada istirahat telah terbukti efektif dibanding dengan obat analgesik yang kuat dengan memberi perbaikan keluhan lokal dan keluhan umum selama jangka waktu yang ditentukan sampai tindakan bedah rekonstruksi.Efek ini terlihat dari penelitian multisenter di 40 Rumah Sakit. Efek naftidrofuril telah dikenal sebagai antagonis resptor serotonin(s2) spesifik , namun efeknya pada metabolisme sel khususnya pada sel yang iskemik belum diketahui dengan pasti.
Efek naftidrofuril terhadap sel–sel endotel terlihat pada uji klinis, dimana obat tersebut efektif dalam melindungi kelangsungan hidup sel endotelial dari keadaan kekurangan oksigen maupun dari kematian akibat hipoksia dengan meningkatkan cadangan ATP dan menurunkan kadar asam laktat.
Penelitian Heyder terhadap 25 kasus oklusi kronik arteri pada eksteremitas yang berumur 47-80 tahun diberikan naftidrofuril 3 X 200 mg perhari selama 4 minggu pengobatan, menunjukkan “ankle blood flow”(ABF) meningkat secara bermakna pada tungkai yang terkena dan keluhan menurun secara bermakna pada akhir penelitian. Dapat disimpulkan naftidrofuril memberi keuntungan bermakna pada efek hemodinamik oklusi kronik arteri di ekstremitas .
Penelitian sebelumnya oleh Adhoute dkk.(1986) , melaporkan selama 6 bulan penelitian pada pasien-pasien yang menderita klaudikasio intermitten (Stadium II dari Fontain) diberikan naftidrofuril 3 kali 200 mg dan dibandingkan dengan plasebo . Hasil akhir menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan pada jarak jalan pasien yang mendapat naftidrofuril(peningkatan jarak tempuh berjalan 94%) dibanding dengan plasebo. Hasil ini menunjukkan bahwa naftidrofuril merupakan pengobatan farmakolologik yang baik pada pasien-pasien dengan PVP (Fontaine II)
Penelitian Lehert dkk.(1994) yang menganalisa secara retrospektif 5 penelitian yang desainnya berbeda dengan populasi berbeda menyimpulkan adanya efek naftidrofuril pada kaludikasio intermitten dan menurunkan secara signifikan insidens kardiovaskular dan menurunkan intervensi surgikal.
Ringkasan
Penyakit vaskuler perifer pada diabetes melitus banyak ditemukan dalam klinik sebagai komplikasi kronik diabetes melitus. Meskipun tidak menyebabkan kematian secara langsung namun bukti klinis menunjukkan adanya komplikasi ini memungkinkan komplikasi makroangiopati ditempat lain seperti jantung dan otak dimana keadaan ini dapat menyebabkan kematian.
Penyakit vaskuler perifer perlu diketahui sedini mungkin dan tindakan pencegahan primer dan sekunder perlu dilakukan dengan seksama. Naftidrofuril oksalat merupakan obat antagonis serotonin spesifik pada peredaran darah yang efektif mengatasi gangguan metabolisme jaringan yang iskemia dengan menurunkan kadar asam laktat dan meningkatkan cadangan ATP.Disamping itu naftidrofuril dikenal sebagai obat anti vasokonstriktor, memperbaiki insufisiensi peredaran darah dengan meningkatkan fleksibilitas eritrosit dan mengurangi agregasi trombosit.
Dosis 3 kali 300-600 mg perhari sangat bermanfaat menurunkan derajat Penyakit vaskuler perifer terutama setelah 6 bulan yang dibuktikan dengan meningkatnya secara bermakna jarak tempuh waktu berjalan dan menurunkan prosudur operasi revaskularisasi dibanding dengan plasebo. Selain itu naftidrofuril dalam uji klinis dengan plasebo terbukti secara bermakna mempercepat penyembuhan ulkus vaskular setelah 2-3 bulan pengobatan.
Pada umumnya naftidrofuril ditolerir dengan baik dengan efek samping yang tidak diinginkan sangat minimal .
Daftar Pustaka
1. Steer,HW., Cuckle,HS., Franklin,PM., Morris,PJ.The influence
of Diabetes mellitus upon peripheral vascular disease.
Surgery, Gynecology & Obstetrics.157: p.64-71,1983.
2. LoGerfo,FW., Gibbons,GW. Vascular disease of the lower
extremities in diabetes mellitus : Etiology and
Management. In Josli’s Diabetes mellitus 13 th edition edited
by Kahn,CR., Weir,GC. Lea & Febiger Philadelphia a waverly
company 1994 : p.970 –975.
3. Shaw,KM. Macrovascular disease in Diabetes in Diabetic
complications.Edited by K.M Shaw.John Wiley & Sons
Chichester.1996:p.179-206.
4. Puruhito. Diabetes mellitus dan Penyakit Vaskular perifer.
Dalam Naskah lengkap Konas III PERSADI 14,15,16 Oktober
1995. Editor: Askandar Tjokroprawiro, Hendromartono, Ari
Sutjahjo, Hans Tandra, Agung Pranoto: 1995: p.81-92.
5. LoGerfo,FW., Gibbons,GW. Vascular disease of the lower
extremities in diabetes mellitus. in Endocrinology and
Metabolism Clinics of North America. Chronic Complications of
Diabetes Edited by: Brownlee,M., King,GL. Vol.25 WB Saunders
Comp Philadelphia.1996:p.439-446.Shaw,KM. Macrovascular
disease in Diabetes in Diabetic complications.Edited by K.M
Shaw.John Wiley & Sons Chichester.1996:p.179-206.
6. Foster,DW. Diabetes mellitus in Harrison’s Principles of
Internal Medicine .Edit: Isselbacher,KJ. ,Braunwald,E.
,Wilson,JD et al. 13 th edit. Vol.2. McGraw-Hill New York 1994
: p1994.
7. Barnett,AH. Diabetes and the Vascular system. An overview
Diabetes and Vascular disease edited by Barnett,AH. Astra
Zeneca.1998: p. 3-8.
8. Askandar Tjokroprawiro .Antithrombotic agents in Diabetes
mellitus dalm Naskah lengkap Simposium Diabetes melitus era
milenium baru Manado 5 Agustus 2000.editor:
Sumual,AR,Pandelaki,K.,Moeis,ET,Lukito,B. Diterbitkan
oleh Fak Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.2000;
p.69-83.
9. Wiernsperger,NF. Serotonin, 5-HT2Receptor & Receptor blocks
by Naftidrofuril :J.Cardiovasc. Pharmacol. 23
(suppl.3):S37-S43,1994.
10. London Praxilen Forum : Detection and evolution of
polyvascular disease : can we help ? Praxilene
highlights. Thursday,April 6th,1995.
11. Barradel ,LB., Brogden,RN. Oral Naftidrofuryl : A Riview of
its Pharmacology and Therapeutic use in the management of
peripheral occlusive arterial disease.Drug &
Aging.8(4)299-322,1996.
12. Levin,ME., Sicard,GA. Peripheral vascular disease in the
person with diabetes. In Diabetes mellitus . Theory and
Practice edited by: Rifkin,H., Porte,D . 4th edit. Elsevier
New York.1990 :p.768 – 791.
13. Matsuo,H. The management of patients with peripheral
vascular occlusive disease(PVD). Dalam Kumpulan Naskah
lengkap Konas IV PERKENI.Editor : Adam,JMF, Sanusi,H.,
Tendean,P., Laurence GS.,Aman B. Makassar 16-19 November
1997 : p.68.
14. Heyder ,F. Hemodynamic effects”Naftidrofuril “ in Periferal
oclusive arteri disease di presentesasikan pada KOPAPDI di
Surabaya pada 5 Agustus –8 Agustus 2000.
15. Meel,SE., Preece,LE., Walker,WF The usefulness of
naftidrofuril in severe peripheral ischemia. A symptomatic
assesnebt using linear analogue scales . Angiology.33:
625-634, 1982.
16. Michiels,C., Arnould,T., Janssens,D. et al . Effects of
Naftidrofuril on Hypoxia-induced activation and mortality of
human endothelial cells. The J.of Pharmacology and
Experimental therapeutics. 267 :904-911,1993.
17. Adhoute,G.et al : Naftidrofuril in chronic arterial disease :
Result of six month controlled multicenter study using
Naftidrofuril tablets 200 mg . Angiology. The Journal of
Vacular diseases :160-167, 1986.
18. Lehert,P., Comte,S., Gamand,S., Brown,M. Naftidrofuril in
intermittent Claudication : A Retrospective
analysis.J.Cardiovasc. Pharmacol.23 (suppl.3),S48-S52,1994.
Artikel/naskah ini dibacakan pada simposium diabetes melitus dengan tema “New Approach in the Treatment of Type 2 Diabetes” 21 – 22 Oktober 2000. Acara diadakan oleh PERKENI bekerja sama dengan BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
Semoga dapat sebagai penambah referensi dan memberi manfaat bagi kita semua, Amin