Kriteria diagnosis diabetes melitus (kriteria American Diabetes Association (ADA) vs kriteria WHO 1985 dan 1999)

Oleh :Prof. dr. John MF Adam, SpPD-KE
      dr. Agus P. Sambo, SpPD
      Bagian Ilmu Penyakit Dalam
      RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo/FK UNHAS
      Makassar, Indonesia.


     Kalimat ADA versus WHO di atas memang telah menjadi tema dari artikel/naskah ini sewaktu dibacakan pada symposium diabetes melitus di Makassar, jadi tidak salah jika  kalimat tersebut ditempatkan pada judul di postingan ini. Artikel ini membahas tentang  Kriteria  diagnosis diabetes melitus oleh ADA 1997 dan kriteria diabetes oleh  WHO thn 1985 dan 1999. Artikel juga membahas tentang beberapa penelitian yang telah dilakukan  dalam membandingkan kedua kriteria tersebut.Untuk lebih jelasnya silahkan baca artikelnya di bawah.

PEDAHULUAN

   Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh adanya hiperglikemi yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya . Keadaan hiperglikemi yang kronik ini akan menyebabkan timbulmya komplikasi kronik diberbagai organ tubuh terutama di mata, ginjal, saraf , jantung dan pembuluh darah.

   Hasil penelitian Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) tahun 1996 di Amerika Serikat  dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) di Inggris  membuktikan bahwa dengan kontrol glikemik yang ketat dapat mencegah insiden dan memperlambat timbulnya komplikasi mikroangiopati. Oleh karena itu yang penting adalah menentukan seorang menderita diabetes atau tidak, dan pada kadar glukosa plasma berapa yang mempermudah timbulnya komplikasi kronik. Batasan inilah yang sangat sulit terutama masa sebelum tahun 1980 karena kriteria yang ada pada saat itu masih sangat beragam dan belum ada kriteria baku yang dapat digunakan secara umum.

KRITERIA DIAGNOSIS DIABETES YANG LAMA  

   Pada masa dahulu diabetes melitus hanya di diagnosis dari gejala dan tandanya saja yaitu adanya air seni yang menarik semut, air kencing terasa manis, oleh Matthew Dobson pada tahun 1776 menemukan tepung seperti gula yang tertinggal setelah urin penderita diabetes melitus menguap dan menggambarkan serum penderita diabetes terasa manis. Setelah beberapa tahun kemudian yaitu pada tahun 1851 oleh Bouchardat menemukan adanya glukosa dalam urin yang berasal dari ginjal dan akhirnya dengan metode yang kasar mengukur adanya hiperglikemia sebagai faktor yang mendasarinya.

   Setelah penemuan tersebut diatas dilakukan penelitian untuk memperbaiki metode pemeriksaan glukosa darah yang lebih baik dan sejak saat itu banyak orang yang didiagnosis menderita diabetes melitus namun masih sangat membingungkan oleh karena begitu banyak kriteria yang digunakan.Sampai tahun 1970-an berbagai metode dan kriteria yang dipakai pada penelitian dalam satu populasi mengakibatkan perbedaan prevalensi diabetes yang sangat besar antara peneliti yang satu dengan yang lain yaitu dapat mencapai 10 kali lipat oleh karena itu para ahli mengusahakan adanya suatu kriteria diagnosis  diabetes.Sampai pada tahun 1979 kriteria yang digunakan sangat bervariasi sebagai contoh klinik Joslin di Amerika Serikat dan klinik di Inggris mempunyai kriteria yang berbedah  lihat tabel 1 



    
   
   Di Indonesia sampai tahun 1980 tidak ada keseragaman baik kreteria diagnosis maupun cara melakukan tes toleransi glukosa oral sehingga masing masing pusat pendidikan mempunyai kriteria dan cara diagnosis diabetes sendiri sendiri, misalnya Surabaya  dan Semarang  yang dapat dilihat pada tabel 2

   

   Klasifikasi dan diagnosis diabetes yang digunakan secara umum sampai pada saat itu adalah yang dibuat dan dipublikasikan oleh National Diabetes Data Group (NDDG) pada tahun 1979.
  Setelah tahun 1985 WHO merekomendasikan suatu kriteria diagnostik diabetes melitus yang dapat digunakan secara umum. Kriteria WHO itu dapat dilihat pada tabel 3.


  

  Pada tabel tersebut diatas dapat dilihat adanya diabetes melitus dan adanya suatu kelompok yang tidak masuk kedalam kategori diabetes atau normal tapi suatu kelompok yang dikategorikan sebagai Impaired Glucose Tolerance (IGT). Kelompok ini sebagian akan menjadi diabetes. Menurut beberapa peneliti, kelompok ini 1,5 - 4 % dintaranya akan menjadi diabetes setiap tahun, sedang pada Hoorn Study pada folow up selama 2 tahun menemukan 28,5 % menjadi diabetes , sebagian tetap sebagai IGT atau menjadi normal kembali. 

KRITERIA DIAGNOSIS DIABETES YANG BARU

    Sampai tahun 1997 kriteria diabetes yang direkomendasikan WHO masih tetap digunakan namun setelah American Diabetes Association (ADA) membuat suatu kriteria  baru yang dapat dilihat pada tabel 4.


   

   Pada kriteria ADA yang diperlukan hanyalah kadar glukosa puasa yang lebih dari 126 mg/dl (7,0 mmol/l) namun muncul kelompok baru yaitu Impaired Fasting Glucose (IFG) atau Glukosa Plasma Puasa Terganggu (GPPT) yang oleh ADA dikelompokkan dalam kelompok yang tidak normal namun dianggap mempunyai resiko untuk menjadi diabetes dikemudian hari, dan tidak melakukan  tes toleransi glukosa oral dengan alasan  tidak praktis.

   Setelah ada kriteria ADA laporan dari Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus membuat modifikasi kriteria yang pernah diusulkan oleh National Diabetes Data Group (NDDG) atau WHO sebagai berikut :
Seseorang dikatakan menderita diabetes apabila ditemukan:
1. Terdapat gejala DM yang khas (polipagi, polidipsi, poliuri dan
   penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
   penyebabnya) dengan kadar glukosa darah sewaktu > atau = 11,1
   mmol/l ( > atau = 200 mg/dl) atau,
2. Glukosa darah puasa > atau = 126 mg/dl ( > atau = 7.0 
   mmol/l ), Puasa minimal 8 jam atau,
3. Kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa 75 gram > 
   atau = 11,1 mmol/l ( > atau = 200 mg/dl)

   Pada kriteria ini nampaknya masih diperlukan Tes Toleransi Glukosa Oral oleh karena diperlukan oleh karena  seperempat dari mereka dengan kadar glukosa plasma 2 jam setelah OGTT lebih dari 200mg/dl mempunyai glukosa plasma puasa lebih dari 140mg/dl yang tidak diketahui menderita diabetes sebelumnya.

  Pada tahun 1999 WHO kemudian membuat kriteria diagnosis diabetes melitus dengan menurunkan kadar glukosa puasa dari 140 mg/dl menjadi 126 mg/dl sesuai dengan yang diusulkan oleh ADA namun masih melakukan tes toleransi glukosa oral dan tetap dipertahankan. Kriteria diagnostik diabetes yang diajukan oleh WHO dapat dilihat pada tabel 5.


  

  Setelah publikasi tentang  kriteria diagnostik baru dari diabetes, baik oleh American Diabetes Association (ADA) maupun oleh WHO maka beberapa peneliti melakukan penelitian yang pada  dasarnya untuk  membandingkan kedua kriteria itu diantaranya:
1. Ko GTC dkk, melakukan survei pada satu populasi China di Hongkong dengan mengunakan kriteria ADA 1997 membandingkannya dengan kriteria WHO tahun 1985 dan mendapatkan prevalensi diabetes dengan ADA hanya 1,41% sedang dengan WHO 2,83%, ada 29 orang atau 1,95% menurut ADA masih normal tapi dengan WHO sudah menderita diabetes, 8 orang atau 0,53% masih normal menurut WHO tapi sudah menderita diabetes oleh ADA, dari penelitian ini ada perbedaan prevalensi diabetes sebesar 1,42%. Kemudian menyimpulkan bahwa penggunaan FPG untuk diagnostik diabetes masih perlu dites ulang kembali dan mengidentifikasi penderita yang mempunyai kadar hiperglikemi yang lebih  tinggi, walaupun FPG sudah diturunkan untuk menjaring lebih banyak penderita diabetes namun dengan menghilangkan OGTT akan mengurangi penderita diabetes yang terjaring.

2. Okubo M dkk, melakukan penelitian pada populasi keturunan Jepang – Amerika yang tinggal di Hawai dan Los Angeles. Dari populasi sebanyak 1235, ada 114 orang diketahui sudah menderita diabetes dengan kriteria WHO, kemudian diistirahatkan dan diberi 75 gr glukosa. Dengan menggunakan kriteria American Diabetes Association (ADA) kemungkinan terdiagnosis diabetes hanya 40%. Dari penelitian ini mereka menyimpulkan bahwa mungkin lebih baik menggunakan kriteria ADA dengan mengkombinasikannya dengan tes toleransi glukosa.


3. Gabir MM dkk, melakukan penelitian pada 5.023 Indian Pima dewasa dengan membandingkan kriteria ADA 1997 dan kriteria WHO tahun 1985 dan 1999. Dari penelitian ini mereka mendapatkan frekuensi diabetes 12,5% dengan kriteria ADA, 14,6% dengan kriteria WHO 1985 dan 15,3% dengan kriteria WHO 1999. IGT lebih tinggi dari IFG masing masing 15% dan 5% tapi insiden diabetes setelah 5 tahun lebih tinggi pada IFG dari pada IGT masing masing 37% dan 24%. Dari penelitian ini mereka menyimpulkan bahwa prevalensi dan insiden diabetes lebih rendah pada kriteria ADA dari pada WHO 1985 dan 1999. Tapi perbedaan yang subtantif adalah pada IFG dan IGT walaupun IFG lebih rendah namun mempunyai resiko tinggi menjadi diabetes dari pada IGT.

4.Gabir MM dkk, mengevaluasi kriteria ADA 1977 kriteria WHO 1999 untuk diabetes dan hiperglikemia kemudian menilai kemungkinan terjadinya komplikasi mikrovaskuler, makrovaskuler dan mortalitas. Mereka menilai prevalensi retinopati dan  nefropati sebagai baseline dan sesudah 10 tahun serta mortilitas ratenya. Hasil penelitian ini menunjukkan retinopati 4,7% pada IFG dan 20,9% pada diabetes dengan kriteria ADA sedang 1,6% pada IGT dan 19,7% pada diabetes dengan kriteria WHO 1985 serta 1,2% pada IGT dan 19,2% pada diabetes dengan kriteria WHO 1999. Mortalitas rate dari kardiovaskuler berhubungan penyakit ginjal lebih tinggi pada individu dengan FPG > atau = 7 mmol/l atau 2 jam plasma glukosa > atau = 11,1 mmol/l dari pada individu dengan FPG dan 2 jam plasma glukosa yang normal. Mereka kemudian menyimpulkan bahwa glukosa plasma puasa dan glukosa plasma 2 jam yang tinggi berhubungan langsung dengan komplikasi retinopati dan nefropati. Glukosa plasma puasa dapat  mengidentifikasi penderita berada pada resiko tinggi akan terjadinya komplikasi mikrovaskuler dan mortalitas serta dapat meramalkan terjadinya diabetes terutama bila tes toleransi glukosa tidak praktis.

5. Ursia dkk,  di Makassar meneliti 420 subyek resiko tinggi diabetes dan menemukkan prevalensi diabetes 15,5% dengan kriteria WHO 1985 sedang dengan kriteria ADA 1997 prevalensi diabetes hanya 11,7%.

6. Adam JMF, dalam proposal penelitian epidemiologik kriteria diagnosis diabetes di Indonesia merangkum hasil beberapa penelitian yang membandingkan kriteria American Diabetes Association (ADA) dan kriteria WHO tahun 1985 yang dapat dilihat  pada tabel 6.




    Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa hampir semua peneliti mendapatkan prevalensi diabetes melitus lebih tinggi dengan menggunakan kreteria WHO.

RESIKO TINGGI UNTUK TERJADINYA DM 

   Diabetes melitus tipe 2 sering kali tidak terdiagnosis secara dini karena tidak memberikan gejala sehingga biasanya diabetes melitus baru terdiagnosis setelah berjalan beberapa tahun dan kadang sudah terjadi komplikasi mikrovaskuler atau makrovaskuler. Bukti epedemiologi memperlihatkan bahwa komplikasi ini sudah terjadi  biasanya paling cepat setelah 7 tahun menderita diabetes. Di Amerika Serikat ada sebanyak kurang lebih 50% penderita diabetes dalam populasi tidak terdiagnosis.
  skrining pada populasi yang mempunyai resiko tinggi juga diperlukan, adapun Resiko tinggi untuk terjadinya diabetes adalah 

1. Usia lebih dari 45 tahun.
2. Obes.
3. Riwayat diabetes dalam keluarga.
4. Pernah mengalami TGT atau GDPT.
5. Menderita hipertensi yaitu tekanan darah > 140/90 mmHg

6. Ada riwayat diabetes melitus gestasi atau pernah melahirkan
   bayi > 4kg 

KESIMPULAN

   Sampai sekarang ini kriteria  diagnosis diabetes melitus ada dua yaitu:
1. Kriteria yang diajukan oleh America Dibetes Association (ADA)
   tahun 1997 dan digunakan terutama di AmerIka  Serikat.
2. Kriteria yang diajukan oleh World Health Organization tahun
   1999 dan digunakan di hampir semua negara.

   Dari hasil hasil penelitian yang telah dilakukan untuk menilai kedua kriteria tersebut nampaknya kriteria yang diajukan oleh WHO lebih baik dalam menjaring penderita diabetes melitus namun ada peneliti yang mendapatkan kriteria American Diabetes Association (ADA) lebih baik dalam menduga timbulnya komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler serta mortalitas rate. Tes Toleransi Glukosa Oral dapat dilakukan untuk diagnostik dan menjaring populasi diabetes melitus tanpa gejala.

Daftar Pustaka

1.  The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of 
    diabetes mellitus. Report of the expert committee on  the 
    diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes
    Care 1999; 22: S5 – S19.
2.  Diabetes Control and Complications Trial Research Group; The
    effect of intensive treatment of diabetes on development and
    progression of long – term complication in insulin-dependent
    diabetes mellitus. N Engl J Med. 1998;329:977-986.
3.  UK Prospective Diabetes study Group: Intensive blood-glucose
    control with sulfonylureas or insulin compared with
    conventional treatment and risk of complications with type 2
    diabetes (UKPDS 33). Lancet 1998;352:854-856.
4.  Pickup JC, Williams G. The diagnosis and classification of 
    diabetes mellitus and impaired glucose tolerance. Dalam:
    Pickup JC, Williams G. eds. Textbook of Diabetes. Hongkong;
    Blackwell Science, Second edition, 1997: 21 - 30.
5.  National Diabetes Data Group: Classification and Diagnosis
    Diabetes mellitus and other Categories of Glucose
    Intolerance. Diabetes 1979;28:1039-1057.
6.  Adimasta J, Tjokroprawiro A, Soedjono S, Hendromartono. 
    Diabetes Melitus di Puskesmas Kota Madya Surabaya. Naskah 
    Lengkap Konggres Nasional Ahli Penyakit Dalam (KOPAPDI V)
    Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran  Universitas 
    Diponegoro – RS. Dr. Kariadi, Semarang. 105-114:1981.
7.  Soetardjo, Moeljanto R. Diabetes Melitus di Kelurahan 
    Pekajangan – Pekalongan. Naskah Lengkap Kongres Nasional 
    Ahli Penyakit Dalam (KOPAPDI V Bagian Ilmu Penyakit 
    Dalam  Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro – RS Dr.
    Kariadi, Semarang. 99-105:1981.
8.  Lindahl B,Weinehall L, Asplund K, Hallmans G. Screening for 
    Impaired Glucose Tolerance. Results from a population-based 
    study in 21,057 individuals.Diabetes Care 1999; 12: 
    1988 –  1992.
9.  De Vegt F, Dekker JM, Stehouwer CDA, Nijpels G, Bouter LM,
    Heine RJ. The 1997 American Diabetes Association  Criteria 
    Versus the 1985 World Health Organization Criteria for the
    Diagnosis of Abnormal Glucose Tolerance. Poor agreement in
    the Hoorn Study. Diabetes Care 1998;21: 1686 – 1690. 
10. Adam JMF. Penelitian Epedemiologik Kriteria Diagnosis
    Diabetes Di Indonesia (Proposal). Pusat Diabetes dan Lipid
    (PUSDILIP) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo / Sub-Bagian 
    Endokrin-Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-UNHAS,
    Makassar 2000.
11. Ko GTC, Chan JCN, Woo J, Cockran CS. Use of the 1997 
    American Diabetes Association Diagnostic Criteria for
    Diabetes in a Hong Kong Chinese Population. Diabetes Care
    1998;21:2094 – 2097.
12. Okubo M, Watanabe H, Fujikawa R, Kawamura T, Egusa G, 
    Yamakido M. Reduced prevalence of diabetes according to 1997 
    American Diabetes Association criteria. Diabetologia 
    1999;42:1168- 1170.
13. Gabir MM, Hanson RL, Dabelea D, Imperatore G, Roumain J, 
    Bennett PH, Knowler WC. The 1997 American Diabetes 
    Association and 1999 World Health Organization Criteria for 
    Hyperglycemia in the Diagnosis and Prediction of  Diabetes.
    Diabetes Care 2000; 23: 1108 – 1112.
14. Gabir MM, Hanson RL, Dabelea D, Imperatore G, Roumain J,
    Bennett PH, Knowler WC. Plasma Glucose and Prediction of 
    Microvascular Disease and Mortality. Evaluation of 1997
    American Association and 1999 World Health Organization
    Criteria for diagnosis of diabetes. Diabetes Care 2000;23:
    1113 – 1118.
15. Ursia B, Adam JMF, Sanusi H, Sambo AP. Perbandingan kriteria
    diagnosis diabetes melitus antara WHO 1985, ADA 1997, dan 
    WHO1999. (Abstrak KOPAPDI, Juli 2000).
16. Adam JMF. Diabetes Melitus Pada Kelompok Resiko Tinggi Dengan
    Menggunakan Kriteria ADA 1997 dan WHO 1999. (Proposal 
    Penelitian).

   Artikel/naskah telah dibacakan pada symposium diabetes melitus dengan tema “Diabetes and Cardiovascular Disease”20 – 21 Oktober 2001 di Makassar. Acara diadakan oleh PERKENI bekerja sama dengan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNHAS

   Bersamaan dengan dipublikasikan artikel ini, saya juga ingin memberitahukan kepada pembaca bahwa terdapat sejumlah artikel kedokteran lainnya yang telah dipublikasikan di blog ini, artikel tersebut dapat di akses dengan mengklik pada blog archive ( sidebar pada sisi kanan naskah ),klik berdasarkan tahun dan bulannya.

        Saya mohon maaf atas sejumlah artikel yang tidak begitu rapi terlihat khususnya artikel-artikel lama, dimana terdapat banyak tempat kosong antar paragraph dan ketidakteraturan lainnya. Artikel-artikel tersebut saya tulis sewaktu saya baru belajar menulis di Blog. Oleh karenanya dalam beberapa hari kedepan saya akan menatanya kembali, merapikan dan mengadakan sedikit perubahan pada artikel namun bukan pada judul artikel. Perubahan yang dilakukan tidak bermaksud untuk melakukan tindakan negatif SEO, menembak kata kunci atau bahkan mensiasati search engine. Perubahan hanya bertujuan untuk merapikan dan menata kembali artikel yang telah lama. Diakhir tulisan ini saya ingin  ucapkan banyak terima kasih kepada dokter-dokter spesialis penyakit dalam, khususnya buat Prof. dr. John MF Adam, SpPD-KE, dimana banyak sekali karya-karya beliau baik naskah symposium maupun penelitian yang dipublikasi di Blog ini. sehingga dapat dibaca secara luas oleh para pembaca yang tidak hanya datang dari Indonesia tetapi juga dari berbagai negara.

 

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dokter Network Angk 97